Legislator PKS: Negara Harus Hadir Pikirkan Teknis Pembiayaan Pendidikan Tinggi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Fahmy Alaydroes menilai pembahasan terkait keluhan melonjaknya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) harus berpijak pada ideologi bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Ia mengingatkan keberadaan Sila ke-5.
"Tentunya kita harus berpijak pada ideologi bangsa kita yaitu Pancasila. Di sila kelima jelas Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ini harus menjadi pijakan utama ketika kita membahas masalah UKT ini," tegas Fahmy dalam keterangan tertulis yang dikutip, Minggu (26/5/2024).
Selain Pancasila, Fahmy menilai amanat konstitusi juga bisa dijadikan pijakan dalam menentukan biaya UKT. Dalam amanat konstitusi, kata Fahmy, jelas sekali tujuan berbangsa dan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Lalu kita masuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yaitu Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi. Pada undang-undang tersebut di pasal menimbang, itu jelas disebutkan dalam poin B bahwa sesungguhnya perguruan tinggi atau pendidikan tinggi itu adalah lembaga strategis dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,” katanya.
Kendati demikian, Fahmy mengatakan, tidak bisa tidak semuanya harus menjadikan pendidikan tinggi suatu hal yang sangat krusial dan penting bila bangsa ingin maju, beradab, dan cerdas. Menurutnya, pendidikan wajib 12 tahun belum mampu mencerdaskan rakyat.
“Kalau kita hanya berpijak pada pendidikan dasar dan menengah, hanya kewajiban belajar 12 tahun, belum mampu menjadikan bangsa kita cerdas. Lulusan SMP dan SMA ini masih belum bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara kita di mata dunia,” ujarnya.
Dengan begitu, kata Fahmy, pemerintah dan semua pihak harus benar-benar memberikan perhatian yang serius terhadap peluang dan kesempatan bagi semua anak bangsa untuk mengenyam pendidikan tinggi.
“Kalau semua sudah clear, maka semua hal yang terkait dengan masalah pembiayaan pada perguruan tinggi, itu garda terdepannya harus negara. Negara itu harus mampu memikirkan teknis pembiayaan. Pemerintah tidak boleh berlepas tangan dan tidak boleh menyerahkan semua pembiayaan pada perguruan tinggi,” pungkasnya.
"Tentunya kita harus berpijak pada ideologi bangsa kita yaitu Pancasila. Di sila kelima jelas Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ini harus menjadi pijakan utama ketika kita membahas masalah UKT ini," tegas Fahmy dalam keterangan tertulis yang dikutip, Minggu (26/5/2024).
Selain Pancasila, Fahmy menilai amanat konstitusi juga bisa dijadikan pijakan dalam menentukan biaya UKT. Dalam amanat konstitusi, kata Fahmy, jelas sekali tujuan berbangsa dan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Lalu kita masuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yaitu Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi. Pada undang-undang tersebut di pasal menimbang, itu jelas disebutkan dalam poin B bahwa sesungguhnya perguruan tinggi atau pendidikan tinggi itu adalah lembaga strategis dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,” katanya.
Kendati demikian, Fahmy mengatakan, tidak bisa tidak semuanya harus menjadikan pendidikan tinggi suatu hal yang sangat krusial dan penting bila bangsa ingin maju, beradab, dan cerdas. Menurutnya, pendidikan wajib 12 tahun belum mampu mencerdaskan rakyat.
“Kalau kita hanya berpijak pada pendidikan dasar dan menengah, hanya kewajiban belajar 12 tahun, belum mampu menjadikan bangsa kita cerdas. Lulusan SMP dan SMA ini masih belum bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara kita di mata dunia,” ujarnya.
Dengan begitu, kata Fahmy, pemerintah dan semua pihak harus benar-benar memberikan perhatian yang serius terhadap peluang dan kesempatan bagi semua anak bangsa untuk mengenyam pendidikan tinggi.
“Kalau semua sudah clear, maka semua hal yang terkait dengan masalah pembiayaan pada perguruan tinggi, itu garda terdepannya harus negara. Negara itu harus mampu memikirkan teknis pembiayaan. Pemerintah tidak boleh berlepas tangan dan tidak boleh menyerahkan semua pembiayaan pada perguruan tinggi,” pungkasnya.
(rca)