Imbau Warga Tak Tergoda Tawaran Visa Non-Haji, Kemenag: Bisa Dideportasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau kepada masyarakat tidak tergoda atau tertipu dengan tawaran berangkat haji dengan menggunakan visa non-haji. Ancamannya jemaah bisa dideportasi.
Juru bicara Kementerian Agama Anna Hasbie mengatakan, kuota haji Indonesia telah terpenuhi sejak pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1445 H/2024 M pada April 2024.
“Jemaah agar berhati-hati terhadap tawaran berangkat dengan visa non-haji. Saat ini, kuota haji Indonesia sudah terpenuhi. Jemaah jangan tergiur hingga tertipu tawaran berangkat dengan visa non-haji," ujar Anna, Senin (6/5/2024).
Saat ini, banyak tawaran berangkat tanpa visa haji baik mengatasnamakan visa petugas haji, visa ummal, visa ziarah, hingga multiple.
Untuk tahun ini, kuota haji Indonesia sebanyak 221.000 jemaah. Indonesia juga mendapatkan tambahan kuota sebanyak 20 ribu sehingga total kuota bagi Indonesia sebanyak 241 ribu jemaah.
“Yang terdiri atas 213.320 kuota jemaah haji reguler dan 27.680 kuota jemaah haji khusus,” sebutnya.
Warga Indonesia yang mendapat undangan visa haji mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi juga wajib melapor ke Menteri Agama.
"Saudi tahun ini semakin memperketat aturan visa haji. Mereka sudah menyampaikan kepada kita terkait potensi penyalahgunaan penggunaan visa non-haji tahun ini. Mereka akan terapkan aturan secara ketat dan akan ada pemeriksaan intensif dari otoritas Saudi," ungkapnya.
Saat ini, tengah dilakukan proses penerbitan visa jemaah. Sampai akhir pekan lalu, lebih dari 195 ribu visa jemaah haji reguler sudah terbit.
Dia mengatakan jemaah haji reguler akan mulai berangkat ke Arab Saudi pada 12 Mei 2024. Sementara jemaah haji khusus akan mulai terbang ke Tanah Suci pada 23 Mei 2024.
"Kami memahami antusiasme masyarakat untuk beribadah haji. Tapi, publik juga jangan sampai tertipu oleh oknum yang ingin memanfaatkan kesempatan dengan menjanjikan keberangkatan dengan visa non-haji. Tahun lalu, banyak kasus jemaah yang akhirnya dideportasi setibanya di Arab Saudi," kata Anna.
"Kementerian Haji dan Umrah Saudi mengajak Kemenag bekerja sama lebih erat, detail, dan komprehensif untuk menjaga jangan sampai ada korban jemaah yang dirugikan," lanjutnya.
Anna kembali mengingatkan risiko yang ditanggung besar apabila berangkat haji tidak mengikuti aturan yang ada.
"Ingat, risiko yang ditanggung besar. Selain tidak bisa beribadah haji dan adanya kerugian materi, jika sampai dideportasi, jemaah tidak bisa masuk ke Saudi hingga 10 tahun ke depan. Jadi, selain tidak bisa berhaji, juga tidak bisa umrah selama 10 tahun," ujarnya.
Juru bicara Kementerian Agama Anna Hasbie mengatakan, kuota haji Indonesia telah terpenuhi sejak pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1445 H/2024 M pada April 2024.
“Jemaah agar berhati-hati terhadap tawaran berangkat dengan visa non-haji. Saat ini, kuota haji Indonesia sudah terpenuhi. Jemaah jangan tergiur hingga tertipu tawaran berangkat dengan visa non-haji," ujar Anna, Senin (6/5/2024).
Saat ini, banyak tawaran berangkat tanpa visa haji baik mengatasnamakan visa petugas haji, visa ummal, visa ziarah, hingga multiple.
Untuk tahun ini, kuota haji Indonesia sebanyak 221.000 jemaah. Indonesia juga mendapatkan tambahan kuota sebanyak 20 ribu sehingga total kuota bagi Indonesia sebanyak 241 ribu jemaah.
“Yang terdiri atas 213.320 kuota jemaah haji reguler dan 27.680 kuota jemaah haji khusus,” sebutnya.
Warga Indonesia yang mendapat undangan visa haji mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi juga wajib melapor ke Menteri Agama.
"Saudi tahun ini semakin memperketat aturan visa haji. Mereka sudah menyampaikan kepada kita terkait potensi penyalahgunaan penggunaan visa non-haji tahun ini. Mereka akan terapkan aturan secara ketat dan akan ada pemeriksaan intensif dari otoritas Saudi," ungkapnya.
Saat ini, tengah dilakukan proses penerbitan visa jemaah. Sampai akhir pekan lalu, lebih dari 195 ribu visa jemaah haji reguler sudah terbit.
Dia mengatakan jemaah haji reguler akan mulai berangkat ke Arab Saudi pada 12 Mei 2024. Sementara jemaah haji khusus akan mulai terbang ke Tanah Suci pada 23 Mei 2024.
"Kami memahami antusiasme masyarakat untuk beribadah haji. Tapi, publik juga jangan sampai tertipu oleh oknum yang ingin memanfaatkan kesempatan dengan menjanjikan keberangkatan dengan visa non-haji. Tahun lalu, banyak kasus jemaah yang akhirnya dideportasi setibanya di Arab Saudi," kata Anna.
"Kementerian Haji dan Umrah Saudi mengajak Kemenag bekerja sama lebih erat, detail, dan komprehensif untuk menjaga jangan sampai ada korban jemaah yang dirugikan," lanjutnya.
Anna kembali mengingatkan risiko yang ditanggung besar apabila berangkat haji tidak mengikuti aturan yang ada.
"Ingat, risiko yang ditanggung besar. Selain tidak bisa beribadah haji dan adanya kerugian materi, jika sampai dideportasi, jemaah tidak bisa masuk ke Saudi hingga 10 tahun ke depan. Jadi, selain tidak bisa berhaji, juga tidak bisa umrah selama 10 tahun," ujarnya.
(jon)