Menteri Nyaleg Diharapkan Tak Ganggu Kinerja
A
A
A
JAKARTA - Menanggapi fenomena beberapa menteri yang kembali mendaftarkan diri menjadi calon anggota legislatif (Caleg) di Pemilu 2019, menuai sejumlah respons dari publik.
Pengamat politik dari Voxpol Pangi Syarwi Chaniago menyatakan tersebut merupakan pilihan bagi si menteri untuk fokus pada kerjanya atau harus tunduk pada partai lantaran mereka kader atau bagian dari partai politik.
"Mereka harus memilih fokus menteri atau nyaleg, mereka tidak bisa lepas dri parpol sebagai kader dan representasi parpol," kata Pangi Syarwi, Rabu (18/7/2018).
Menurutnya, tujuan parpol meminta mereka kembali nyaleg tentunya untuk mendulang suara menterjemahkan keinginan atau target maksimal partai memenangi pemilu 2019 nanti.
(Baca juga: Menteri Nyaleg Tak Wajib Mundur, Kuncinya Ketegasan dari Presiden)
Mereka yang telah menjadi menteri merupakan sosok kader yang tentunya punya konstituen dan memiliki suara signifikan untuk parpolnya masing-masing. "Tujuannya sederhana mendulang dan memenangkan partai, mereka punya target maksimal itu yang parpol gunakan," ucapnya.
"Kalau setingkat menteri mereka hampir dipastikan bisa mendapatkan kursinya sendiri di parlemen. Karena mereka elite sudah dikenal kalau nyaleg sudah bisa dipastikan jadi, dan partai butuh itu," tambahnya.
Selain itu juga, parpol dan menteri tersebut bermain aman, Mereka mendaftarkan diri menjadi caleg merupakan opsi lain jika nantinya tidak terpilih atau ditunjuk kembali menjadi menteri pada periode selanjutnya.
"Kita pahami logika selain kader partai menjadi anggota DPR, mereka memahami kalau mereka tidak terpilih mereka main aman. Kalau jadi menteri dua periode mereka berikan kursinya pada caleg parpol dengan suara terbanyak kedua. Atau jika tidak terpilih, setidaknya mereka jadi anggita DPR dan tidak menganggur," tegasnya.
Sambung Pangi, proses nyaleg akan mengganggu ritme kerja para menteri. Meskipun suara mereka diyakini memliki banyak konstituen, tidak dipungkiri juga mereka harus kampanye, turun kelapangan.
"Tentu mengganggu ritme kerja, karena banyak tahapan formal dan informal yang harus dilakukan saat ingin nyaleg. Menteri harus dewasa dalam menyikapi hal ini," tegasnya.
Pangi juga tidak memungkiri adanya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan menteri dalam proses pencalegan karenamereka harus terus memperkenalkan diri mereka di dapilnya.
"Abuse of power itu kemungkinan terjadi mereka mendapat keuntungan, kalau menteri punya program kalau mereka melakukan itu bisa saja disalahgunakan, tinggal bagaimana pola kementerian dan presiden melakukan kontrol atas menterinya," jelasnya.
Pengamat politik dari Voxpol Pangi Syarwi Chaniago menyatakan tersebut merupakan pilihan bagi si menteri untuk fokus pada kerjanya atau harus tunduk pada partai lantaran mereka kader atau bagian dari partai politik.
"Mereka harus memilih fokus menteri atau nyaleg, mereka tidak bisa lepas dri parpol sebagai kader dan representasi parpol," kata Pangi Syarwi, Rabu (18/7/2018).
Menurutnya, tujuan parpol meminta mereka kembali nyaleg tentunya untuk mendulang suara menterjemahkan keinginan atau target maksimal partai memenangi pemilu 2019 nanti.
(Baca juga: Menteri Nyaleg Tak Wajib Mundur, Kuncinya Ketegasan dari Presiden)
Mereka yang telah menjadi menteri merupakan sosok kader yang tentunya punya konstituen dan memiliki suara signifikan untuk parpolnya masing-masing. "Tujuannya sederhana mendulang dan memenangkan partai, mereka punya target maksimal itu yang parpol gunakan," ucapnya.
"Kalau setingkat menteri mereka hampir dipastikan bisa mendapatkan kursinya sendiri di parlemen. Karena mereka elite sudah dikenal kalau nyaleg sudah bisa dipastikan jadi, dan partai butuh itu," tambahnya.
Selain itu juga, parpol dan menteri tersebut bermain aman, Mereka mendaftarkan diri menjadi caleg merupakan opsi lain jika nantinya tidak terpilih atau ditunjuk kembali menjadi menteri pada periode selanjutnya.
"Kita pahami logika selain kader partai menjadi anggota DPR, mereka memahami kalau mereka tidak terpilih mereka main aman. Kalau jadi menteri dua periode mereka berikan kursinya pada caleg parpol dengan suara terbanyak kedua. Atau jika tidak terpilih, setidaknya mereka jadi anggita DPR dan tidak menganggur," tegasnya.
Sambung Pangi, proses nyaleg akan mengganggu ritme kerja para menteri. Meskipun suara mereka diyakini memliki banyak konstituen, tidak dipungkiri juga mereka harus kampanye, turun kelapangan.
"Tentu mengganggu ritme kerja, karena banyak tahapan formal dan informal yang harus dilakukan saat ingin nyaleg. Menteri harus dewasa dalam menyikapi hal ini," tegasnya.
Pangi juga tidak memungkiri adanya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan menteri dalam proses pencalegan karenamereka harus terus memperkenalkan diri mereka di dapilnya.
"Abuse of power itu kemungkinan terjadi mereka mendapat keuntungan, kalau menteri punya program kalau mereka melakukan itu bisa saja disalahgunakan, tinggal bagaimana pola kementerian dan presiden melakukan kontrol atas menterinya," jelasnya.
(maf)