DPR Dorong Izin Obat COVID-19 Temuan Unair, BIN dan TNI Dipercepat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) didorong untuk memberikan izin produksi dan edar terkait kombinasi obat COVID-19 temuan tim gabungan Universitas Airlangga (Unair), Badan Intelijen Negara (BIN), dan TNI Angkatan Darat (AD). Anggota Komisi IX DPR, Yahya Zaini menyambut baik sekaligus bangga atas temuan tim gabungan Unair, BIN, dan TNI AD itu.
"Komisi IX selalu mendorong supaya BPOM mempercepat proses, terutama terkait penemuan-penemuan untuk pengobatan COVID-19, baik obat terkait Unair ini maupun herbal," ujar Yahya Zaini dihubungi wartawan, Jakarta, Senin (17/8/2020). (Baca juga: Langgar Prosedur, Ahli Epidemiologi UI Ragukan Obat COVID-19 Unair)
Politikus Partai Golkar ini berpendapat, izin produksi dan edar dari BPOM biasanya dikeluarkan 20 hari setelah diajukan, namun diharapkan dipercepat karena obat itu dibutuhkan masyarakat saat ini. "Dengan adanya obat ini kan dapat diharapkan dapat menekan angka kematian. Jadi saya, akan menemui langsung Kepala BPOM untuk meminta izin dapat dikeluarkan," tuturnya.
Kerja tim gabungan yang telah menemukan kombinasi obat racikan dan telah melalui berbagai tahapan dengan waktu kurang lebih 6-7 bulan itu pun diapresiasinya. "Saya ikut dari awal proses ini, waktu mengajukan izin uji klinis ketiga, saya ikut mendorong dan meminta BPOM supaya dipercepat dan akhirnya dua minggu sudah keluar izinnya," tutur Yahya.
"Uji klinisnya cepat karena kerjasama dengab TNI AD, satu klaster barunya itu Secapa AD di Bandung. Jadi syaratnya 600 orang, ternyata lebih 700 orang yang sudah mengikuti uji klinis tahap ketiga," sambungnya.
Sekadar diketahui sebelumnya, Rektor Universitas Airlangga M Nasih meminta semua pihak mendukung agar obat kombinasi COVID-19 temuan tim gabungan Unair, BIN, TNI AD, dan BPOM bisa segera mendapatkan izin produksi dan izin edar. Nasih menuturkan, walaupun obat itu berasal dari kombinasi berbagai macam obat, namun BPOM menganggapnya sebagai sesuatu yang baru. (Baca juga: Ahli Epidemiologi UI Siap Gugat Obat COVID-19 Unair Jika Terdaftar BPOM)
"Tentu karena ini akan menjadi obat baru maka diharapkan ini akan menjadi obat COVID-19 pertama di dunia," katanya.
"Komisi IX selalu mendorong supaya BPOM mempercepat proses, terutama terkait penemuan-penemuan untuk pengobatan COVID-19, baik obat terkait Unair ini maupun herbal," ujar Yahya Zaini dihubungi wartawan, Jakarta, Senin (17/8/2020). (Baca juga: Langgar Prosedur, Ahli Epidemiologi UI Ragukan Obat COVID-19 Unair)
Politikus Partai Golkar ini berpendapat, izin produksi dan edar dari BPOM biasanya dikeluarkan 20 hari setelah diajukan, namun diharapkan dipercepat karena obat itu dibutuhkan masyarakat saat ini. "Dengan adanya obat ini kan dapat diharapkan dapat menekan angka kematian. Jadi saya, akan menemui langsung Kepala BPOM untuk meminta izin dapat dikeluarkan," tuturnya.
Kerja tim gabungan yang telah menemukan kombinasi obat racikan dan telah melalui berbagai tahapan dengan waktu kurang lebih 6-7 bulan itu pun diapresiasinya. "Saya ikut dari awal proses ini, waktu mengajukan izin uji klinis ketiga, saya ikut mendorong dan meminta BPOM supaya dipercepat dan akhirnya dua minggu sudah keluar izinnya," tutur Yahya.
"Uji klinisnya cepat karena kerjasama dengab TNI AD, satu klaster barunya itu Secapa AD di Bandung. Jadi syaratnya 600 orang, ternyata lebih 700 orang yang sudah mengikuti uji klinis tahap ketiga," sambungnya.
Sekadar diketahui sebelumnya, Rektor Universitas Airlangga M Nasih meminta semua pihak mendukung agar obat kombinasi COVID-19 temuan tim gabungan Unair, BIN, TNI AD, dan BPOM bisa segera mendapatkan izin produksi dan izin edar. Nasih menuturkan, walaupun obat itu berasal dari kombinasi berbagai macam obat, namun BPOM menganggapnya sebagai sesuatu yang baru. (Baca juga: Ahli Epidemiologi UI Siap Gugat Obat COVID-19 Unair Jika Terdaftar BPOM)
"Tentu karena ini akan menjadi obat baru maka diharapkan ini akan menjadi obat COVID-19 pertama di dunia," katanya.
(kri)