Apa Perbedaan Jenderal Kehormatan, Jenderal Besar, dan Jenderal TNI? Ini Penjelasannya

Minggu, 10 Maret 2024 - 05:00 WIB
loading...
Apa Perbedaan Jenderal Kehormatan, Jenderal Besar, dan Jenderal TNI? Ini Penjelasannya
Presiden Jokowi menyalami Menhan Prabowo Subianto usai menghadiri Rapim TNI-Polri di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu (28/2/2024). Dalam acara itu, Presiden Jokowi menganugerahkan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo. FOTO/DOK.SETPRES
A A A
JAKARTA - Perbedaan Jenderal Kehormatan , Jenderal Besar , dan Jenderal TNI bisa diketahui dalam artikel berikut ini. Ketiganya merupakan pangkat yang dikenal dalam organisasi militer di Indonesia.

Jenderal Kehormatan menjadi pembicaraan masyarakat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan pangkat jenderal bintang 4 itu kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Penyematan pangkat secara resmi dilaksanakan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri yang digelar di Markas Besar (Mabes) TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu (28/2/2024).

Penganugerahan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto didasarkan Keppres Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan. Dengan anugerah ini, maka Prabowo yang mengakhiri karier militer sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) dengan pangkat Letnan Jenderal (Letjen) TNI atau jenderal bintang 3, berhasil mendapatkan pangkat jenderal penuh atau jenderal bintang 4 secara kehormatan.



Aturan Kepangkatan TNI

Kepangkatan di lingkungan TNI diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam Pasal 26 ayat 1 disebutkan bahwa prajurit TNI dikelompokan dalam tiga golongan kepangkatan, yakni Perwira, Bintara, dan Tamtama. Untuk pengangkatannya diatur dalam Pasal 33, Perwira diangkat oleh Presiden atas usul Panglima, sementara Bintara dan tamtama diangkat oleh Panglima.

Golongan kepangkatan TNI diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia. Golongan pangkat Tamtama di lingkungan TNI AD terdiri dari Prajurit Dua, Prajurit Satu, Prajurit Kepala, Kopral Dua, Kopral Satu, dan Kopral Kepala. Pangkat Bintara terdiri dari Sersan Dua, Sersan Satu, Sersan Kepala, Sersan Mayor, Pembantu Letnan Dua, Pembantu Letnan Satu. Sedangkan golongan pangkat Perwira dari mulai Letnan Dua, Letnan Satu, Kapten, Mayor, Letnan Kolonel, Kolonel, Brigadir Jenderal, Mayor Jenderal, Letnan Jenderal, dan Jenderal.

Kepangkatan TNI AL dan AU secara umum sama dengan TNI AD. Yang membedakan adalah golongan pangkat di tingkat Perwira Tinggi (Pati). Untuk Pati TNI Al urutannya Laksamana Pertama, Laksamana Muda, Laksamana Madya, dan Laksamana, sedang Pati TNI AU urutannya Marsekal Pertama, Marsekal Muda, Marsekal Madya, dan Marsekal.

Setiap prajurit TNI memiliki kesempatan untuk mendapatkan kenaikan pangkat beradasarkan prestasinya sesuai dengan pola karier yang berlaku dan memenuhi persyaratan. Berdasarkan Pasal 27 PP Nomor 39 Tahun 2010, kenaikan pangkat terdiri atas kenaikan pangkat reguler dan kenaikan pangkat khusus. Kenaikan pangkat reguler diberikan pada waktu tertentu kepada prajurit yang telah memenuhi persyaratan jabatan dan masa peninjauan. Sedangkan kenaikan pangkat khusus diberikan kepada prajurit yang mengemban penugasan khusus dengan pertaruhan jiwa raga atau diberikan atas pengabdian penuh tanpa putus dengan dedikasi dan prestasi kerja yang tinggi.

Dari ketentuan tersebut diketahui bahwa kenaikan pangkat TNI diberikan kepada prajurit aktif, bukan kepada purnawirawan atau prajurit yang sudah tidak aktif lagi di militer.



1. Jenderal Kehormatan

Seperti diketahui, jenderal merupakan pangkat tertinggi di lingkungan TNI AD yang disimbolkan dengan tanda empat bintang di pundak seragam seorang prajurit. Selain Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), pangkat jenderal juga disandang oleh Panglima TNI yang berasal dari TNI AD.

Sementara Jenderal Kehormatan dipahami sebagai pangkat yang diberikan negara kepada seseorang yang secara simbolis diangkat menjadi jenderal atas usulan Panglima TNI. Pangkat ini bersifat kehormatan sehingga tidak memiliki tanggung jawab dalam operasi maupun komando militer.

Dalam sejarahnya, dasar hukum pemberian Pangkat Kehormatan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pangkat Kehormatan pertama kali ditetapkan dalam Bab IV Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 1959 oleh Presiden Soekarno. Pangkat kehormatan diberikan kepada kepada warga negara Indonesia, baik militer sukarela atau militer wajib sebagai suatu penghargaan dari jasa-jasa atau bantuan-bantuan yang ia sumbangkan, sehingga membawa kemajuan atau memberikan keuntungan bagi Angkatan Perang keseluruhannya. Pangkat kehormatan dibatasi mulai dari mayor hingga jenderal penuh.

Beleid itu kemudian diatur lebih lanjut oleh Jenderal Soeharto dalam Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat Nomor KEP-1010b/9/1966 pada tanggal 31 Maret 1966. Pangkat Kehormatan juga dapat diberikan kepada anggota militer yang telah pensiun atau meninggal dunia dengan syarat-syarat tertentu. Pangkat Kehormatan ini tidak dibatasi hanya tingkat Perwira tapi hingga golongan terendah.

Aturan Pangkat Kehormatan kemudian dihapus oleh Presiden Soeharto melalui PP Nomor 6 Tahun 1990 tertanggal 11 Maret 1990. Alasannya Pangkat Kehormatan tidak memberikan dampak apa pun dalam kemiliteran.

Meski aturannya telah dicabut tapi dalam praktiknya pemberian Pangkat Kehormatan tetap dilakukan. Misalnya Presiden Abdurrahman Wahid yang memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Menko Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan Agum Gumelar serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan Luhut Binsar Pandjaitan.

Kemudian Presiden Megawati Soekarnoputri juga memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Menko Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Hari Sabarno, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono.

Terakhir, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Menhan Prabowo Subianto. Pemerintah berdalih pemberian pangkat itu didasarkan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Pangkat Jenderal Kehormatan diberikan karena Prabowo karena sebelumnya dianugerahi Bintang Yudha Dharma Utama. Sesuai Pasal 33 UU Nomor 20 Tahun 2009, penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara. Penghormatan dan Penghargaan bagi penerima yang masih hidup dapat berupa pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa.

Sejak zaman Presiden Soekarno hingga Presiden Jokowi, setidak ada 8 orang yang telah mendapatkan pangkat Jenderal Kehormatan. Mereka adalah Soerjadi Soedirdja, Hari Sabarno, Soesilo Soedarman, AM Hendropriyono, Agum Gumelar, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Luhut Binsar Pandjaitan, dan Prabowo Subianto.



2. Jenderal Besar

Jenderal Besar pernah diakui dalam sistem kepangkatan TNI Angkatan Darat. Pangkat ini setara dengan Laksamana Besar untuk TNI Angkatan Laut, dan Marsekal Besar untuk TNI Angkatan Udara. Pangkat yang disimbolkan dengan lima bintang emas di pundak seragam itu bersifat penghargaan dan tidak mengandung konsekwensi wewenang dan tanggung jawab dalam hierarki keprajuritan.

Pangkat Jenderal Besar tercantum dalam Pasal 7 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perubahan PP Nomor 6 Tahum 1990 tentang Administrasi Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Aturan ini ditetapkan pada 29 September 1997 dan ditandatangani oleh Presiden Soeharto.

Berdasarkan PP tersebut, pangkat Jenderal Besar, Laksamana Besar, dan Masekal Besar hanya diberikan kepada Perwira Tinggi yang sangat berjasa terhadap perkembangan bangsa dan negara pada umumnya dan TNI pada khususnya. Pangkat ini diberikan diberikan oleh Presiden atas usul Panglima ABRI.

Dalam sejarahnya, hanya tiga orang yang mendapat anugerah pangkat Jenderal Besar, yakni Soedirman, Abdul Haris Nasution, dan Soeharto. Pangkat tersebut diberikan oleh Presiden Soeharto dalam perayaan HUT ke-52 ABRI pada 1997.

Pangkat Jenderal Besar, Laksamana Besar, dan Marsekal Besar tidak lagi digunakan atau dihapus melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI yang ditetapkan pada 1 Maret 2010 dan ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

3. Jenderal

Setelah jenderal bintang 5 dihapus, maka pangkat tertinggi di TNI adalah Jenderal untuk TNI AD, Laksamana untuk TNI AL, dan Marsekal untuk TNI AU. Pangkat ini ditandai dengan simbol empat bintang di pundak seragam.

Berbeda dengan Jenderal Kehormatan, pangkat Jenderal memiliki konsekuensi wewenang dan tanggung jawab dalam hierarki keprajuritan. Mereka yang menyandang pangkat Jenderal adalah pimpinan tertinggi TNI AD, yakni Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Panglima TNI yang berasal dari TNI AD.

Berdasarkan ketentuan PP Nomor 39 Tahun 2010, Jenderal adalah pangkat tertinggi dalam golongan pangkat Perwira Tinggi (Pati) TNI. Golongan pangkat di bawahnya adalah Letnan Jenderal (Letjen), Mayor Jenderal (Mayjen), dan Brigadir Jenderal (Brigjen). Karena itu hanya segelintir prajurit TNI yang berhasil mendapatkan jenderal bintang 4 tersebut.

Demikian penjelasan mengenai perbedaan Jenderal Kehormatan, Jenderal Besar, dan Jenderal TNI.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1874 seconds (0.1#10.140)