SDM Indonesia Belum Siap Hadapi Industri 4.0

Kamis, 15 Agustus 2019 - 09:53 WIB
SDM Indonesia Belum Siap Hadapi Industri 4.0
SDM Indonesia Belum Siap Hadapi Industri 4.0
A A A
JAKARTA - Upaya menjadikan sumber daya manusia (SDM) sebagai tumpuan mengejar berbagai ketertinggalan, termasuk menghadapi Revolusi Industri 4.0, menghadapi tantangan berat. Kondisi ini terjadi karena SDM yang dimiliki Indonesia masih rendah.

Indikator tingkat kualitas SDM terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 yang menyebut proporsi penduduk yang umurnya 15 tahun ke atas yang punya ijazah tinggi hanya 8,8%, SMA hanya 26,4%, SMP 21,2%, SD paling banyak yakni 43,7%.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengingatkan, kualitas pendidikan manusia penting untuk modal Indonesia menghadapi Revolusi Industri 4.0.

Bambang menandaskan, Indonesia memiliki modal yang banyak, terutama dalam modal alam. Namun, sumber daya alam tidak bisa digunakan untuk bertumpu menghadapi Revolusi Industri 4.0 ini. Karena itu, dia meminta pemerintah mementingkan pendidikan agar kualitas masyarakat Indonesia bisa berkembang.

"Sehingga apa yang perlu dituntut, yang paling utama adalah pendidikan,” ujar Bambang saat menjadi keynote speaker dalam seminar nasional “Upaya Peningkatan Modal Manusia Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Guna Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” di Auditorium Gadjah Mada, Lemhanas RI, kemarin.

Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia setali tiga uang dengan angkatan kerja yang dimiliki. Dia membeberkan, angkatan kerja yang memiliki pendidikan SMP ke bawah masih mendominasi. Menurut dia, kondisi tersebut berpengaruh terhadap tingginya angka kemiskinan di Indonesia.

Dia pun kembali menekankan pentingnya upaya menggenjot tingkat pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. ‘’Dan fokus utama kita hari ini adalah bagaimana kita membangun Indonesia melalui pendidikan,” tandasnya.

Bambang lantas menuturkan, dalam beberapa tahun yang akan datang, Indonesia juga mengalami bonus demografi. Sayangnya, SDM yang ada belum siap dijadikan modal. “Dalam memaknai bonus demografi, sudah siapkah modal manusia Indonesia? Ternyata di dunia ini, kita tidak yang paling tinggi,” katanya.

Dia menyebut peringkat SDM Indoensia berada pada posisi ke-87 dari 157 negara di dunia. Posisi ini kalah dibandingkan Vietnam yang menempati urutan 48 dunia dan nomor 2 di ASEAN. Apalagi dibanding Singapura, posisi Indonsia masih jauh di belakang.

"Sehingga kita harus benar-benar harus menyiapkan modal SDM, jangan hanya modal vokasi, tapi kita juga harus merencanakannya untuk jangka panjang yakni lewat pendidikan, hanya perencanaan jangka pendek,” katanya.

Selain meningkatkan kualitas pendidikan, Indonesia harus fokus pada investasi 1.000 hari pertama kehidupan untuk mencegah stunting dan tidak bisa diperbarui. Maka dengan investasi ini, kata Bambang, akan memberikan modal berupa kecerdasan bagi generasi yang akan datang untuk siap membawa Indonesia ke Revolusi Industri 4.0.

“Marilah kita juga fokus untuk investasi 1.000 hari pertama kehidupan. Selain mutu pendidikan, tapi 1.000 hari kehidupan juga harus menjadi prioritas pemerintah kita. Sekarang intinya, saya ingin mendorong supaya kita benar-benar terarah, dari hulu kita sudah mulai rencanakan. Kita bereskan terlebih dahulu.”

Lemhanas menggarisbawahi perubahan dunia yang kini memasuki era Revolusi Industri 4.0, ditandai dengan perkembangan teknologi yang terintegrasi dengan jaringan internet atau intenet of things, big data, cloud computing, artificial inteligence hingga machine learning.

Dalam pandanganan lembaga tersebut, geliat perubahan teknologi semakin melaju kencang justru cenderung susah diprediksi. Meskipun pada satu sisi, Revolusi Industri 4.0 diyakini dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi, di sisi lain juga berpotensi memicu konflik antara kemajuan teknologi dan keberadaan insani atau human existance.

Berdasarkan hasil penelitian pendidikan Reguler Lemhanas angkatan LIX, diketahui peningkatan modal manusia nasional belum menunjukkan penguatan yang optimal, padahal SDM Indonesia punya potensi besar. "Jika kemajuan teknologi tidak diimbangi dengan penguatan kapasitas modal sumber daya manusia, kemajuan teknologi akan mengganggu, bahkan mengancam keberadaan manusia selaku modal manusia di dunia usaha," ujar Gubernur Lemhanas RI Agus Widjojo.

Jorry S Koloaya, ketua Seminar Lemhanas, menegaskan bahwa hasil penelitian pendidikan Reguler Lemhanas angkatan LIX menemukan kualitas SDM Indonesia masih rendah untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0. Karena itulah, dia juga menenkankan pentingnya peningkatan penguatan dengan modal SDM.

“Kemajuan teknologi yang ada di Indonesia tidak sebanding dengan sumber daya manusia Indonesia. Saat ini ada distrubsi, sehingga perlu ada perubahan dalam sistem pendidikan di Indonesia, peningkatan akses dan pemanfaatan teknologi,” katanya.

Dia menandaskan, berdasarkan kondisi yang ada, SDM Indonesia masih belum cukup untuk modal menuju dan bersaing dengan negara-negara yang sudah maju di era Revolusi Industri 4.0, apalagi jika ingin bersaing dengan negara-negara maju di dunia.

"Modal manusia harus kuat. Apalagi jika ingin bersaing dengan negara-negara maju di era Revolusi Industri 4.0 ini seperti Jepang, China, Amerika Serikat yang berkembang dengan pesat sehingga memperkuat kemajuan kemampuan bangsanya.”

Jorry lantas menuturkan bahwa ada dua komponen penting yang harus diperkuat untuk membawa Indonesia menuju era Revolusi Industri 4.0, yakni pendidikan dan karakter. Hal ini bisa dicapai dengan mengubah sistem pendidikan dan membangun infrastruktur pendidikan, termasuk infrastruktur teknologi pendidikan agar dunia pendidikan tidak mengalami “gegar teknologi” pada era Revolusi Industri 4.0."

"Apalagi, secara modal manusia, tenaga kerja kita masih SD ke bawah, malah ada yang tidak sekolah. Kemampuan literasi dan vokasi berkurang. Jumlah penduduk tidak sebanding dengan pengajar. Selain itu, karakter juga harus tetap diperkuat karena akan menjadi pedoman sehingga kompetensi manusia Indonesia bisa meningkat dan kuat untuk membawa Indonesia siap menghadapi Revolusi Industri 4.0,” katanya.

Sementara itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan komitmennya untuk terus memacu kualitas SDM melalui pendidikan. Plt Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Didik Suhardi mengatakan Kemendikbud me miliki program Wajib Belajar 12 Tahun agar semua anak usia sekolah bisa menempuh pendidikan hingga sekolah menengah atas.

“Terkait dengan penyiapan SDM di Kemendikbud, salah satu upaya yang dilakukan ada lah melaksanakan Wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun. Dengan Wajar 12 Tahun minimal pendidikan anak-anak Indonesia bisa setingkat sekolah menengah,” katanya kepada KORAN SINDO.

Didik menerangkan, sistem zonasi yang diberlakukan pada pendaftaran peserta di dik baru (PPDB) ialah cara agar semua anak bisa dipastikan sekolah hingga SMA. Didik menuturkan, kebijakan sistem zonasi diharapkan akan mempercepat kualitas layanan pendidikan sehingga kua litas pendidikan di Indonesia akan merata. Baik di perkotaan maupun di daerah terluar, terpencil hingga wilayah terdepan. (Neneng Zubaidah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8354 seconds (0.1#10.140)