Pandangan Pakar Hukum Romli Atmasasmita Soal KPK di Era Firli Cs

Jum'at, 01 Mei 2020 - 16:03 WIB
loading...
Pandangan Pakar Hukum...
Pakar Hukum Pidana Prof Romli Atmasasmita menilai, pimpinan KPK jilid V Firli Bahuri Cs mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam tetapkan tersangka. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Prof Romli Atmasasmita menilai, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid V Firli Bahuri Cs mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam menetapkan tersangka terlebih dahulu oleh penyidik, kemudian baru diumumkan ke publik dalam konfrensi pers.

Berbeda halnya menurut Romli, pimpinan KPK jilid III di masa Abraham Samad (AS) yang keliru menerapkan dan menterjemahkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam melaksanakan tugas-tugas penindakan.

Hal tersebut disampaikan Romli dalam rangka menanggapi pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menuding pimpinan melanggar UU KPK karena dianggap tidak akuntabel dan transparansi bahwa penetapan tersangka oleh KPK saat ini berbeda dengan yang sebelumnya.

(Baca juga: Mantan Ketua MK Dukung Uji Materi Perppu 1/2020)

Jika sebelumnya tersangka diumumkan terlebih dahulu ke publik, baru ditangkap. Namun saat ini, ditangkap terlebih dahulu, baru diumumkan status tersangka. "KPK jilid III AS cs keliru menerjemahkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. KPK jilid V kepemimpinan Firli cs mengedepankan akuntabilitas kemudian transparansi," kata Romli saat dihubungi di Jakarta, Kamis (30/4/2020).

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran ini mengatakan kepemimpinan Firli Bahuri telah menerapkan prinsip perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka melalui proses pemeriksaan untuk memperoleh dua alat bukti yang cukup. Hal itu untuk menjaga harkat dan martabat seseorang.

Sebab dikatakan Romli, dalam Undang-undang (UU) KPK Nomor 19 Tahun 2019 menyatakan bahwa, salah satu tugas KPK adalah perlindungan HAM. "Dua dari lima prinsip KPK yang harus diterapkan (Firli Cs) sejalan dengan prinsip pemuliaan dan perlindungan HAM," ujar Romli.

Sementara lanjut dia, kerja-kerja senyap sesuai UU KPK yang merupakan tindakan hukum yang bersifat Pro Justitia yang bersifat rahasia. "Penangkapan atau OTT (operasi tangkap tangan) merupakan tindakan hukum yang masuk kedalam Pro Justitia dan bersifat rahasia. Bukan untuk konsumsi publik, termasuk media dalam konfrensi pers," ucap Romli.

Romli yang merupakan salah satu perumus UU KPK lama sekaligus pendiri ini menjelaskan bahwa UU lembaga anti rasuah hasil revisi memberikan perubahan ideologi pemberantasan korupsi dari penghukuman dan pemiskinan menjadi pemuliaan dan perlindungan HAM.

"Perubahan UU KPK tahun 2019 dari UU KPK Nomor 30 Tahun 2002, justru terletak pada perubahan ideologi pemberantasan korupsi dari penghukuman dan pemiskinan koruptor kepada pemuliaan dan perlindungan HAM tersangka atau terdakwa serta asset recovery selain penjeraan," tuturnya.

Oleh karena itu, lanjut Romli, berdasarkan perubahan cara dan tujuan tersebut, maka kerja-kerja KPK memang harus senyap, tetapi efisien dan efektif serta HAM seorang tersangka tetap terjaga dengan baik. "Dengan demikian terdapat keseimbangan antara sanksi sosial dan sanksi hukum," sambungnya.

Selain itu soal pimpinan KPK yang menghadirkan tersangka dalam konfrensi pers, menurut Romli, hal itu tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun diatur dalam UU KPK yang baru tahun 2019 pasal 6 yang intinya terkait prinsip asas praduga tak bersalah. Jadi harus menerapkan pencegahan dibandingkan penindakan.

"Di dalam KUHAP menghadirkan tersangka dalam konfrensi pers tidak diatur, akan tetapi dalam melaksanakan tugas KPK didalam Pasal 6, tidak dihadirkan tersangka merupakan keharusan yang sejalan dengan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence). Khusus Pasal 6 yang heavy prevention daripada represif," paparnya.

Lebih lanjut Romli menilai, KPK dibawah kepemimpinan Firli Bahuri sudah sesuai dengan filosofi dan tujuan didirikan lembaga pemberantasan korupsi yang berdasarkan UU KPK yang baru tahun 2019 dan KUHAP serta UU HAM.

"Kepemimpinan Firli cs sesuai dengan filosofi dan tujuan yang telah saya uraikan di atas, yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai UU KPK, KUHAP dan UU HAM untuk menempatkan KPK sebagai lembaga hukum yang dihormati, baik nasional maupun Internasional, khusus konvenan Internasional HAM," tuturnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1541 seconds (0.1#10.140)