Baleg DPR dan Pemerintah Sepakat Pemenang Pilkada Jakarta Harus 50% Plus Satu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat pemenang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ) harus meraih 50%+1 suara. Kesepakatan diambil saat rapat Panja Baleg DPR RI bersama Pemerintah untuk membahas DIM RUU DKJ, Senin (18/3/2024) malam.
Padahal, Pemerintah dan DPR RI sebelumnya telah sepakat merubah format pemenang pilkada DKJ. Adapun usulan sebelumnya yakni, pemenang kandidat yang meraih suara terbanyak saat Pilkada. Dengan demikian, tak ada putaran kedua.
"Kita untuk pemilihan tetap dengan (perolehan suara) 50 (persen) plus satu," kata Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas sambil mengetok palu di Ruang Rapat Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Supratman berkata, ada dua dari sembilan fraksi yang tak setuju dengan format pemenang Pilkada DKJ ditentukan dari perolehan 50 persen plus 1 suara. Kedua frakasi itu ialah Golkar dan PKB.
Fraksi Golkar berpandangan, gubernur dan wakil gubernur terpilih akan legitimasi jika diambil dari suara terbanyak. Pasalnya, p dipilih mayoritas rakyat.
Sedangkan, dari fraksi PKB menilai asas menganut 50 plus satu untuk calon kepala daerah terpilih menimbulkan keruwetan pada sejumlah pilkada.
Sebelumnya, pemerintah dan Baleg DPR menyepakati pilkada DKJ berlangsung hanya satu putaran dengan memperhatikan perolehan suara terbanyak. Hal ini untuk membedakan dari Pilpres lantaran kontestan harus mengantongi suara sebanyak 50 persen plus satu.
Supratman menjelaskan, usulan mekanisme Pilgub DKJ ini berbeda dengan mekanisme pilgub yang diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nantinya, pemenang Pikgub DKJ bukan diukur dari perolehan 50% plus satu suara seperti yang diatur dalam Pasal 11 Ayat (1) UU Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurutnya, pertimbangan itu didasari atas tidak inginya terjadi pembelahan di akar rumput, aspek sosiologis rakyat, hingga membengkaknya anggaran pilkada. Ia pun memberikan kesempatan kepada Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro untuk menjelaskan lebih detail usulan tersebut.
Suhajar pun menjelaskan, perubahan klausul mekanisme pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ mengikuti dengan aturan yang tertera dalam Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
"Jadi mengikuti aturan pemilihan kepala daerah selama ini yaitu UU Pilkada, begitu pula dengan daerah-daerah khusus lainnya. Jadi daerah khusus di Provinsi Aceh, daerah khusus di Provinsi Papua sama dengan berlakunya pilkada. Jadi satu kali pemilihan, pemilik suara terbanyak adalah pemenangnya," terang Suhajar.
Merespon itu, Supratman meminta persetujuan kepada peserta rapat atas usulan Pemerintah terkait penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ. "Setuju ya? Setuju?" kata Supratman sambil disambut seruan setuju oleh peserta rapat.
Padahal, Pemerintah dan DPR RI sebelumnya telah sepakat merubah format pemenang pilkada DKJ. Adapun usulan sebelumnya yakni, pemenang kandidat yang meraih suara terbanyak saat Pilkada. Dengan demikian, tak ada putaran kedua.
"Kita untuk pemilihan tetap dengan (perolehan suara) 50 (persen) plus satu," kata Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas sambil mengetok palu di Ruang Rapat Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Supratman berkata, ada dua dari sembilan fraksi yang tak setuju dengan format pemenang Pilkada DKJ ditentukan dari perolehan 50 persen plus 1 suara. Kedua frakasi itu ialah Golkar dan PKB.
Fraksi Golkar berpandangan, gubernur dan wakil gubernur terpilih akan legitimasi jika diambil dari suara terbanyak. Pasalnya, p dipilih mayoritas rakyat.
Sedangkan, dari fraksi PKB menilai asas menganut 50 plus satu untuk calon kepala daerah terpilih menimbulkan keruwetan pada sejumlah pilkada.
Sebelumnya, pemerintah dan Baleg DPR menyepakati pilkada DKJ berlangsung hanya satu putaran dengan memperhatikan perolehan suara terbanyak. Hal ini untuk membedakan dari Pilpres lantaran kontestan harus mengantongi suara sebanyak 50 persen plus satu.
Supratman menjelaskan, usulan mekanisme Pilgub DKJ ini berbeda dengan mekanisme pilgub yang diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nantinya, pemenang Pikgub DKJ bukan diukur dari perolehan 50% plus satu suara seperti yang diatur dalam Pasal 11 Ayat (1) UU Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurutnya, pertimbangan itu didasari atas tidak inginya terjadi pembelahan di akar rumput, aspek sosiologis rakyat, hingga membengkaknya anggaran pilkada. Ia pun memberikan kesempatan kepada Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro untuk menjelaskan lebih detail usulan tersebut.
Suhajar pun menjelaskan, perubahan klausul mekanisme pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ mengikuti dengan aturan yang tertera dalam Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
"Jadi mengikuti aturan pemilihan kepala daerah selama ini yaitu UU Pilkada, begitu pula dengan daerah-daerah khusus lainnya. Jadi daerah khusus di Provinsi Aceh, daerah khusus di Provinsi Papua sama dengan berlakunya pilkada. Jadi satu kali pemilihan, pemilik suara terbanyak adalah pemenangnya," terang Suhajar.
Merespon itu, Supratman meminta persetujuan kepada peserta rapat atas usulan Pemerintah terkait penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ. "Setuju ya? Setuju?" kata Supratman sambil disambut seruan setuju oleh peserta rapat.
(maf)