Denny JA Usulkan Koalisi Parpol Semi Permanen 20 Tahun, Dipimpin Golkar dan Gerindra
loading...
A
A
A
"Apakah ini gambaran dari semakin susahnya orang percaya pada partai? Era orang susah setia kepada partai politik kah ini?" ucapnya.
Menurut Denny, terminologi ilmu politik ada yang disebut Party ID (party identification). Di Amerika Serikat, dari 100% pemilih itu, 60% warga loyal kepada partainya.
Sejak lama, lanjut dia, jika memilih Demokrat akan terus memilih Demokrat. Bahkan juga mendukung calon presiden Demokrat. Hal yang sama berlaku untuk Partai Republik. Hanya 40% saja yang mengambang.
"Tapi kita sini, di Indonesia, rata-rata Party ID nya hanya 30% saja. Sebanyak 70% pemilih mengambang bisa ke mana saja," kata Denny.
Ia lebih lanjut menjelaskan efek rendahnya Party ID. Pertama adalah stabilitas koalisi di DPR. Bagaimanapun, siapa pun presiden yang terpilih, dari partai manapun, ia memerlukan dukungan mayoritas DPR.
"Tanpa dukungan mayoritas DPR, kebijakan presiden lumpuh. Jika mayoritas DPR beroposisi, UU yang diajukan presiden, dan APBN yang dikehendaki akan berlarut," paparnya.
Untuk mendapatkan dukungan mayoritas DPR di tahun 1999, kata Denny, itu cukup memerlukan gabungan dua partai politik tertinggi saja. Jika PDIP itu (di atas 33%) dan Golkar (di atas 22%) bergabung, mereka sudah menjadi koalisi yang menguasai mayoritas kursi DPR.
"Tapi di tahun 2024 ini, karena partai politik yang paling tinggi hanya memperoleh 17% , bahkan tiga partai politik menggabungkan suaranya, dukungannya masih kurang dari 50%," ucapnya.
Dia menilai negosiasi kebijakan publik tidak lagi pada ideologi, tak lagi pada platform, tapi pada hal-hal yang sifatnya sangat pragmatis saja. Partai politik menghilangkan warnanya, mengekor pada kebijakan presiden. Yang celaka jika presiden tak memiliki core philosopy jangka panjang yang konsisten.
Karena semakin mengecilnya partai pemenang pemilu, menurutnya, perlu kita memunculkan satu inovasi baru, satu gagasan baru. Hal itu sudah ia sampaikan pada Presiden Jokowi sebelum hari pencoblosan. “Saya juga sudah sampaikan kepada Prabowo dala percakapan berdua," katanya.
Menurut Denny, terminologi ilmu politik ada yang disebut Party ID (party identification). Di Amerika Serikat, dari 100% pemilih itu, 60% warga loyal kepada partainya.
Sejak lama, lanjut dia, jika memilih Demokrat akan terus memilih Demokrat. Bahkan juga mendukung calon presiden Demokrat. Hal yang sama berlaku untuk Partai Republik. Hanya 40% saja yang mengambang.
"Tapi kita sini, di Indonesia, rata-rata Party ID nya hanya 30% saja. Sebanyak 70% pemilih mengambang bisa ke mana saja," kata Denny.
Ia lebih lanjut menjelaskan efek rendahnya Party ID. Pertama adalah stabilitas koalisi di DPR. Bagaimanapun, siapa pun presiden yang terpilih, dari partai manapun, ia memerlukan dukungan mayoritas DPR.
"Tanpa dukungan mayoritas DPR, kebijakan presiden lumpuh. Jika mayoritas DPR beroposisi, UU yang diajukan presiden, dan APBN yang dikehendaki akan berlarut," paparnya.
Untuk mendapatkan dukungan mayoritas DPR di tahun 1999, kata Denny, itu cukup memerlukan gabungan dua partai politik tertinggi saja. Jika PDIP itu (di atas 33%) dan Golkar (di atas 22%) bergabung, mereka sudah menjadi koalisi yang menguasai mayoritas kursi DPR.
"Tapi di tahun 2024 ini, karena partai politik yang paling tinggi hanya memperoleh 17% , bahkan tiga partai politik menggabungkan suaranya, dukungannya masih kurang dari 50%," ucapnya.
Dia menilai negosiasi kebijakan publik tidak lagi pada ideologi, tak lagi pada platform, tapi pada hal-hal yang sifatnya sangat pragmatis saja. Partai politik menghilangkan warnanya, mengekor pada kebijakan presiden. Yang celaka jika presiden tak memiliki core philosopy jangka panjang yang konsisten.
Karena semakin mengecilnya partai pemenang pemilu, menurutnya, perlu kita memunculkan satu inovasi baru, satu gagasan baru. Hal itu sudah ia sampaikan pada Presiden Jokowi sebelum hari pencoblosan. “Saya juga sudah sampaikan kepada Prabowo dala percakapan berdua," katanya.