Dosen Hukum UI Ungkap Kasus yang Terjadi di BUMN Berujung Terjerat Korupsi

Rabu, 22 Mei 2024 - 17:08 WIB
loading...
Dosen Hukum UI Ungkap Kasus yang Terjadi di BUMN Berujung Terjerat Korupsi
Terdapat berbagai faktor yang menentukan kerugian korporasi, bukan hanya semata-mata kesalahan strategi. Jika direksi terkena hukuman karena kesalahan keputusan bisnis, maka semakin banyak direksi perusahaan terseret kasus pidana. Foto: Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Fully Handayani Ridwan mengungkap kasus yang terjadi di BUMN seperti PT Pertamina yang berujung direktur utamanya menjadi tersangka dugaan korupsi. Bahkan, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sampai heran dengan penetapan pidana dalam kesalahan strategi bisnis.

Karena itu, tidak heran BUMN tersebut mengalami kerugian. Menurut Fully, ada berbagai faktor yang menentukan kerugian korporasi, bukan hanya semata-mata kesalahan strategi.



"Direksi boleh mengambil keputusan karena korporasi ada tiga bagian yakni direksi, komisaris, dan pemegang saham. Sepanjang direksi diketahui dan disetujui oleh dua organ lainnya, maka itu bukan pidana jika melihat dari sisi hukum korporasi atau perseroan terbatas," ujar Fully, Rabu (22/5/2024).

Jika direksi terkena hukuman karena kesalahan dalam keputusan bisnisnya, maka bakal semakin banyak direksi perusahaan yang terseret kasus pidana. Padahal, dalam Business Judgement Rules (BJR) menyebutkan kesalahan dalam berbisnis bisa terjadi tanpa adanya niat untuk memperkaya diri.

"Sepanjang direksi mengambil keputusan disetujui komisaris dan pemegang saham, maka tindakannya nggak bisa dipidana. Lain halnya jika direksi melakukan korupsi penggelapan itu pidana, tapi kalau keperluan dengan perseroan tanggung jawab bersama-sama pemegang saham, direksi dan komisaris," katanya.

Karena itu, penegak hukum tidak bisa serta merta menerapkan pidana pada kasus BJR, terutama setelah adanya surat edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2020. Aturan itu juga mengatur UU Perseroan Terbatas (PT).

"Ada di UU PT tersirat memang tidak secara tegas disampaikan direksi punya tanggung jawab sebesar apa yang dilakukan, tapi BJR baru ada di Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 10/2020," ujar Fully.

Selain kasus dugaan korupsi Pertamina, dalam beberapa waktu terakhir telah terjadi pemidanaan beberapa orang yang dianggap gagal dalam keputusan bisnis. Pada 2023 lalu, majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah menetapkan putusan vonis dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/minyak sawit mentah) dan turunannya pada Januari 2021 hingga Maret 2022.

Yang terbaru, BJR juga menimpa BJR PT Timah yang menjalin kerja sama dengan swasta tahun 2018-2020. Kerja sama ini mencapai target yaitu meningkatkan produksi PT Timah sehingga pada 2019 memecahkan rekor produksi tertinggi selama beberapa dekade yakni 82.460 ton bijih timah dan 76.839 metrik ton logam timah.

Setelah tidak melakukan kerja sama lagi dengan swasta yaitu tahun 2021, 2022, 2023, malah produksi semakin menurun. Kejagung pun telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus dugaan korupsi komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Hingga saat ini, total tersangka menjadi 21 orang.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1719 seconds (0.1#10.140)
pixels