Hasil Seleksi, 30% Pelamar PPPK Tak Capai Passing Grade

Rabu, 27 Februari 2019 - 07:46 WIB
Hasil Seleksi, 30% Pelamar PPPK Tak Capai Passing Grade
Hasil Seleksi, 30% Pelamar PPPK Tak Capai Passing Grade
A A A
JAKARTA - Sekitar 30% pelamar pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) tidak mencapai passing grade atau ambang batas yang ditetapkan dalam seleksi. Pada tahap pertama rekrutmen PPPK ini ada 73.381 pelamar yang ikut seleksi.

Pemerintah pada 23-24 Februari lalu telah menyelenggarakan tes kompetensi dan wawancara calon PPPK. “Kira-kira 30% yang di bawah passing grade,” kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana, di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Bima mengaku belum mengetahui secara pasti jumlah peserta yang lolos passing grade dan tidak.

Pasalnya data-data hasil seleksi baru saja masuk, yang selanjutnya akan dibahas dalam rapat panitia seleksi nasional (panselnas) PPPK. “Sudah ada hasilnya. Cuma kan ini orang kan yang sudah bekerja di pemerintahan. Jadi bagaimana treatment kepada mereka. Ada beberapa afirmasi kebijakan yang harus dilakukan atau tidak. Nah itu akan didiskusikan di panselnas,” tuturnya.

Mengenai kemungkinan adanya kebijakan khusus sebagaimana seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018 lalu, Bima belum dapat memastikannya. Namun dia mengatakan ada hal-hal lain yang mungkin akan dipertimbangkan. “Makanya kan kita belum menghitung soal sertifikasi, ataupun standar-standar lain yang belum dimasukan. Misalnya dia tidak lolos passing grade tapi punya sertifikasi, apakah akan ditambah skornya? Nah itu akan dibahas,” tuturnya.

Selain itu juga, Bima menilai bahwa hal ini akan dibahas lebih mendalam dengan instansi yang membuka rekrutmen. Menurutnya pemerintah akan mengkaji secara ketat berkaitan dengan seleksi PPPK. Dia mengatakan hasil seleksi akan diumumkan sebelum pemilu April mendatang.

“Makanya harus didiskusikan dengan ketat. Misalnya dengan Kemendikbud, apakah akan diangkut atau tidak. Karena bagaimana kualitas pendidikan ke depan kalau semua diangkut. Jadi menurut saya ada cutting off point atau memilah dengan beberapa kriteria,” paparnya.

Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan bahwa kapasitas dan kompetensi harus tetap diperhatikan. Meski begitu dia menilai pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan afirmasi. “Jadi kan balik lagi, honorer kan afirmasi. Sehingga memang dalam rekrutmen berbeda dari yang biasa,” katanya.

Dia mengatakan sebenarnya para tenaga honorer pun punya kemampuan. Hal ini mengingat sudah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun. “Kalau ditanya, mereka kan memang punya kemampuan tapi belum diangkat. Kalau buat saya sertifikasi misalnya bisa menjadi salah satu penilaian. Bagi yang belum sertifikasi maka pihak lain melakukan ujian kompetensi terlebih dahulu,” ungkapnya.

Sebelumnya, Forum Honorer Kategori Dua (K2) Indonesia (FHK2I) mengungkapkan masih banyak honorer yang sulit mencapai passing grade yang ditetapkan untuk PPPK. Penyebabnya bukan karena tidak mampu menjawab, tapi lebih karena persoalan teknis. “Seperti di Banjarnegara, untuk guru yang ikut seleksi jumlahnya 513 orang. Dari laporan yang masuk ada 90-an yang tidak lolos passing grade. Itu belum semua lapor,” kata Ketua FHK2I Titi Purwaningsih.

Menurut Titi, kendala teknis menjadi salah satu alasan banyaknya honorer K2 yang sulit mencapai passing grade. Banyak guru honorer yang tidak menguasai teknologi informatika (TI), bahkan ada yang kesulitan menggunakan komputer. “Banyak yang usianya di atas 50 tahun. Jadi kurang familiar menggunakan komputer,” ujarnya.

Nilai ambang batas untuk kompetensi teknis, manajerial, serta sosial kultural paling rendah 65. Selanjutnya nilai kompetensi teknis paling rendah 42. Lalu ambang batas wawancara berbasis komputer paling rendah 15. Banyak pelamar yang sibuk menyesuaikan diri dengan TI dan komputer, sehingga kehabisan waktu. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah jika serius ingin menyelesaikan masalah tenaga honorer.

“Ketika mengerjakan ujian belum bisa memahami dan waktu tidak terkejar. Akhirnya kehabisan waktu. Ada yang sekali membaca langsung dijawab. Lalu ada yang sibuk sibuk menggeser kursor. Bagi yang tidak bisa IT, ini kan kendala. Maksud saya itu harusnya disesuaikan dengan kapasitas honorer,” ungkapnya.

Karena itu, Titi mengharapkan ada penyusaian passing grade PPPK. Sehingga ada kesempatan bagi tenaga honorer yang tidak lolos passing grade. “Wong pas seleksi CPNS pemerintah gampang melakukan penyesuaian passing grade karena banyak yang tidak lolos. Harusnya untuk honorer juga bisa,” paparnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7442 seconds (0.1#10.140)