Kontroversi Izin Tambang Ormas dan Energi sebagai Kekuatan Masa Depan

Sabtu, 03 Agustus 2024 - 08:17 WIB
loading...
A A A
Kalau memang demikian yang dimaksud, bagaimana tanggung jawab negara-negara maju yang dianggap telah melewati masa penggunaan energi fosil? Faktanya sampai hari ini negara-negara maju justru menjadi produsen emisi karbon terbesar di dunia. Menurut Tinjauan Statistik Energi Dunia 2024 yang dikeluarkan Institut Energi, China, Amerika Serikat, dan India adalah negara penyumbang emisi karbon terbesar pada 2023.

Angka tersebut sejalan dengan konsumsi batubara di tiga negara ini. Menurut estimasi International Energy Agency (IEA), sepanjang 2023 volume konsumsi batu bara global mencapai 8,5 miliar ton, meningkat 1,4% dibanding 2022. China menjadi negara konsumen terbesar yaitu 4,74 miliar ton, disusul India sekitar 1,26 miliar ton, dan AS sebanyak 360 juta ton.

Indonesia yang merupakan penghasil batubara terbesar ketiga pada 2023, di tahun yang sama justru berhasil menurunkan emisi sektor energi sebanyak 3 juta ton. Data ini mengungkapkan bahwa aktivitas pertambangan dan penggunaan batubara di Indonesia untuk menghasilkan listrik, relatif sejalan dengan upaya pengendalian emisi karbon. Melihat fakta tersebut, rasanya kurang adil melarang Indonesia memanfaatkan kekayaan sumber daya energinya dengan dalih kerusakan lingkungan.

Namun ini bukan berarti pula merusak lingkungan demi mendorong pertumbuhan ekonomi dibolehkan. Pada dasarnya setiap kegiatan ekstraktif bersifat merusak. Justru karena sifat merusaknya itulah ilmu pengetahuan dan teknologi terus dikembangkan untuk memitigasi dan menekan risiko-risiko yang mungkin terjadi selama proses hingga pasca aktivitas tambang.

Harapan terhadap Ormas Keagamaan

Prinsip yang sama pun berlaku pada ormas keagamaan. Beberapa kalangan mengkhawatirkan ormas melalui badan usaha yang dibentuk tidak memiliki kemampuan yang mumpuni dalam industri ekstraktif. Hal itu dapat dimaklumi lantaran ormas belum memulai aktivitas pertambangan. Kekhawatiran tersebut terbangun dalam alam pikiran melalui perspektif dan kepentingan masing-masing.

Tetapi ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, dan Persis layak diberikan kesempatan untuk mengelola pertambangan. Tentu kesempatan itu diberikan dengan harapan agar pengelolaan tambang yang selama ini dianggap buruk, bisa dilakukan lebih baik, sehingga Indonesia memiliki kemampuan dan sumber daya manusia SDM yang mumpuni. Ini berarti juga mendorong peningkatan penguasaan teknologi untuk memitigasi kerusakan lingkungan hidup dan sosial.

Ormas keagamaan juga diharapkan dapat mewujudkan keadilan sosial sektor pertambangan, yang selama ini kerap dikritik dan dipandang miring. Pertambangan diharapkan tidak lagi hanya dinikmati kelompok kecil elite tetapi mengabaikan masyarakat sekitar lokasi tambang seperti dirasakan Laskar Pelangi di Pulau Belitong. Sebaliknya, kehadiran ormas keagamaan mesti bisa mengantarkan hasil pertambangan, langsung kepada masyarakat lebih luas.
(abd)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1509 seconds (0.1#10.140)