Gerakan Nurani Bangsa Dorong Pemilu 2024 Berlandaskan Etika dan Nurani
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah tokoh lintas bidang yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menyerukan sikap menjelang hari coblosan Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024. GNB mendorong Pemilu 2024 berlandaskan etika dan nurani.
Seruan tersebut disampaikan dalam konferensi pers GNB 'Mendorong Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 Berlandaskan Etika dan Nurani' di Graha Oikumene Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (10/2/2024) sore. Dalam kesempatan tersebut sejumlah tokoh GNB yang hadir menyampaikan keprihatinannya masing-masing atas kondisi demokrasi bangsa.
Kemudian budayawan sekaligus aktor ternama, Slamet Rahardjo membacakan pernyataan tertulis yang sudah disiapkan GNB.
Proses penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi kepedulian semua elemen bangsa yang ditemui GNB. Agar Pemilu 2024 mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat, penyelenggaraan Pemilu harus dipastikan bersih, jujur, adil dan bermartabat. Namun sayangnya, berbagai persoalan mendasar telah mewarnai dan menjadi sorotan publik, mulai dari persoalan etika moral hingga teknis penyelenggaraan Pemilu 2024.
Persoalan etika moral menjadi sorotan utama publik karena berkaitan dengan fundamental hidup berbangsa dan bernegara, utamanya dalam kasus pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi dan KPU. Diskursus publik ini telah mempengaruhi kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024.
Persoalan etika moral yang juga menjadi kegelisahan masyarakat adalah tindakan dan pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait Pemilu 2024. Pernyataan Presiden tentang keterlibatannya dalam Pemilu 2024 dan berkampanye bahkan telah memicu gelombang kritik dari para guru besar dan sivitas akademika dari puluhan perguruan tinggi.
Patut dicatat, dalam perjalanan sejarah bangsa, sivitas akademika selalu menjadi tulang punggung perubahan sosial politik Indonesia. Indikasi pelanggaran kampanye Pemilu 2024 dalam berbagai bentuk bermunculan di media massa dan media sosial. Sebagian besar kasus tersebut hanya menjadi informasi simpang-siur tanpa penyelesaian kasus yang jelas.
Beberapa kasus diselesaikan dengan kesimpulan yang kurang bisa diterima publik, karena regulasi yang tidak memadai. Misalnya pada kasus seseorang yang 'ditokohkan' sebagai penyiar agama pendukung pasangan calon yang membagikan uang dalam acara pengajian. Juga beberapa kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN dan pelanggaran etika para pejabat penyelenggara negara mengenai pembagian bansos.
Seruan tersebut disampaikan dalam konferensi pers GNB 'Mendorong Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 Berlandaskan Etika dan Nurani' di Graha Oikumene Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (10/2/2024) sore. Dalam kesempatan tersebut sejumlah tokoh GNB yang hadir menyampaikan keprihatinannya masing-masing atas kondisi demokrasi bangsa.
Kemudian budayawan sekaligus aktor ternama, Slamet Rahardjo membacakan pernyataan tertulis yang sudah disiapkan GNB.
Berikut pernyataan yang dibicarakan oleh Slamet Rahardjo:
GNB berangkat dari pandangan bahwa Pemilu 2024 adalah satu tahapan saja dalam perjalanan panjang bangsa, sebagai mekanisme demokratis untuk pergantian kepemimpinan nasional. Karena itu, GNB mengajak seluruh elemen bangsa untuk meletakkan Pemilu 2024 dalam kerangka jangka panjang. Dibutuhkan legalitas dan legitimasi yang kuat agar pemimpin nasional terpilih dapat menjalankan kepemimpinannya dengan baik.Proses penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi kepedulian semua elemen bangsa yang ditemui GNB. Agar Pemilu 2024 mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat, penyelenggaraan Pemilu harus dipastikan bersih, jujur, adil dan bermartabat. Namun sayangnya, berbagai persoalan mendasar telah mewarnai dan menjadi sorotan publik, mulai dari persoalan etika moral hingga teknis penyelenggaraan Pemilu 2024.
Persoalan etika moral menjadi sorotan utama publik karena berkaitan dengan fundamental hidup berbangsa dan bernegara, utamanya dalam kasus pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi dan KPU. Diskursus publik ini telah mempengaruhi kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024.
Persoalan etika moral yang juga menjadi kegelisahan masyarakat adalah tindakan dan pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait Pemilu 2024. Pernyataan Presiden tentang keterlibatannya dalam Pemilu 2024 dan berkampanye bahkan telah memicu gelombang kritik dari para guru besar dan sivitas akademika dari puluhan perguruan tinggi.
Patut dicatat, dalam perjalanan sejarah bangsa, sivitas akademika selalu menjadi tulang punggung perubahan sosial politik Indonesia. Indikasi pelanggaran kampanye Pemilu 2024 dalam berbagai bentuk bermunculan di media massa dan media sosial. Sebagian besar kasus tersebut hanya menjadi informasi simpang-siur tanpa penyelesaian kasus yang jelas.
Beberapa kasus diselesaikan dengan kesimpulan yang kurang bisa diterima publik, karena regulasi yang tidak memadai. Misalnya pada kasus seseorang yang 'ditokohkan' sebagai penyiar agama pendukung pasangan calon yang membagikan uang dalam acara pengajian. Juga beberapa kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN dan pelanggaran etika para pejabat penyelenggara negara mengenai pembagian bansos.