Menanti Keadilan Pemilu 2019 Pasca Pengumuman Hasil Resmi KPU

Jum'at, 17 Mei 2019 - 20:04 WIB
Menanti Keadilan Pemilu 2019 Pasca Pengumuman Hasil Resmi KPU
Menanti Keadilan Pemilu 2019 Pasca Pengumuman Hasil Resmi KPU
A A A
JAKARTA - Jelang pengumuman hasil perolehan suara resmi Pemilu Serentak 2019 dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei mendatang, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) KAHMI Jaya menggelar diskusi publik yang bertajuk "Tantangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menyelesaikan Sengketa Hasil Pemilu Serentak Tahun 2019" yang digelar Hotel Ibis Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2019).

Menurut Direktur Eksekutif LBH KAHMI Jaya Arif Sulaiman, diskusi publik ini penting diselenggarakan untuk memberikan perhatian kepada MK agar penyelesaian sengketa Pemilu 2019 memberikan rasa keadilan rakyat selaku pemegang kedaulatan di negara ini.

"Diskusi ini digelar untuk memberikan keadilan bagi pemohon untuk menyelesaikan sengketa pemilu di MK," ujar Arif, Jumat (17/5/2019).

Diskusi publik ini mengundang para pakar pemilu sebagai narasumber, yaitu Ketua MK 2013-2015 Hamdan Zoelva, Pengacara Konstitusi dan Dosen PPs Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah Heru Widodo dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.

Menurut Heru Widodo, sejatinya MK dalam memutus perselisihan hasil Pemilu 2019 tidak sebatas koreksi atas kesalahan hitung atau perselisihan secara kuantitatif belaka. Karena MK bukan Mahkamah Kalkulator.

"MK dapat juga mengadili pelanggaran pemilu secara kualitatif dengan mendasarkan pada dua hal. Pertama, MK memutus perkara berdasarkan UUD 1945. Sepanjang terdapat penyelenggaraan Pemilu yang bertentangan dengan UUD 1945, MK dapat memulihkannya dengan syarat: "sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim". Kedua, prinsip hukum "nullus commodum capere potest de injuria sua propria". Artinya, tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh pelanggaran yang dilakukannya, pun tidak boleh dirugikan oleh penyimpangan yang dilakukan oleh orang lain. Prinsip hukum tersebut untuk melindungi demokrasi dari perbuatan curang," terang Heru.

Di sisi lain, kata dia, berdasarkan pengalaman MK dalam beberapa yurisprudensinya terhadap pelanggaran dalam Pemilu yang terbukti dipersidangan, MK menjatuhkan amar bersifat korektif dan punitif. Adu data hasil perolehan suara dapat langsung ditetapkan MK dengan putusan korektif.

"Dalam hal terdapat pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan kekalahan dalam perolehan suara atau kesalahan-kesalahan prosedur yang terbukti, amar putusan MK bersifat punitif diantaranya dengan memerintahkan penghitungan atau pemungutan ulang. Bahkan pula terdapat putusan MK yang mendiskualifikasi peserta," tutur Heru.

Hal senada juga disampaikan oleh Titi Anggraini selaku pegiat pemilu Perludem. Dia menganggap, MK bakal menyelesaikan pemilu tidak berdasarkan rasa keadilan.

"MK akan menggunakan kaca mata kuda dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu, sehingga keadilan pemilu belum mampu diciptakan oleh MK," ujar Anggraini.

Pandangan yang berbeda muncul dari pandangan mantan Ketua MK Hamdan Zoelva. Dia menilai MK akan mampu mewujudkan keadilan pemilu, asalkan semua pihak mempercayakan dan mengawal MK untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu.

"Dengan begitu, MK dapat tersugesti untuk menyelesaikan sengketa pemilu serentak secara adil," kata Hamdan yang juga Ketua Umum Syarekat Islam (SI) ini.

Dari berbagai pandangan yang berbeda itu, para narasumber dalam diskusi publik tersebut sepakat bahwa Pemilu Serentak 2019 harus mewujudkan pemilu yang adil dan mengesampingkan kepentingan pribadi atau golongan selain dari kepentingan rakyat. Selesai acara peserta juga langsung diadakan buka puasa bersama.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3706 seconds (0.1#10.140)