Kunjungi Indonesia dan Komitmen Syekh Al-Azhar Ahmed Al-Tayeb Bela Palestina
loading...
A
A
A
M Ishom El-Saha
Dosen Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
ISU Palestina turut menjadi sorotan masyarakat menjelang kedatangan Syekh Al-Azhar, Ahmed Al-Tayeb ke Indonesia pada 8 -11 Juli 2024. Banyak kalangan yang ingin mengetahui lebih mendalam sikap Syekh Azhar dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina yang tidak kunjung padam.
Agenda kunjungan Syekh Al-Azhar yang menjadi ketua Majelis Hukama al-Muslimin (Muslim Council of Elders) itu terekspos di media massa lebih banyak untuk mendesiminasikan isu interfaith dialogues (dialog antaragama).
Foto/Ist
Wajar saja apabila masyarakat menanyakan kontribusi interfaith dialogues terhadap pembelaan nasib rakyat Palestina.
Muslim di Indonesia umumnya belum tahu banyak apa yang sudah dilakukan Syekh Al-Azhar untuk Palestina.
Oleh karenanya di balik agenda interfaith dialogues, masyarakat Indonesia juga ingin mengetahui komitmen Syekh Al-Azhar dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan.
Berbeda dengan kunjungan Seykh Al-Azhar sebelumnya pada 2016 dan 2018, lawatannya ke Indonesia pada tahun ini bertepatan dengan kondisi rakyat Palestina yang semakin memprihatinkan.
Dalam perspektif masyarakat, reputasi Syekh Al-Azhar sangat baik untuk menyuarakan nasib rakyat Palestina di kancah internasional. Pengaruhnya dianggap lebih besar daripada pemerintah Mesir maupun pemerintah negara-negara Arab pada umumnya.
Komitmen Syekh Ahmed Al-Tayeb membela nasib rakyat Palestina, berdasarkan informasi resmi Al-Azhar maupun pemberitaan media-media berbahasa Arab, pada dasarnya sangat besar. Saat masih menjabat Rektor Al-Azhar, ia menegaskan bahwa posisi Al-Azhar dan Mesir tegas terhadap masalah Palestina dan bahwa Mesir membelanya dengan sekuat tenaga di lapangan dan di forum internasional.
Buktinya, antara lain, ia menolak untuk bertemu dengan Wakil Presiden AS dengan latar belakang pengumuman Presiden AS Trump tentang pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem. dan mengakuinya sebagai ibu kota Israel. Dengan tegas ia sampaikan: “Saya tidak akan duduk bersama mereka yang memalsukan sejarah,”
Dosen Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
ISU Palestina turut menjadi sorotan masyarakat menjelang kedatangan Syekh Al-Azhar, Ahmed Al-Tayeb ke Indonesia pada 8 -11 Juli 2024. Banyak kalangan yang ingin mengetahui lebih mendalam sikap Syekh Azhar dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina yang tidak kunjung padam.
Agenda kunjungan Syekh Al-Azhar yang menjadi ketua Majelis Hukama al-Muslimin (Muslim Council of Elders) itu terekspos di media massa lebih banyak untuk mendesiminasikan isu interfaith dialogues (dialog antaragama).
Foto/Ist
Wajar saja apabila masyarakat menanyakan kontribusi interfaith dialogues terhadap pembelaan nasib rakyat Palestina.
Muslim di Indonesia umumnya belum tahu banyak apa yang sudah dilakukan Syekh Al-Azhar untuk Palestina.
Oleh karenanya di balik agenda interfaith dialogues, masyarakat Indonesia juga ingin mengetahui komitmen Syekh Al-Azhar dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan.
Berbeda dengan kunjungan Seykh Al-Azhar sebelumnya pada 2016 dan 2018, lawatannya ke Indonesia pada tahun ini bertepatan dengan kondisi rakyat Palestina yang semakin memprihatinkan.
Dalam perspektif masyarakat, reputasi Syekh Al-Azhar sangat baik untuk menyuarakan nasib rakyat Palestina di kancah internasional. Pengaruhnya dianggap lebih besar daripada pemerintah Mesir maupun pemerintah negara-negara Arab pada umumnya.
Bela Palestina
Komitmen Syekh Ahmed Al-Tayeb membela nasib rakyat Palestina, berdasarkan informasi resmi Al-Azhar maupun pemberitaan media-media berbahasa Arab, pada dasarnya sangat besar. Saat masih menjabat Rektor Al-Azhar, ia menegaskan bahwa posisi Al-Azhar dan Mesir tegas terhadap masalah Palestina dan bahwa Mesir membelanya dengan sekuat tenaga di lapangan dan di forum internasional.
Buktinya, antara lain, ia menolak untuk bertemu dengan Wakil Presiden AS dengan latar belakang pengumuman Presiden AS Trump tentang pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem. dan mengakuinya sebagai ibu kota Israel. Dengan tegas ia sampaikan: “Saya tidak akan duduk bersama mereka yang memalsukan sejarah,”