Kisah Kopassus Duel Bersenjatakan Sangkur Tumpas Pemberontakan Permesta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kisah Kopassus tumpas Permesta akan dibahas dalam artikel ini. Permesta merupakan salah satu gerakan pemberontak yang melancarkan aksinya setelah Indonesia diakui sebagai negara berdaulat oleh Belanda.
Gerakan Permesta awalnya muncul di Makassar, Sulawesi Selatan pada 2 Maret 1957, tapi gerakan tersebut meluas hingga ke wilayah lainnya. Pemberontakan terhadap pemerintah ini muncul karena ketidakpuasan terhadap kebijakan terkait pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Demi menumpas gerakan yang sudah menjamur di luar Jawa ini Pemerintah melancarkan operasi militer untuk menumpas Permesta. Kala itu pasukan yang dikirim adalah Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang sekarang dikenal dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Korps Komando Operasi (KKA) yang kini namanya jadi Korps Marinir.
Penumpasan terhadap para tokoh pemberontak itu mengerahkan semua kesatuan, dengan operasi militer bernama Operasi Sadar (Sumsel), Operasi Tegas (Riau), dan Operasi 17 Agustus (Padang). Semuanya bertugas untuk merebut kembali wilayah yang telah dikuasai PRRI di Sumatera.
Pasukan yang dikirim pemerintah akhirnya mampu menguasai Manado dan wilayah lain yang dikuasai Permesta. Termasuk Gunung Potong di Manado yang merupakan basis pertahanan Permesta.
Lokasi basis pertahanan Permesta ini berada di Bukit Coggaan dan Patahan, wilayah tersebut memiliki kontur yang sangat pas untuk menempatkan senjata-senjata berat di setiap lubang berbatu. Hal inilah yang akan membuat pasukan pemerintah kewalahan.
Pasukan Permesta yang kala itu dipimpin oleh Yan Timbuleng harus menghadapi satu tim RPKAD di bawah pimpinan Letnan A Kodim dan KKO yang dipersenjatai artileri dan kavaleri pada 29 Agustus 1958.
Sayangnya rencana penyerangan yang dilakukan pemerintah gagal karena wilayah itu memiliki medan berat. Kegagalan ini membuat RPKAD menyusun ulang rencananya.
Dalam 4 hari pasukan tersebut melakukan serangan penghancuran ke Gunung Potong. Satu peleton pasukan RPKAD di bawah pimpinan Sersan Mayor Soetarno yang dibantu satu kompi KKO dan seorang penunjuk jalan menjalankan operasi tersebut pada 2 September 1958.
Pada saat itu, Tim RPKAD melakukan perjalanan yang tidak akan disadari oleh musuh. Namun kondisi jalan tersebut tentulah lebih buruk dengan banyaknya semak belukar dan jurang berbatu. Ditambah lagi pasukan RPKAD melakukan perjalanan pada saat dini hari, di mana pencahayaan sangatlah minim.
Setelah berjarak sekitar 25 meter dari pos musuh, tim akhirnya membagi tugas untuk melakukan penyergapan. Mulai dari penempatan penembak bren hingga pelontar granat untuk setiap pos. Namun karena penyergapan itu dilakukan pada pagi buta, membuat tim RPKAD memilih untuk melakukan tindakan pendadakan untuk meminimalisir terjadinya baku tembak.
Pada saat inilah terjadi perkelahian satu lawan satu dengan sangkur, tanpa ada letusan. Dari situ wilayah basis pertahanan Permesta ini akhirnya berhasil untuk ditaklukkan.
Setelah itu, RPKAD masih harus menghadapi musuh lain melalui pertarungan sengit meski markas utama mereka telah diserahkan kepada KKO. Hingga pada 3 September 1958, pukul 06.00 pagi, pertahanan Permesta di Gunung Potong dapat dikuasai seluruhnya oleh RPKAD. Dengan kondisi ini mau tidak mau pasukan Permesta yang tersisa hanya bisa melakukan gerilya, yang membuat pasukan mereka lebih mudah untuk ditumpas.
Itulah kisah Kopassus tumpas Permesta dengan hanya menggunakan sangkur. Karena sebagai salah satu pasukan elite, tentunya Kopassus harus dapat beradaptasi di segala medan dengan modal senjata apa pun.
Lihat Juga: 12 Perwira Jebolan Kopassus dari Kolonel hingga Letjen TNI Dapat Penugasan Baru dari Panglima TNI
Gerakan Permesta awalnya muncul di Makassar, Sulawesi Selatan pada 2 Maret 1957, tapi gerakan tersebut meluas hingga ke wilayah lainnya. Pemberontakan terhadap pemerintah ini muncul karena ketidakpuasan terhadap kebijakan terkait pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Demi menumpas gerakan yang sudah menjamur di luar Jawa ini Pemerintah melancarkan operasi militer untuk menumpas Permesta. Kala itu pasukan yang dikirim adalah Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang sekarang dikenal dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Korps Komando Operasi (KKA) yang kini namanya jadi Korps Marinir.
Baca Juga
Penumpasan terhadap para tokoh pemberontak itu mengerahkan semua kesatuan, dengan operasi militer bernama Operasi Sadar (Sumsel), Operasi Tegas (Riau), dan Operasi 17 Agustus (Padang). Semuanya bertugas untuk merebut kembali wilayah yang telah dikuasai PRRI di Sumatera.
Pasukan yang dikirim pemerintah akhirnya mampu menguasai Manado dan wilayah lain yang dikuasai Permesta. Termasuk Gunung Potong di Manado yang merupakan basis pertahanan Permesta.
Lokasi basis pertahanan Permesta ini berada di Bukit Coggaan dan Patahan, wilayah tersebut memiliki kontur yang sangat pas untuk menempatkan senjata-senjata berat di setiap lubang berbatu. Hal inilah yang akan membuat pasukan pemerintah kewalahan.
Pasukan Permesta yang kala itu dipimpin oleh Yan Timbuleng harus menghadapi satu tim RPKAD di bawah pimpinan Letnan A Kodim dan KKO yang dipersenjatai artileri dan kavaleri pada 29 Agustus 1958.
Sayangnya rencana penyerangan yang dilakukan pemerintah gagal karena wilayah itu memiliki medan berat. Kegagalan ini membuat RPKAD menyusun ulang rencananya.
Dalam 4 hari pasukan tersebut melakukan serangan penghancuran ke Gunung Potong. Satu peleton pasukan RPKAD di bawah pimpinan Sersan Mayor Soetarno yang dibantu satu kompi KKO dan seorang penunjuk jalan menjalankan operasi tersebut pada 2 September 1958.
Pada saat itu, Tim RPKAD melakukan perjalanan yang tidak akan disadari oleh musuh. Namun kondisi jalan tersebut tentulah lebih buruk dengan banyaknya semak belukar dan jurang berbatu. Ditambah lagi pasukan RPKAD melakukan perjalanan pada saat dini hari, di mana pencahayaan sangatlah minim.
Setelah berjarak sekitar 25 meter dari pos musuh, tim akhirnya membagi tugas untuk melakukan penyergapan. Mulai dari penempatan penembak bren hingga pelontar granat untuk setiap pos. Namun karena penyergapan itu dilakukan pada pagi buta, membuat tim RPKAD memilih untuk melakukan tindakan pendadakan untuk meminimalisir terjadinya baku tembak.
Pada saat inilah terjadi perkelahian satu lawan satu dengan sangkur, tanpa ada letusan. Dari situ wilayah basis pertahanan Permesta ini akhirnya berhasil untuk ditaklukkan.
Setelah itu, RPKAD masih harus menghadapi musuh lain melalui pertarungan sengit meski markas utama mereka telah diserahkan kepada KKO. Hingga pada 3 September 1958, pukul 06.00 pagi, pertahanan Permesta di Gunung Potong dapat dikuasai seluruhnya oleh RPKAD. Dengan kondisi ini mau tidak mau pasukan Permesta yang tersisa hanya bisa melakukan gerilya, yang membuat pasukan mereka lebih mudah untuk ditumpas.
Itulah kisah Kopassus tumpas Permesta dengan hanya menggunakan sangkur. Karena sebagai salah satu pasukan elite, tentunya Kopassus harus dapat beradaptasi di segala medan dengan modal senjata apa pun.
Lihat Juga: 12 Perwira Jebolan Kopassus dari Kolonel hingga Letjen TNI Dapat Penugasan Baru dari Panglima TNI
(abd)