Buktikan Dugaan Korupsi Tambang Timah, Pengamat: Harus Berdasarkan Audit BPK, BPKP, KPK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 masih menuai polemik. Salah satu poin yang disoroti adalah kerugian ekologi atau lingkungan sebesar Rp271 triliun.
Nilai kerugian lingkungan itu berdasarkan perhitungan ahli forensik lingkungan IPB dan disebut-sebut masuk kerugian negara. Namun, terjadi perdebatan yang mencuat yakni kerugian lingkungan tidak serta merta dipahami sebagai kerugian negara.
Menyikapi itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad) Nella Sumika Putri mengatakan, dalam konteks tipikor atau pidana korupsi, yang berhak menghitung dan menetapkan kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas permintaan penyidik, bisa Kejagung, Tipikor Bareskrim atau KPK.
Sedangkan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) hanya berwenang melakukan pemeriksaan dan audit. Terkait kerugian negara tetap wewenang konstitusional pada BPK.
“Siapa sih yang berhak menghitung kerugian dalam konteks tindak pidana korupsi? Nah, kalau kewenangan sebenarnya yang boleh menghitung dan menetapkan kerugian negara dalam kasus tipikor yaitu BPK, sedangkan lainnya hanya melakukan audit. Perhitungan itu dengan permintaan dari penyidik,” ujar Nella, Rabu (13/3/2024).
Karena itu, dia mempertanyakan posisi atau status akademisi asal IPB tersebut. Dia bertanya apakah ahli forensik lingkungan bagian dari BPK atau lembaga audit negara seperti BPKP atau bagian penyidik semisal KPK.
Dia mempertimbangkan bila perhitungan kerusakan lingkungan sebagai pintu masuk untuk melihat kerugian negara terkait tindak pidana lingkungan.
“Posisinya beliau dalam konteks yang mana? Apakah bagian dari BPK, BPKP, atau KPK? Saya juga nggak paham apakah dia menggunakan pintu kerusakan lingkungan untuk mencari tipikor atau bagaimana nih, padahal di antara keduanya terdapat rezim tindak pidana khusus yang berbeda,” kata Nella.
Menurut dia, perlunya telaah lebih jauh dan menyeluruh dampak perilaku korup dalam tambang Timah, terutama soal kerugian lingkungan dan kerugian negara.
Nella melihat ada perilaku korup dalam tata kelola yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kerugian keuangan. Karena itu, perlu dibedakan antara tindak pidana lingkungan yang mana karena kerusakan lingkungan yang dimaksud. Sebab, tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara itu harus dipertegas kembali.
"Kerugian perusakan ini murni kerusakan lingkungan atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tindakan korup dalam tata kelola sesuai pidana lingkungan. Ini dua hal yang menurut saya bisa dua hal yang berbeda,” kata Nella.
Nilai kerugian lingkungan itu berdasarkan perhitungan ahli forensik lingkungan IPB dan disebut-sebut masuk kerugian negara. Namun, terjadi perdebatan yang mencuat yakni kerugian lingkungan tidak serta merta dipahami sebagai kerugian negara.
Menyikapi itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad) Nella Sumika Putri mengatakan, dalam konteks tipikor atau pidana korupsi, yang berhak menghitung dan menetapkan kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas permintaan penyidik, bisa Kejagung, Tipikor Bareskrim atau KPK.
Sedangkan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) hanya berwenang melakukan pemeriksaan dan audit. Terkait kerugian negara tetap wewenang konstitusional pada BPK.
“Siapa sih yang berhak menghitung kerugian dalam konteks tindak pidana korupsi? Nah, kalau kewenangan sebenarnya yang boleh menghitung dan menetapkan kerugian negara dalam kasus tipikor yaitu BPK, sedangkan lainnya hanya melakukan audit. Perhitungan itu dengan permintaan dari penyidik,” ujar Nella, Rabu (13/3/2024).
Karena itu, dia mempertanyakan posisi atau status akademisi asal IPB tersebut. Dia bertanya apakah ahli forensik lingkungan bagian dari BPK atau lembaga audit negara seperti BPKP atau bagian penyidik semisal KPK.
Dia mempertimbangkan bila perhitungan kerusakan lingkungan sebagai pintu masuk untuk melihat kerugian negara terkait tindak pidana lingkungan.
“Posisinya beliau dalam konteks yang mana? Apakah bagian dari BPK, BPKP, atau KPK? Saya juga nggak paham apakah dia menggunakan pintu kerusakan lingkungan untuk mencari tipikor atau bagaimana nih, padahal di antara keduanya terdapat rezim tindak pidana khusus yang berbeda,” kata Nella.
Menurut dia, perlunya telaah lebih jauh dan menyeluruh dampak perilaku korup dalam tambang Timah, terutama soal kerugian lingkungan dan kerugian negara.
Nella melihat ada perilaku korup dalam tata kelola yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kerugian keuangan. Karena itu, perlu dibedakan antara tindak pidana lingkungan yang mana karena kerusakan lingkungan yang dimaksud. Sebab, tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara itu harus dipertegas kembali.
"Kerugian perusakan ini murni kerusakan lingkungan atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tindakan korup dalam tata kelola sesuai pidana lingkungan. Ini dua hal yang menurut saya bisa dua hal yang berbeda,” kata Nella.
(jon)