Membumikan 4 Bingkai Kerukunan sebagai Pilar Kekuatan Bangsa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Radikalisme dan terorisme adalah ancaman serius yang dapat merusak kedamaian dan persatuan bangsa. Untuk melawan ancaman ini, penting bagi seluruh masyarakat untuk memahami dan menerapkan empat bingkai kerukunan sebagai pilar kekuatan bangsa.
Wakil Ketua Pembina Pengurus Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti), KH Anwar Sanusi memberikan pandangan mendalam tentang bagaimana integrasi antara aspek politis, yuridis, sosiologis, dan teologis, dapat membentuk kontranarasi yang kuat terhadap radikalisme dan terorisme.
"Timpangnya pemerataan hak dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong perilaku anarkis dan radikal. Namun, ini bukanlah faktor dominan. Menurutnya, radikalisme lebih sering terjadi karena pemahaman agama yang tidak utuh dan manipulasi ajaran agama untuk kepentingan tertentu," kata KH Anwar dalam keterangannya dikutip, Selasa (6/8/2024).
Menurutnya, penting bagi masyarakat Indonesia mengingat cita-cita bangsa yang telah ditetapkan oleh para pendiri negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan perdamaian dunia.
Dalam kerangka politis, Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI adalah dasar utama yang harus dijaga dan dijunjung tinggi. KH Anwar menjelaskan, negara ini adalah negara hukum, dan setiap warga negara, baik pejabat maupun rakyat biasa, harus taat hukum. Penegakan hukum yang adil dan tegas sangat penting untuk menjaga kerukunan dan mencegah munculnya tindakan radikal dan anarkis.
Menurutnya, aspek politis dalam empat bingkai kerukunan Indonesia juga erat kaitannya dengan unsur sosiologis dan kearifan lokal. Pilar sosiologis melibatkan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kebiasaan masyarakat. Indonesia adalah negara yang kaya akan adat istiadat dan budaya dari berbagai suku bangsa.
"Menghargai dan memelihara kearifan lokal adalah kunci untuk menjaga kerukunan dan persatuan," katanya.
Kiai Anwar menyatakan, masyarakat harus hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menghargai perbedaan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dimensi politis dan sosiologis juga membutuhkan pilar teologis untuk menekankan pentingnya moderasi beragama dan kerukunan umat beragama.
"Semua harus memahami bahwa negara Indonesia adalah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mendukung keberagaman agama," katanya.
Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) dan moderasi beragama adalah hasil kolaborasi Pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama. Dan tidak ada agama yang mengajarkan kekacauan atau permusuhan. Semua agama mengajarkan kasih sayang dan perdamaian.
Wakil Ketua Pembina Pengurus Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Perti), KH Anwar Sanusi memberikan pandangan mendalam tentang bagaimana integrasi antara aspek politis, yuridis, sosiologis, dan teologis, dapat membentuk kontranarasi yang kuat terhadap radikalisme dan terorisme.
"Timpangnya pemerataan hak dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong perilaku anarkis dan radikal. Namun, ini bukanlah faktor dominan. Menurutnya, radikalisme lebih sering terjadi karena pemahaman agama yang tidak utuh dan manipulasi ajaran agama untuk kepentingan tertentu," kata KH Anwar dalam keterangannya dikutip, Selasa (6/8/2024).
Menurutnya, penting bagi masyarakat Indonesia mengingat cita-cita bangsa yang telah ditetapkan oleh para pendiri negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan perdamaian dunia.
Dalam kerangka politis, Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI adalah dasar utama yang harus dijaga dan dijunjung tinggi. KH Anwar menjelaskan, negara ini adalah negara hukum, dan setiap warga negara, baik pejabat maupun rakyat biasa, harus taat hukum. Penegakan hukum yang adil dan tegas sangat penting untuk menjaga kerukunan dan mencegah munculnya tindakan radikal dan anarkis.
Menurutnya, aspek politis dalam empat bingkai kerukunan Indonesia juga erat kaitannya dengan unsur sosiologis dan kearifan lokal. Pilar sosiologis melibatkan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kebiasaan masyarakat. Indonesia adalah negara yang kaya akan adat istiadat dan budaya dari berbagai suku bangsa.
"Menghargai dan memelihara kearifan lokal adalah kunci untuk menjaga kerukunan dan persatuan," katanya.
Kiai Anwar menyatakan, masyarakat harus hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menghargai perbedaan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dimensi politis dan sosiologis juga membutuhkan pilar teologis untuk menekankan pentingnya moderasi beragama dan kerukunan umat beragama.
"Semua harus memahami bahwa negara Indonesia adalah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mendukung keberagaman agama," katanya.
Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) dan moderasi beragama adalah hasil kolaborasi Pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama. Dan tidak ada agama yang mengajarkan kekacauan atau permusuhan. Semua agama mengajarkan kasih sayang dan perdamaian.