Akuisisi PPA-FREMM Italia, Sekadar Transaksional?

Jum'at, 21 Juni 2024 - 11:14 WIB
loading...
Akuisisi PPA-FREMM Italia,...
Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
A A A
INDONESIA segera mengeksekusi pembelian kapal fregat FREMM (frigate European multi-mission) kelas Bergamini? Kabar inilah yang belakangan simpang-siur di media sosial. Disebut Komisi I DPR telah menyetujui akuisisi kapal perang asal Italia tersebut. Namun sejauh ini Kementerian Pertahanan (Kemhan) belum menyampaikan pengumuman.

baca juga: Tingkatkan Nilai Produk Kakao, Kemendag Jajaki Kerja Sama dengan Italia

Kabar baik perkembangan rencana pembelian heavy fregat tersebut memang sudah dua tahun lebih ditunggu publik Tanah Air. Seperti diketahui, pada 2021 lalu Menhan Prabowo Subianto menandatangani kontrak pembelian 6 FREMM dan 2 fregat bekas kelas Maestrale.

Fregat FREMM sangat diidamkan karena bisa menghadirkan deterrent effect. Betapa tidak, kapal yang memiliki panjang 140 meter dan lebar 20 meter dilengkapi serangkaian senjata canggih nan gahar, seperti sistem rudal pertahanan udara (hanud) SAAM Aster 15, rudal antikapal Teseo Mk2 MBDA, dua sistem peluncuran vertikal DCNS Sylver A43, sistem senjata antikapal selam Milas buatan MBDA yang bisa membawa dan melepaskan torpedo ringan seperti MU-90, dan 1 × OTO Melara 127/64 mm Vulcano.

Selain itu, kapal juga didukung suite sonar kapal mencakup Sonar Thales Type 4110 yang dipasang di lambung kapal, dan menggunakan panduan inersia dengan kendali dan berdaya jangkau hingga 55 km. Menilik kapabilitasnya, fregat FREMM akan menjadi terkuat di kawasan ASEAN. Bahkan fregat Amerika Serikat (AS) teranyar, USS Constellation, juga menggunakan fregat yang didesain bareng Italia dengan Prancis tersebut.

Bila benar Indonesia jadi membeli FREMM, maka akan menjadi keputusan ‘membagongkan’ dan mengguncang kawasan. Pasalnya, negeri ini baru saja memborong dua kapal Pattugliatore Polivante d’Altura (PPA) atau Offshore Patrol Vessel (OPV) kelas Paolo Thaon Di Revel yang diproduksi pabrikan sama, Fincantieri S.p.A.

Realitas tersebut mengindikasikan progresivitas sekaligus keandalan marketing Italia menyerebot ketatnya persaingan merebut kue belanja pertahanan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan kapal perang TNI Angkatan Laut (AL). Selain Italia, sejumlah negara juga telah menawarkan fregat buatannya, seperti Jepang menawarkan fregat kelas Mogami dan Prancis yang menjagokan fregat kelas Belharra.

Apalagi, proses negosiasi hingga eksekusi berlangsung sangat cepat. Seperti transaksi PPA Thaon Di Revel, proses dimulai dari angkatan laut Italia Marina Militar dengan membawa kapal tersebut mampir di Jakarta dalam rangka kampanye timur jauh pada Mei 2023. Pada Oktober 2023 Indonesia menyatakan ketertarikannya, dan selanjutnya keputusan fix memborong 2 unit diputuskan pada Maret 2024.

Transaksi yang terjadi seolah tanpa diikuti dengan drama negosiasi bertele-tele. Lazimnya, akuisi alutsista seperti kapal perang atau diwarnai tarik-ulur mengenai transfer of technology (ToT) atau offset yang diperoleh Indonesia. Kondisi demikian bisa dibandingkan saat Indonesia membeli fregat kelas Sigma dari Damen Belanda atau fregat Merah Putih dari Babcock Inggris.

Prestasi cemerlang Italia tersebut tentu berkat kemampuannya membaca kebutuhan Indonesia. Di satu sisi negeri ini memang tengah mengonsolidasikan kekuatan merespons dinamika konflik di kawasan Laut China Selatan. Di sisi lain Italia mampu menyediakan produk ready to used dengan kategori seperti dibutuhkan TNI AL. Italia mampu menggaransi secara cepat (rapid acquisition) pengiriman kapal yang dibangun di Galangan Kapal Terpadu di Riva Trigoso-Muggiano milik Fincantieri tersebut karena barangnya sudah diluncurkan tapi belum beroperasi.

Sebagai informasi, Marina Militare memesan tujuh kapal sepanjang 143 meter dan berbobot sekitar 4.900 ton. Dari 7 kapal yang dipesan, 6 di antaranya sudah kelar. Nah, dua kapal terakhir yang sudah diproduksi itulah yang dialihkan untuk Indonesia. Pola yang sama pernah dipraktikkan Italia saat Mesir mengakuisisi dua kapal FREMM.

Selain faktor urgensi, Indonesia tampaknya membutuhkan kapal multiperan. Selain untuk keperluan patroli lepas pantai, kapal tersebut juga bisa difungsikan sebagai fregat. Untuk diketahui, Fincantieri memberikan tiga opsi spesifikasi: light configuration, light+, dan fullcombat. Kabar beredar menyebut Indonesia memilih opsi antara light+ atau full combat.

Bila full combat, maka TNI AL akan memiliki kapal perang yang tidak hanya dilengkapi meriam dengan kaliber sangat besar mengalahkan Bofors 120 mm - yakni Leonardo (Otobreda) 127/63 MM), tapi juga rudal pertahanan udara Aster dan rudal anti-kapal Teseo Otomat ‘EVO’ MK2/E.

Keputusan mendatangkan kapal perang negeri pizza tersebut menunjukkan kecenderungan Menhan Prabowo Subianto dalam mengambil keputusan akuisisi alutsista, yakni alutsista bukan kelas kaleng-kaleng alias terbaik dan termewah. Produk FREMM kelas Bergamini dan PPA kelas Paolo Thaon Di Revel mengingatkan kualitas produk otomotif mewah dunia asal Italia seperti Ferrari dan Lamborgini.

baca juga: 5 Daftar Makanan Khas Natal dari Italia hingga Indonesia

Namun di balik transaksi alutsista kelas berat dari negeri yang pernah dipimpin Benito Mussolini tersebut, tersimpan pertanyaan apakah relasi tersebut terbangun karena sekadar transaksional hubungan bisnis yang mempertemukan supply and demand atau ada nilai idealis yang menyertainya?

Pertanyaan tersebut wajib disampaikan karena transaksi alutsista mempertaruhkan masa depan pertahanan Indonesia. Betapa tidak, sejarah membuktikan transaksi alutsista dengan negara barat selalu rawan embargo. Pengalaman ini pernah dirasakan Indonesia dalam konteks hubungan dengan AS dan Inggris, hingga negeri ini tidak bisa menggunakan alutsista yang sudah dibeli.

Kebijakan Politik Italia

Sebagai salah satu negara penggagas Komunitas Eropa yang kemudian menjadi Uni Eropa (UE), pendiri NATO (north Atlantic treaty organization), anggota OECD (the organization for economic co-operation and development), anggota G-7, G-8, dan G-20, tak ayal Italia merupakan negara terkemuka bukan hanya di benua Eropa tapi juga di dunia.

Uniknya, walaupun menjadi anggota utama geng Barat, pada 23 Maret 2019, Italia juga bergabung dengan proyek raksasa yang diprakarsai China, yaitu Belt and Road Initiatives (BRI). Kesepakatan tersebut diambil saat Perdana Menteri Italia Giussepe Conte menerima kehadiran Presiden China Xi Jinping ke negerinya. Kendati demikian, MoU tidak mengikat kedua negara atau tidak memiliki kekuatan hak dan kewajiban seperti perjanjian lainnya.

Selain menandatangani MoU BRI, Italia-China juga meneken sekitar 10 kesepakatan di sektor pipa energi, baja dan gas yang ditotal bernilai sekitar 5 miliar Euro. Italia dan Negeri Tirai Bambu itu juga bekerja sama dalam bidang lingkungan, energi berkelanjutan, kesehatan, penerbangan teknologi luar angkasa, infrastruktur dan transportasi.

Berdasar sejumlah referensi, langkah kontroversi Italia tersebut memicu reaksi UE dan Amerika Serikat (AS). Presiden Perancis Emmanuel Macaron misalnya, menganggap Italia turut membantu salah satu saingan utama ekonomi Uni Eropa. Selain itu, apa yang dilakukan Italia berpotensi memperbesar keretakan antara Roma dan sekutu-sekutu tradisionalnya.

Adapun AS mengingatkan BRI tidak mungkin membantu Italia dalam sektor ekonomi, namun justri bisa merusak citra Italia sendiri. AS mengaku khawatir BRI akan memberikan China akses menuju Italia, yang merupakan kawasan yang penuh dengan pangkalan-pangkalan NATO. Tak kalah membahayakan, akses tersebut akan meningkatkan pengaruh China di kawasan Mediterania.

baca juga: Ekosistem Kendaraan Listrik Indonesia hingga IKN Ditawarkan ke Italia

Dalam bidang ekonomi, AS juga khawatir BRI akan membantu perusahaan China bisa mengakses ke sektor-sektor utama ekonomi anggota UE, khususnya bidang telekomunikasi. Indikasinya sudah terlihat dengan gagalnya Paman Sam meyakinkan Italia dan sebagian besar mitranya di Eropa untuk melarang perusahaan Huawei Cina memasukkan jaringan 5G dengan alasan akan ditunggangi kepentingan spionase China.

Hingga saat ini, beberapa negara anggota Uni Eropa telah menandatangani perjanjian BRI, yakni Yunani, Hongaria, Polandia, Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Slovenia, Portugal, dan Slovakia. Namun bergabungnya negeri-negeri tersebut tidak begitu mengguncang Benua Biru karena bobot kekuatan ekonomi dan politik mereka tidak sebanding dengan Italia bila menjadi bagian proyek tersebut.

Sikap masa bodoh Italia untuk bekerja sama dengan China dan menegasikan sekutunya di NATO ataupun UE mengindikasikan independensi sekaligus pragmatisme dalam melaksanakan hubungan luar negeri. Bahasa populernya, asal ada keuntungan yang bisa diraih, dengan siapapun kerja sama harus jalan terus.

Keputusan independen Italia tersebut bisa jadi juga mencerminkan national interest Italia yang mengedepankan kepentingan negara. Watak demikian justru membuatnya lentur dalam menjalin kerja sama dengan negara manapun, tanpa harus terbelenggu dengan sikap AS atau negara sekutu lainnya.

Bagaimana hubungan Italia dengan Indonesia? Hubungan diplomatik kedua negara sudah terjalin di fase awal kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 29 Desember 1949, yang ditandai dengan pengakuan Italia atas kemerdekaaan Indonesia. Dengan demikian, hingga kini kerja sama Indonesia-Italia sudah menginjak usia 70 tahun lebih.

Sejak awal, Italia menunjukkan keseriusan dalam menjalani hubungan baik dengan Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan kala Roma mengundang Presiden Soekarno berkunjung pada 1955. Seperti pernah dicatat Willem Oltmans dalam Bung Karno Sahabatku (2001) yang bisa diakses lewat Digitale Bibliotheek voor de Nedherlanse Letteren (DBNL), Italia tidak menggubris protes Belanda yang mengundang musuh utamanya saat itu.

Italia tidak peduli dengan sikap koleganya di NATO maupun Komunitas Eropa tersebut. Italia hanya berkepentingan memperkuat hubungan dengan Indonesia, termasuk menjalin hubungan ekonomi dengan menawarkan kapal fregat untuk TNI AL. Di sisi lain Bung Karno saat itu diduga meminta dukungan Italia atas perjuangan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Selama hubungan bilateral terjalin, kerja sama kedua negara berlangsung harmonis. Indonesia melihat Italia sebagai negara yang memiliki posisi penting baik sebagai negara anggota UE dan negara di wilayah Mediterania. Sedangkan Italia melihat Indonesia sebagai pemimpin di kawasan Asia Tenggara. Karena itulah, kerja sama terbangun memiliki potensi besar dan berlangsung secara simbiosis mutualisme.

Dalam bidang ekonomi misalnya, Italia merupakan salah satu mitra penting Indonesia dan merupakan mitra dagang ketiga terbesar Indonesia di UE. Negara tersebut bahkan menjadi importir sawit terbesar di Eropa, hingga mampu mendukung perkembangan industri sawit Tanah Air.

Hubungan Indonesia-Italia kembali ditegaskan kala Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Italia Giorgia Meloni di sela pertemuan G-20 di New Delhi India (10/09/2923). Dalam pertemuan tersebut Jokowi mengapresiasi peningkatan investasi Italia, termasuk pendirian pabrik Piaggio di Indonesia, dan meminta dukungan Italia keanggotaan Indonesia di Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Di bidang pertahanan, berdasarkan rilis https://kemlu.go.id., Indonesia dan Italia memiliki serangkaian kerja sama. Kerja sama dimaksud di antaranya Joint Defence Cooperation Committee (JDCC) Indonesia-Italia. Forum tersebut sangat penting dan memberikan banyak keuntungan untuk meningkatkan kerja sama pertahanan, termasuk di bidang industri pertahanan.

Untuk diketahui, JDCC yang dimulai pada 2016 adalah komite pertahanan bersama dengan pertemuan rutin setiap dua tahun, berdasarkan pengaturan teknis antara Kementerian Pertahanan RI dengan Kementerian Pertahanan Republik Italia.

baca juga: Memadu Budaya Italia dan Indonesia, Vespa Batik Nongol di Museum Batik Indonesia

Pada akhir 2022 lalu, Menhan Prabowo Subianto dan Menhan Italia Guido Crosetto telah meneguhkan hubungan Indonesia-Italia sebagai negara bersahabat satu sama lain, dan telah lama saling membangun kerja sama di bidang pertahanan dalam kerangka bilateral, seperti dilakukan lewat JDCC. Dan peningkatkan kerja sama pertahanan, khususnya ToT industri pertahanan Italia dengan industri pertahanan Indonesia dan modernisasi alutsista, menjadi salah satu utama pembicaraan mereka.

Akses Alutsista Canggih

Forum JDCC Indonesia-Italia telah membangun kepercayaan antarkedua negara untuk terus meningkatkan kerja sama pertahanan, termasuk mendukung modernisasi alutsista dan industri pertahanan Indonesia. Dalam konteks itulah, Indonesia bisa disebut sebagai prioritas Italia untuk menawarkan kapal perang maupun alutsista tercanggihnya.

Dalam perspektif Indonesia, kecanggihan FREMM kelas Bergamini dan PPA kelas Thaon Di Revel -plus kemampuan Italia melayani rapid acquisition- menjadi alasan rasional Indonesia mengambil kapal perang dari negeri tersebut. Bandingkan dengan pembangunan kapal Fregat Merah Putih di PT PAL yang membutuhkan waktu sekitar 5 tahunan.

Dengan membeli kapal perang Italia, Indonesia bisa mendapat akses memperoleh alutsista canggih seperti sistem rudal arhanud SAAM Aster 15. Rudal inilah yang menjadi jagoan Italia -juga Prancis- untuk disematkan kapal Charles De Gaulle Prancis dan kapal induk Conte Di Cavour Italia. Rudal sama juga menjadi tulang punggung FREMM, Formidable, Type 45 Destroyer, Horizon class.

Untuk negara lain, rudal jenis tersebut hanya digunakan oleh negara yang membeli kapal perang dari dua negeri tersebut, termasuk Singapura dengan Formidabel-nya. Dengan mengakuisisi PPA kelas Thaon Di Revel, Indonesia akan menjadi negara kedua di ASEAN yang memiliki jenis rudal tersebut.

Selain produk kapal perang, Italia dan Indonesia tercatat telah melakukan transaksi sejumlah alutsista, di antaranya disertai ToT. Transaksi dimaksud antara lain Leonardo RAT 31 DL/M. Radar baru pelacak rudal nuklir buatan perusahaan asal Italia Leonardo SpA tersebut telah dikirim pada awal 2023 lalu. Kontrak tersebut mencakup kerja sama dengan perusahaan BUMN domestik, yakni PT LEN.

Kerja sama industri pertahanan Indonesia-Italia juga melibatkan perusahaan swasta. Di antaranya dilakukan Drass Galeazzi Srl. Perusahaan tersebut telah menandatangani MoU dengan PTRepublik Palindo, anak usaha Republikorp asal Batam, untuk joint production produksi kapal selam DG 550 kelas Midget dan autonomous attack submarine.

Kehadiran kapal PPA, radar Leonardo RAT 31 DL/M, kapal selam DG 550 kelas Midget dan Autonomous Attack Submarine, dan ke depan ditambah FREMM atau jenis alutsista modern lain dari Italia tentu akan sangat membantu Indonesia untuk meningkatkan kualitas pertahanan. Ke depan, dengan kerja sama yang diikuti ToT, akan bisa membantu Indonesia mewujudkan kemandirian alutsista.

Bila melihat jalinan kerja sama yang terbangun berpuluh tahun berikut implementasi komitmen kerja sama, maka hubungan Indonesia-Italia terbilang kuat dan sudah teruji waktu. Kondisi demikian dibutuhkan untuk melihat apakah akuisisi alutsista mahal tidak bakal menimbulkan kerugian bagi Indonesia ke depan, termasuk kemungkinan adanya embargo yang menjadi trauma negeri ini.

baca juga: Produsen Sepeda Handmade Asal Italia Basso Ramaikan Persaingan di Indonesia

Optimisme ini juga didukung kemandirian industri alutsista Italia yang cukup matang. Apalagi kebanyakan kerja sama riset dan pengembangan alutsista Italia dilakukan dengan Prancis - seperti pengembangan FREMM dan Rudal Aster, yang juga memiliki hubungan diplomatik kuat dengan Indonesia dan memiliki pandangan politik luar negeri independen.

Piranti penting yang dibenamkan pada PPA maupun FREMM pun hampir semuanya produksi nasionalnya, seperti bagian electronic warfare-decoys dan persenjataan. Dengan begitu, Italia tidak memiliki ketergantungan dengan industri pertahanan luar negeri yang berpontensi mengganggu kerja sama pertahanan Italia.

Sikap politik Italia yang mengedepankan kepentingan nasional ketimbang terkungkung dengan kepentingan negara sekutu -baik AS maupun UE- seperti ditunjukkan saat meneken kerja sama BRI dengan China, juga bisa menggaransi kuatnya kerja sama pertahanan dan industri alutsista dengan Indonesia.

Dengan memahami realitas tersebut, maka transaksi alutsista dengan Italia bisa dianggap sebagai pragmatisme karena murni kepentingan bisnis. Tapi di sisi lain, kondisi tersebut juga mencerminkan sisi idealis karena kerja sama pertahanan dan industri pertahanan Indonesia-Italia telah memiliki fondasi kuat, dan memiliki potensi besar untuk berkembang dan saling menguntungkan di masa mendatang. (*)
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1454 seconds (0.1#10.140)