Surati KPU, PDIP Minta Hasil Audit Forensik Digital Sirekap Dibuka ke Publik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) secara resmi menyurati Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait anomali atau kejanggalan dalam penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Khususnya Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) yang menjadi sorotan banyak pihak.
"PDI Perjuangan secara resmi menyurati KPU. Salah satu isi bunyi surat tersebut: Meminta KPU RI membuka hasil audit forensik digital Sirekap kepada masyarakat sebagai bentuk pertanggungjawaban KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2024," tertulis di akun X @PDI_Perjuangan, Kamis (22/2/2024).
Sebelumnya, banyak pihak menyuarakan agar dilakukan audit forensik terhadap Sirekap KPU. Pasalnya, Sirekap dianggap bermasalah karena diduga menguntungkan salah satu paslon capres-cawapres.
Pemerhati Telematika, AI, OCB & Multimedia Independen, Roy Suryo misalnya menyebut IT KPU harus diperiksa untuk dilakukan audit forensik. Ini dilakukan untuk mengembalikan arah demokrasi Indonesia.
Seperti diketahui, belakangan muncul gerakan dari para akademisi terkait kritik kepada sistem demokrasi di Indonesia yang dinilai banyak dibumbui kecurangan dalam proses Pilpres 2024.
“Jadi kalau kemarin sudah muncul gerakan moral dari ratusan profesor, doktor, master, mahasiswa hingga masyarakat di seluruh penjuru negeri ini. Sekarang kalau melihat berbagai masalah di KPU, utamanya soal Sirekap ini sangat wajar bila gerakan-gerakan tersebut muncul kembali untuk mengembalikan arah demokrasi Indonesia,” kata Roy Suryo, Selasa (20/2/2024).
Senada, Pakar Digital Forensik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo menilai perlu adanya assessment mendalam, seperti audit forensik terhadap Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasalnya, telah terjadi perbedaan perolehan suara di Sirekap dengan bukti foto Form C1.
Menurutnya, tujuan pembentukan aplikasi Sirekap ini berkaitan dengan proses di KPU dalam memgumpulkan suara yang telah dihitung di TPS. Sirekap berbeda dengan software biasa seperti MS-Word yang tak langsung terkait proses tertentu.
"Jadi, Sirekap ketika dibuat mesti mempertimbangkan dan mengimplementasikan requirements yang dibuat KPU. Contoh kecil, jika maksimum pemilih pada satu TPS adalah 300, maka pada aplikasi Sirekap jika ada perolehan suara melebihi 300 sudah tersaring, harus ada indikasi error," kata Agung saat dihubungi, Kamis (15/2/2024).
Kendati demikian, Agung merasa perlu assessment mendalam terhadap Sirekap KPU bila ada kejadian perbedaan data yang direkam dalam sistem itu dengan data Formulir C1 di TPS. Menurutnya, assessment mendalam itu bisa dilakukan pihak berwenang dan ahli independen.
"Jadi, jika sampai hal mendasar seperti ini saja tidak 'terwadahi' pada aplikasi Sirekap, maka perlu dilakukan assessment secara mendalam oleh pihak berwenang dan ahlinya," ucap Agung.
"PDI Perjuangan secara resmi menyurati KPU. Salah satu isi bunyi surat tersebut: Meminta KPU RI membuka hasil audit forensik digital Sirekap kepada masyarakat sebagai bentuk pertanggungjawaban KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2024," tertulis di akun X @PDI_Perjuangan, Kamis (22/2/2024).
Sebelumnya, banyak pihak menyuarakan agar dilakukan audit forensik terhadap Sirekap KPU. Pasalnya, Sirekap dianggap bermasalah karena diduga menguntungkan salah satu paslon capres-cawapres.
Pemerhati Telematika, AI, OCB & Multimedia Independen, Roy Suryo misalnya menyebut IT KPU harus diperiksa untuk dilakukan audit forensik. Ini dilakukan untuk mengembalikan arah demokrasi Indonesia.
Seperti diketahui, belakangan muncul gerakan dari para akademisi terkait kritik kepada sistem demokrasi di Indonesia yang dinilai banyak dibumbui kecurangan dalam proses Pilpres 2024.
“Jadi kalau kemarin sudah muncul gerakan moral dari ratusan profesor, doktor, master, mahasiswa hingga masyarakat di seluruh penjuru negeri ini. Sekarang kalau melihat berbagai masalah di KPU, utamanya soal Sirekap ini sangat wajar bila gerakan-gerakan tersebut muncul kembali untuk mengembalikan arah demokrasi Indonesia,” kata Roy Suryo, Selasa (20/2/2024).
Senada, Pakar Digital Forensik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo menilai perlu adanya assessment mendalam, seperti audit forensik terhadap Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasalnya, telah terjadi perbedaan perolehan suara di Sirekap dengan bukti foto Form C1.
Menurutnya, tujuan pembentukan aplikasi Sirekap ini berkaitan dengan proses di KPU dalam memgumpulkan suara yang telah dihitung di TPS. Sirekap berbeda dengan software biasa seperti MS-Word yang tak langsung terkait proses tertentu.
"Jadi, Sirekap ketika dibuat mesti mempertimbangkan dan mengimplementasikan requirements yang dibuat KPU. Contoh kecil, jika maksimum pemilih pada satu TPS adalah 300, maka pada aplikasi Sirekap jika ada perolehan suara melebihi 300 sudah tersaring, harus ada indikasi error," kata Agung saat dihubungi, Kamis (15/2/2024).
Kendati demikian, Agung merasa perlu assessment mendalam terhadap Sirekap KPU bila ada kejadian perbedaan data yang direkam dalam sistem itu dengan data Formulir C1 di TPS. Menurutnya, assessment mendalam itu bisa dilakukan pihak berwenang dan ahli independen.
"Jadi, jika sampai hal mendasar seperti ini saja tidak 'terwadahi' pada aplikasi Sirekap, maka perlu dilakukan assessment secara mendalam oleh pihak berwenang dan ahlinya," ucap Agung.
(kri)