Tak Pecat PNS Koruptor, Sekda Terancam Sanksi

Selasa, 29 Januari 2019 - 10:57 WIB
Tak Pecat PNS Koruptor, Sekda Terancam Sanksi
Tak Pecat PNS Koruptor, Sekda Terancam Sanksi
A A A
JAKARTA - Lambannya pemberhentian terhadap pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat tindak pidana korupsi dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) direspons Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan langkah tegas.

Para sekretaris daerah (sekda) terancam sanksi dari pemerintah pusat jika tidak segera memecat PNS koruptor tersebut. Kebijakan ini menanggapi kritikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyesalkan lambatnya proses pemberhentian PNS koruptor. Seperti diketahui, pemerintah menargetkan agar pemberhentian terhadap 2.357 PNS koruptor paling lambat Desember 2018.

“Kalau tidak diberhentikan, saya kasih sanksi nanti. Sanksi peringatan di sekda itu. Kita harus kasih sanksi karena menegakkan hukum. Melaksanakan itu (memecat PNS tipikor) kan melaksanakan putusan pengadilan,” kata Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto kemarin.

Sigit tidak menjelaskan secara detail sanksi apa yang akan diterapkan. Namun, dia memastikan sanksi akan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. “Ya, mungkin pertama diperingatkan secara tertulis dulu. Sesuai dengan peraturan lah kira-kira,” ungkapnya.

Dia mengatakan bahwa Kemendagri akan kembali melakukan pertemuan dengan Kementerian Pendayagunaan Apa ratur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk membahas hal ini. Menurut dia, pertemuan ini kemungkinan akan kembali membahas target pemberhentian dan sejumlah isu lainnya.

“(Kita cek) masalahnya apa? Nanti kami bantu. Nanti kita ke Kemenpan-RB, BKN, dan koordinasi dengan pemda. Kalau sekda tidak mau, kita bisa suruh buat berita acara. Nanti kita kasih tindakan agar tidak berlama-lama,” tegasnya.

Menurutnya, Kemendagri terus mendorong daerah agar pemberhentian terhadap PNS koruptor dapat segera dilakukan. Dia menilai banyak hal yang melatarbelakangi lambannya pemberhentian PNS koruptor tersebut. Salah satunya adalah banyak sekda merasa ragu.

“Masalahnya sekda itu tidak enak karena itu saudara atau sudah pindah ke SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) lain. Kemudian sudah itu temannya atau alasan lainnya. Saya bilang tidak ada alasan. Saya dari Kemendagri belain kok. Kalau kamu digugat, kita bantu,” ujarnya.

Sebelumnya berdasarkan laporan dari BKN, dari 2.357 PNS koruptor belum tuntas. Menurut Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan, dari jumlah 2.357 tersebut, hingga 14 Januari 2019 baru 393 PNS yang sudah diberhentikan tetap. Ridwan menyebut bahwa kepada 393 PNS tersebut sudah ditetapkan surat keputusan pem berhentian tidak dengan hormat (SK PTDH) sebagai PNS oleh masing-masing pejabat pembina kepegawaian (PPK).

“Dari 393 PNS yang sudah ditetapkan SK PTDH tersebut, 42 orang berasal dari instansi pusat. Lalu, 351 lainnya berasal dari instansi daerah,” katanya.

Selain data 2.357 PNS koruptor, terdapat data tambahan baru PNS koruptor yang sudah berkuatan hukum tetap, yakni PNS-PNS tersebut sudah diberhentikan secara tetap.

“Di luar data 2.357 itu, hingga 14 Januari 2019 terdapat pula 498 PNS yang sudah ditetapkan SK PTDH karena kasus korupsi. Dari 498 PNS, 57 berasal dari instansi pusat dan 441 lainnya berasal dari instansi daerah, sehingga dari keseluruhan data tersebut hingga 14 Januari 2019 terdapat 891 PNS kasus korupsi yang sudah ditetapkan SK PTDH-nya,” tandasnya.

Adapun KPK kecewa dengan rendahnya komitmen pemecatan PNS yang terlibat korupsi. Rendahnya komitmen pemecatan PNS koruptor disebabkan mulai dari keengganan, keraguan, atau penyebab lain para PPK dan beredarnya surat dari LBH Korpri yang meminta menunda pemberhentian para PNS tersebut.

“KPK sangat menyayangkan rendahnya komitmen PPK baik di pusat ataupun daerah untuk mematuhi perundangan berlaku tersebut,” ujar Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Jakarta kemarin. (Dita Angga)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6642 seconds (0.1#10.140)