TPN Ganjar-Mahfud Minta MA Keluarkan Fatwa Bisa Nyoblos Pakai Dokumen Kependudukan

Kamis, 08 Februari 2024 - 13:51 WIB
loading...
TPN Ganjar-Mahfud Minta MA Keluarkan Fatwa Bisa Nyoblos Pakai Dokumen Kependudukan
Jajaran advokat dan konsultan hukum TPN Ganjar-Mahfud meminta kepada MA mengeluarkan fatwa bahwa warga yang tidak masuk dalam DPT diizinkan mencoblos dengan menunjukkan dokumen kependudukan saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024. FOTO/DOK.MPI
A A A
JAKARTA - Jajaran advokat dan konsultan hukum Tim Pemenangan Nasional ( TPN) Ganjar-Mahfud meminta kepada Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan fatwa bahwa warga yang tidak termasuk dalam Daftar Pemilih Tetap ( DPT ), diizinkan mencoblos dengan menunjukkan dokumen kependudukan saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Permohonan fatwa itu diajukan kepada Ketua MA pada Kamis (7/2/2024).

Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan pihaknya memohonkan fatwa karena menilai batas waktu 30 hari bagi warga untuk terdaftar pada daftar pemilih tambahan sebelum pencoblosan, dan 7 hari bagi warga yang sakit, terkena bencana dan tahanan, berpotensi meniadakan hak pilih warga negara, yang dalam hal tertentu tidak dapat menggunakan hak pilihnya di domisili atau TPS asal.

Seperti diketahui, banyak sekali warga negara yang memiliki pekerjaan di kota lain, yang tidak bisa ditinggalkan atau tidak mempunyai biaya untuk kembali ke daerah sesuai domisilinya, atau tinggal tetap/sementara di luar negeri dan tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap di luar negeri.



"Pertanyaan besarnya adalah apakah warga negara tersebut menjadi tidak dapat menggunakan hak pilihnya hanya karena yang bersangkutan tidak memohon untuk pindah memilih 7 hari sebelum hari pemilu?" kata Todung dalam keterangannya, Kamis (8/2/2024).

Todung menyebut ketentuan batas waktu tersebut melanggar hak konstitusional warga negara dalam pemilu sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur: Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

Kemudian, Pasal 22E ayat (2) yang mengatur pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.



Todung menambahkan, ketentuan batas waktu tersebut juga melanggar hak asasi warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi: "Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemunqutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

"Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1145 seconds (0.1#10.140)