Progresivitas Jepang Membendung China di LCS
loading...
A
A
A
Tentu saja, aliansi yang dibuat Jepang-Filipina terlalu kecil untuk mengeliminasi sepak terjang China di LCS. Karena itu, sangat mungkin Jepang juga akan merangkul negara-negara lain yang berkonflik dengan China di LCS. Selain itu, aliansi Jepang-Filipina bisa jadi merupakan kepingan puzzle dari aliansi geng Amerika Serikat untuk membendung agresivitas China di LCS dan Indo-Pasifik, termasuk AUKUS yang melibatkan Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
Belakangan, sejumlah negeri barat yang tergabung dalam aliansi besar NATO bergantian mengirim armadanya untuk berpatroli di LCS, untuk misi yang mereka sebut kebebasan navigasi. Dalam perspektif lebih luas, langkah Jepang menjalin pakta pertahanan dengan Filipina sangat bernilai strategis karena mereka memiliki batu pijakan penempatan kekuatan langsung di wilayah bersinggungan dengan LCS. Di sisi lain negara lumbung padi ASEAN ini memiliki sekutu lebih besar untuk mengamankan kedaulatannya.
Langkah Kuda Nippon
Positioning Jepang dalam sengketa China versus Filipina sebenarnya sudah tegas disampaikan sebelum penandatanganan pakta pertahanan. Sesaat setelah insinden yang disebut Kepala AFP Jenderal Romeo Brawner Jr sebagai perompakan kapal patrol Filipina oleh China, Kementerian Luar Negeri Jepang menyampaikan keprihatinannya atas bentrokan yang terus terjadi di LCS. Jepang menilai manuver China menghalangi kebebasan navigasi di perairan internasional itu.
Tokyo pun menegaskan konsistensinya, menyerukan penegakan supremasi hukum di LCS tersebut, dan menegaskan akan terus bekerja sama dengan komunitas internasional, seperti negara-negara anggota ASEAN dan Amerika Serikat, untuk memastikan terwujudnya rule of the law. Pernyataan itu serta-merta memicu kemarahan Beijing yang menganggap Jepang tidak patut ikut campur masalah di LCS karena tidak memiliki sengketa di perairan itu. Kementerian Luar Negeri China pun menyebut Jepang memanipulasi penilaian benar dan salah, dan membuat tuduhan tidak masuk akal terhadapnya.
Jika ditelusuri, Jepang semakin progresif menghadapi agresivitas China di LCS usai kesepakatan trilateral yang melibatkan Jepang, Amerika Serikat dan Filipina yang digelar pada 12 April lalu di Gedung Putih, Washington. Dilansir dari www.voaindonesia.com, pada momen itu Presiden Joe Biden memperbarui komitmen “kuat” Washington untuk membela Jepang dan Filipina. Adapun Presiden Filiphina Ferdinand Marcos Jr menyebut kesepakatan kerja sama trilateral itu akan mengubah dinamika di LCS dan wilayah sekitarnya.
baca juga: Sejarah Konflik China-Filipina dalam Sengketa Laut China Selatan
Namun secara diplomatis dia menampik China sebagai sasaran. Katanya, konferensi tinggi tersebut fokus memperdalam hubungan ekonomi dan keamanan antara Manila, Washington, dan Tokyo. Kendati demikian, pemimpin ketiga negara mengungkapkan ‘kekhawatiran serius’ tentang ‘tindakan berbahaya dan agresis China di LCS, sebuah jalur perdagangan kapal yang bernilai lebih dari USD3 triliun setiap tahun, dan sering kali menjadi sumber perselisihan maritim antara China dan negara-negara lain.
Selain membangun pakta pertahanan dengan Filipina, Jepang menunjukkan kuda-kudanya untuk membangun balance of power atau meminimalisir dominasi Beijing dengan merangkul banyak negara ASEAN lainnya, khususnya yang bersengketa langsung dengan China di LCS. Secara kongkret langkah ini diwujudkan dengan memperkuat negara bersangkutan dengan senjata melalui skema bisnis maupun hibah.
Konsep ini di antaranya dilakukan dengan Indonesia. Untuk Jakarta, Tokyo menawarkan kapal fregat termutakhirnya, kelas Mogami. Sebagai informasi, kapal yang juga diindentifikasi sebagai 30FFM adalah kapal multimisi berdesain siluman (stealth) yang dibangun untuk menjadi otot Japan Maritime Self-Defence Force (JMSDF) di masa depan.
Belakangan, sejumlah negeri barat yang tergabung dalam aliansi besar NATO bergantian mengirim armadanya untuk berpatroli di LCS, untuk misi yang mereka sebut kebebasan navigasi. Dalam perspektif lebih luas, langkah Jepang menjalin pakta pertahanan dengan Filipina sangat bernilai strategis karena mereka memiliki batu pijakan penempatan kekuatan langsung di wilayah bersinggungan dengan LCS. Di sisi lain negara lumbung padi ASEAN ini memiliki sekutu lebih besar untuk mengamankan kedaulatannya.
Langkah Kuda Nippon
Positioning Jepang dalam sengketa China versus Filipina sebenarnya sudah tegas disampaikan sebelum penandatanganan pakta pertahanan. Sesaat setelah insinden yang disebut Kepala AFP Jenderal Romeo Brawner Jr sebagai perompakan kapal patrol Filipina oleh China, Kementerian Luar Negeri Jepang menyampaikan keprihatinannya atas bentrokan yang terus terjadi di LCS. Jepang menilai manuver China menghalangi kebebasan navigasi di perairan internasional itu.
Tokyo pun menegaskan konsistensinya, menyerukan penegakan supremasi hukum di LCS tersebut, dan menegaskan akan terus bekerja sama dengan komunitas internasional, seperti negara-negara anggota ASEAN dan Amerika Serikat, untuk memastikan terwujudnya rule of the law. Pernyataan itu serta-merta memicu kemarahan Beijing yang menganggap Jepang tidak patut ikut campur masalah di LCS karena tidak memiliki sengketa di perairan itu. Kementerian Luar Negeri China pun menyebut Jepang memanipulasi penilaian benar dan salah, dan membuat tuduhan tidak masuk akal terhadapnya.
Jika ditelusuri, Jepang semakin progresif menghadapi agresivitas China di LCS usai kesepakatan trilateral yang melibatkan Jepang, Amerika Serikat dan Filipina yang digelar pada 12 April lalu di Gedung Putih, Washington. Dilansir dari www.voaindonesia.com, pada momen itu Presiden Joe Biden memperbarui komitmen “kuat” Washington untuk membela Jepang dan Filipina. Adapun Presiden Filiphina Ferdinand Marcos Jr menyebut kesepakatan kerja sama trilateral itu akan mengubah dinamika di LCS dan wilayah sekitarnya.
baca juga: Sejarah Konflik China-Filipina dalam Sengketa Laut China Selatan
Namun secara diplomatis dia menampik China sebagai sasaran. Katanya, konferensi tinggi tersebut fokus memperdalam hubungan ekonomi dan keamanan antara Manila, Washington, dan Tokyo. Kendati demikian, pemimpin ketiga negara mengungkapkan ‘kekhawatiran serius’ tentang ‘tindakan berbahaya dan agresis China di LCS, sebuah jalur perdagangan kapal yang bernilai lebih dari USD3 triliun setiap tahun, dan sering kali menjadi sumber perselisihan maritim antara China dan negara-negara lain.
Selain membangun pakta pertahanan dengan Filipina, Jepang menunjukkan kuda-kudanya untuk membangun balance of power atau meminimalisir dominasi Beijing dengan merangkul banyak negara ASEAN lainnya, khususnya yang bersengketa langsung dengan China di LCS. Secara kongkret langkah ini diwujudkan dengan memperkuat negara bersangkutan dengan senjata melalui skema bisnis maupun hibah.
Konsep ini di antaranya dilakukan dengan Indonesia. Untuk Jakarta, Tokyo menawarkan kapal fregat termutakhirnya, kelas Mogami. Sebagai informasi, kapal yang juga diindentifikasi sebagai 30FFM adalah kapal multimisi berdesain siluman (stealth) yang dibangun untuk menjadi otot Japan Maritime Self-Defence Force (JMSDF) di masa depan.