STF Driyarkara Ingatkan Presiden Jokowi Bersikap Jujur dan Adil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara melangsungkan pembacaan deklarasi seruan atas pelanggaran etika politik yang terjadi pada Pemilu 2024. Pembacaan deklarasi seruan tersebut dilakukan di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024), mewakili Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi se-Indonesia.
Rektor STF Driyarkara Dr. Simon Petrus L. Tjahjadi membacakan deklarasi seruan tersebut didampingi sejumlah guru besar seperti Romo Franz Magnis-Suseno, Dr. Karlina Supelli, Dr. A. Setyo Wibowo, dan seluruh dosen, mahasiswa, serta perwakilan alumni STF Driyarkara.
Dalam deklarasinya, STF Driyarkara menekankan asas pemilu jujur dan adil telah disepakati berdasarkan cita-cita Reformasi 1998, yaitu menjamin setiap suara dihargai sehingga menjadi ajaran etika politik kita.
"Kepada segenap pemangku jabatan negara dan pemerintahan, khususnya kepada Bapak Presiden kami mengingatkan bahwa bersikap jujur dan adil adalah cara berpikir dan laku dalam bernegara. Kekuasaan yang dijalankan secara lancung akan merusak etika, kemudian hukum akan ikut rusak juga," ujar Simon membacakan seruan di hadapan para sivitas akademika STF Driyarkara.
Simon melanjutkan, para akademisi mengawasi sejak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin jauh dari amanah yang dititipkan oleh rakyat. Lolosnya putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres pun dianggap sebagai bentuk tidak netralnya kepala negara dalam penyelenggaraan pemerintahan.
"Negara ini tidak boleh dikurbankan demi kepentingan kelompok atau pelanggengan kekuasaan keluarga. Sesuai Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia berdiri agar setiap rakyatnya hidup merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dan Pemerintah Negara dibentuk demi mencapai tujuan itu," lanjut Simon.
Oleh sebab itu, STF Driyarkara menekankan tiga hal utama yang menjadi seruan bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya pemerintah dan aparat negara, atas penyelenggaraan demokrasi yang tengah berlangsung saat ini.
"Pertama, ingatlah kembali sumpah jabatan Anda untuk berbakti kepada Nusa dan Bangsa serta memenuhi kewajiban Anda seadil-adilnya. Kami meminta Anda berkompas pada hati nurani dan berpegang secara konsekuen pada Pancasila, dasar filsafat dan fundamen moral kita semua," jelas Simon.
Kedua, kepada pemerintah untuk menghormati nilai-nilai politik yang diwariskan Bapak Pendiri Bangsa, bukan malah merusaknya lewat berbagai pelanggaran konstitusional dan akal-akalan undang-undang yang menabrak etika berbangsa dan bernegara.
"Hentikan penyalahgunaan sumber daya negara untuk kepentingan pelanggengan kekuasaan. Selain kepada hukum dan prinsip demokrasi, Anda bertanggung jawab kepada Tuhan," lanjut Simon.
Terakhir, STF Driyarkara meminta kepada rakyat Indonesia untuk memanfaatkan hak pilihnya pada Pemilu 2024 yang akan datang secara bijak, dengan antara lain mencermati rekam jejak para calon presiden dan partai pendukungnya. Terutama, seruan untuk mencermati dalam kesetiaan para calon pada penegakan HAM dan komitmennya menghapus praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang telah merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Mari kita semua berdoa, berjuang dan bersaksi bagi pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, dan adil," tegas Simon.
Seruan ini turut ditandatangani oleh Armada Riyanto dari STFT Widya Sasana, Malang; Elias Tinambunan dari STFT St. Yohanes, Pematang Siantar; Otto Gusti Madung dari IFTK Ledalero, Maumere; CB Mulyatno dari Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma; Barnabas Ohoiwutun dari STF Seminari Pineleng, Minahasa; Y. Subani, dari Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira, Kupang.
Lihat Juga: 6 Menteri Perdagangan Sedekade Terakhir, Nomor 2 Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Importasi Gula
Rektor STF Driyarkara Dr. Simon Petrus L. Tjahjadi membacakan deklarasi seruan tersebut didampingi sejumlah guru besar seperti Romo Franz Magnis-Suseno, Dr. Karlina Supelli, Dr. A. Setyo Wibowo, dan seluruh dosen, mahasiswa, serta perwakilan alumni STF Driyarkara.
Dalam deklarasinya, STF Driyarkara menekankan asas pemilu jujur dan adil telah disepakati berdasarkan cita-cita Reformasi 1998, yaitu menjamin setiap suara dihargai sehingga menjadi ajaran etika politik kita.
"Kepada segenap pemangku jabatan negara dan pemerintahan, khususnya kepada Bapak Presiden kami mengingatkan bahwa bersikap jujur dan adil adalah cara berpikir dan laku dalam bernegara. Kekuasaan yang dijalankan secara lancung akan merusak etika, kemudian hukum akan ikut rusak juga," ujar Simon membacakan seruan di hadapan para sivitas akademika STF Driyarkara.
Simon melanjutkan, para akademisi mengawasi sejak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin jauh dari amanah yang dititipkan oleh rakyat. Lolosnya putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres pun dianggap sebagai bentuk tidak netralnya kepala negara dalam penyelenggaraan pemerintahan.
"Negara ini tidak boleh dikurbankan demi kepentingan kelompok atau pelanggengan kekuasaan keluarga. Sesuai Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia berdiri agar setiap rakyatnya hidup merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dan Pemerintah Negara dibentuk demi mencapai tujuan itu," lanjut Simon.
Oleh sebab itu, STF Driyarkara menekankan tiga hal utama yang menjadi seruan bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya pemerintah dan aparat negara, atas penyelenggaraan demokrasi yang tengah berlangsung saat ini.
"Pertama, ingatlah kembali sumpah jabatan Anda untuk berbakti kepada Nusa dan Bangsa serta memenuhi kewajiban Anda seadil-adilnya. Kami meminta Anda berkompas pada hati nurani dan berpegang secara konsekuen pada Pancasila, dasar filsafat dan fundamen moral kita semua," jelas Simon.
Kedua, kepada pemerintah untuk menghormati nilai-nilai politik yang diwariskan Bapak Pendiri Bangsa, bukan malah merusaknya lewat berbagai pelanggaran konstitusional dan akal-akalan undang-undang yang menabrak etika berbangsa dan bernegara.
"Hentikan penyalahgunaan sumber daya negara untuk kepentingan pelanggengan kekuasaan. Selain kepada hukum dan prinsip demokrasi, Anda bertanggung jawab kepada Tuhan," lanjut Simon.
Terakhir, STF Driyarkara meminta kepada rakyat Indonesia untuk memanfaatkan hak pilihnya pada Pemilu 2024 yang akan datang secara bijak, dengan antara lain mencermati rekam jejak para calon presiden dan partai pendukungnya. Terutama, seruan untuk mencermati dalam kesetiaan para calon pada penegakan HAM dan komitmennya menghapus praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang telah merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Mari kita semua berdoa, berjuang dan bersaksi bagi pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, dan adil," tegas Simon.
Seruan ini turut ditandatangani oleh Armada Riyanto dari STFT Widya Sasana, Malang; Elias Tinambunan dari STFT St. Yohanes, Pematang Siantar; Otto Gusti Madung dari IFTK Ledalero, Maumere; CB Mulyatno dari Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma; Barnabas Ohoiwutun dari STF Seminari Pineleng, Minahasa; Y. Subani, dari Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira, Kupang.
Lihat Juga: 6 Menteri Perdagangan Sedekade Terakhir, Nomor 2 Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Importasi Gula
(zik)