Roy Suryo Pagi Ini Buka-bukaan TSM dan Anomali Sirekap IT KPU 2024

Rabu, 28 Februari 2024 - 09:41 WIB
loading...
Roy Suryo Pagi Ini Buka-bukaan TSM dan Anomali Sirekap IT KPU 2024
Pemerhati Telematika, Multimedia, AI, & OCB Independen, Roy Suryo hari ini akan buka-bukaan terkait pelanggaran pemilu Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) melalui aplikasi Sirekap pada Pemilu 2024. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI, & OCB Independen, Roy Suryo hari ini akan buka-bukaan terkait pelanggaran pemilu Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) melalui aplikasi Sirekap pada Pemilu 2024. Menurut Roy Suryo, apa yang akan disampaikannya tim IT independen adalah telaah teknis yang ilmiaah.

"Saya akan jelaskan dengan sistematis dan detail bersama Tim IT independen hari ini, RABU, 28 Februari 2024 pukul 10.00 WIB bertempat di Resto Plataran Menteng agar masyarakat benar-benar dapat memahami bagaimana TSM-nya upaya yang dilakukan dengan Aplikasi Sirekap 2024 di Pemilu saat ini. Soal apakah hasil dari Telaah teknis yg benar2 Murni Ilmiah ini akan dapat dimanfaatkan oleh Pihak2 tertentu, itu adalah keniscayaan saja," kata Roy Suryo dalam keterangan tertulisnya dikutip, Rabu (28/2/2024).

Roy Suryo menyoroti singkatan TSM banyak diperbincangkan mayarakat pasca-Pemilu 2024 yang saat ini dalam tahapan rekapitulasi suara secara manual berjenjang dan menggunakan Sirekap. Namun penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu), peserta pemilu (partai politik, caleg) hingga masyarakat umum menyuarakan istilah TSM dengan pemahamannya sendiri-sendiri, sehingga terjadi ketidaksesuaian makna antara satu dengan lainnya.



Karena itu, Roy Suryo mengingatkan kembali kepada semua pihak untuk kembali pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) sebagai acuan. Menurut KBBI, Terstruktur merupakan verb (kata kerja) yang artinya 'sudah dalam keadaan disusun dan diatur rapi". Sistematis berarti teratur menurut sistemnya yang diatur baik-baik. Sedangkan Masif setidaknya memiliki 5 arti, salah satunya adalah besar-besaran.

Dalam konteks Pemilu, kata Roy Suryo, UU Nomor 7 Tahun 2017, pelanggaran TSM diatur dalam Pasal 286. Namun, pasal itu membahas pelanggaran TSM dalam konteks PiLeg. Pelanggaran terstruktur adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama. Kemudian pelanggaran sistematis dimaknai sebagai pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Adapun pelanggaran masif adalah pelanggaran yang dampaknya sangat luas terhadap hasil pemilihan.

Aturan lebih rinci mengenai pelanggaran TSM dituangkan dlm Peraturan Bawaslu No 8 Tahun 2018. Laporan atas dugaan pelanggaran TSM bisa disidang Bawaslu jika disertakan bukti terjadi di sejumlah wilayah. 'Untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pelanggaran terjadi paling sedikit 50% dari jumlah daerah provinsi di Indonesia', demikian bunyi pasal 24 ayat (8) huruf c Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018.



"Ini artinya kalau hanya letterlijk dengan aturan di atas, maka TSM hanya dinilai secara kuantitatif alias tidak melihat kualitatifnya, ini yang dirasa sangat tidak tepat," kata Roy Suryo.

Seharusnya jika secara kualitatif sudah terjadi pelanggaran secara TSM, kata Roy Suryo, maka seharusnya definisi dalam TSM ini bisa diberlakukan, tidak sekadar menggunakan batas psikologis 50% sebagaimana yang kemarin diberlakukan.

"Misalnya terdapat koreksi perhitungan Sirekap di 154.541 TPS (dari total 823.220 TPS) di Pemilu 2024, maka hal tersebut saja sudah bernilai 154.461 ÷ 823.220 x 100% alias 18,77%. Apakah angka 18.77% ini dianggap kecil? Aneh, jumlahnya saja sudah ratusan ribu TPS bermasalah tersebut, bukan hanya puluhan, ribuan, atau hanya ratusan TPS saja," katanya.

Demikian juga dengan berbagai penyimpangan/pelanggaran UU sebagaimana dilakukan oleh Sirekap yang sudah saya ungkap dalam tulisan-tulisan terdahulu, dimulai dari penempatan server di Singapura (Aliyun Computing Co.Ltd merupakan bagian dari Alibaba.com), hingga pemindahannya secara 'diam-diam' ke Indonesia (meski tetap menggunakan Alibaba Cloud).

"Hal ini sudah bisa dilihat sebagai upaya Terstruktur karena perubahan negara tempat keberadaan data tersebut (dari Singapura ke Indonesia) adalah pekerjaan yang membutuhkan kondisi tersusun dan diatur rapi, termasuk pengaturan DNS (Domain Name Server) dan IP Address-nya," katanya.

Selanjutnya adalah adanya upaya untuk melakukan penonaktifan website kpu.go.id pada 14 Februari 2024 dengan seolah-olah diinformasikan bahwa KPU sedang mengalami serangan-serang siber(?) yang sebenarnya pada saat tersebut sedang terjadi proses pemuatan data lain yang sudah disiapkan sebelumnya dari json sirek.obj-data.kpu.go.id mulai pukul 19.21 WIB di pemilu2024.kpu.go.id.

"Ini ANEH, karena data-data dari TPS sebenarnya belum ada yang masuk tetapi sudah terinput dengan progres 100% dengan kemenangan pada paslon tertentu. Hal ini bisa disebut sangat Sistematis," katanya.

Jika dibedah dengan detail, pada saat hari H tersebut semua TPS Indonesia masih menggunakan App Mobile Sirekap 2.41, namun setelah server mati, maka diinformasikan untuk di-download versi terbaru 2.48 (bahkan bila dicermati mulai saat Bimtek hingga saat ini, sudah terjadi 10x. Perubahan versi Sirekap mulai versi 2.25-Staging 28/01/24, hingga terakhir versi 2.52 24/02/24 ini sangat Masif, mirip-mirip dengan putusan MK90, dilakukan Perubahan ketika proses sudah dijalankan dengan segala cara.

Hal paling menarik terjadi saat perubahan App SIREKAP 2.41 pada 10 Februari 2024 ke 2.48 pada 15 Februari 2024, di mana terjadi penghapusan fungsi, penambahan folder, dan penambahan script java. Secara singkat inilah yang menjelaskan mengapa angka-angka hasil OCR & OMR yang seharusnya minim terjadinya kesalahan bisa bertambah otomatis alias Auto-Algorithm. Hal yang menarik dari perubahan versi ini sebenarnya malah menghilangkan fitur pengamanannya menjadi semakin 'lemah' karena bisa diinterupsi melalui back door dibanding sebelumnya.

Kesimpulannya, kata Roy Suryo, dengan demikian sangat tampak jelas bahwa di balik aplikasi Sirekap yang digunakan dalam Pemilu 2024 terdapat banyak anomali yang sulit untuk bisa ditoleransi sebagai sebuah kesalahan sistem atau alat. Apalagi kalau KPU kemudian malah menyalahkan resolusi kamera HP para petugas TPS yang sudah sekuat tenaga bekerja dengan sejujurnya, bahkan kadang-kadang diitambah taruhan nyawa mereka yang berjibaku di tengah lapangan.

"Sangat jelas bahwa OCR dan OMR tidak akan bisa menambah sendiri (angka) dari Form C-Hasil menjadi bertambah puluhan, ratusan bahkan ribuan, apalagi jika fitur tidak ada yang dikurangi agar Automatic-Cut tiap kolom tetap diaktifkan, tidak malah dihilangkan," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1828 seconds (0.1#10.140)