Ketua Banggar DPR Said Abdullah: Kenaikan PPN 12% Bebani Rakyat dan Pelaku Usaha

Kamis, 14 Maret 2024 - 15:02 WIB
loading...
Ketua Banggar DPR Said Abdullah: Kenaikan PPN 12% Bebani Rakyat dan Pelaku Usaha
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengatakan, kenaikan PPN 12% membebani rakyat dan pelaku usaha. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2025 menjadi 12%. Rencana Kebijakan itu disampaikan oleh Menteri Koordinasi Perekonomian Airlangga Hartanto beberapa waktu lalu.

Pemerintah menyebut rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% bagian dari upaya reformasi perpajakan dan menaikkan penerimaan perpajakan. Meskipun berencana menaikkan PPN menjadi 12%, Kemenko Perekonomian juga akan tetap memberikan fasilitas PPN kepada sejumlah sektor seperti sejumlah bahan pangan pokok rakyat untuk dibebaskan PPN.

Menanggapi rencana tersebut, Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah mewanti-wanti pemerintah untuk berhati-hati dan membuat kajian yang matang atas rencana kebijakan tersebut. Said mengutarakan rencana kebijakan kenaikan PPN itu memang akan memberi dampak kenaikan pendapatan negara antara Rp350-375 triliun.



Namun demikian juga akan memberi dampak pelambatan pertumbuhan ekonomi nasional 0,12%, dan konsumsi masyarakat akan turun 3,2%, upah minimal akan anjlok, dan pemerintah akan menghadapi banyak risiko ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah memang diberikan kewenangan untuk menaikkan atau menurunkan PPN. Namun dalam hemat saya, pemerintah harus berhati-hati atas rencana kebijakan tersebut.



“Pada 2022 lalu pemerintah telah menaikkan PPN dari 10% menjadi 11%. Dalam waktu tak berselang lama, PPN akan dinaikkan lagi, saya kira ini jalan pintas untuk menaikkan perpajakan, tidak kreartif, bahkan akan berdampak luas dan membebani rakyat,” ujar Said.

Said menambahkan, mandat UU HPP adalah mendorong reformasi perpajakan secara menyeluruh mulai dari pembenahan administrasi data perpajakan, memperluas wajib pajak, termasuk mendorong transformasi shadow economy masuk menjadi ekonomi formal agar bisa terjangkau pajak, termasuk sektor digital yang tumbuh pesat namun selama ini lepas dari jangkau pajak. Kenapa hal hal seperti tidak lebih di utamakan, ketimbang menaikkan PPN.

“Kalau kita bandingkan dengan negara-negara di ASEAN, tarif PPN kita saat ini sebesar 11% saja itu sudah tertinggi nomor dua di ASEAN. Filipina tarif PPN nya tertinggi di ASEAN sebesar 12%, Indonesia 11%, Malaysia, Kamboja, dan Vietnam masing masing 10%, sementara Singapura, Laos dan Thailand mencapai 7%. Kalau tahun depan kita naik 12%, menjadi tertinggi di ASEAN,” imbuh politikus PDI Perjuangan ini.

Atas rencana pemerintah tersebut, Said juga menyoroti tingkat daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih jika dibandingkan dengan periode sebelum 2019, atau sebelum pandemi Covid19.

“Konsumsi rumah tangga pada 2023 memang tumbuh 4,82%, tapi perlu kita ingat, pertumbuhan ini masih lebih rendah dibanding dengan rata rata periode 2011-2019 yang berada di level 5,1%. Kita juga bisa mencermati angka Indeks Pejualan Riil (IPR) antara periode sebelum Covid-19 dengan periode pemulihan sejak dua tahun lalu,” ungkap pria asal Sumenep ini.

Said menyebut, pada 2019 IPR sempat menyentuh 250, dengan angka terendah 220, sementara paska Covid-19, setidaknya di 2023, IPR 2023 rata-rata di bawah 210.

“Prinsipnya, saya meminta pemerintah untuk membuat kajian atas rencana kenaikan PPN ini lebih komprehensif, mempertimbangkan semua aspek, bukan semata-mata keinginan untuk menaikkan pendapatan negara, tetapi menimbang bagaimana kondisi perekonomian kita di 2025, terutama daya beli masyarakat, tingkat inflasi di consumer good, perumahan, transportasi, pendidikan dan kesehatan. Pemerintah harus banyak akal untuk menaikkan pendapatan negara tanpa harus membebani rakyat,” kata Ketua DPP PDI Perjuangan ini.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2228 seconds (0.1#10.140)