KSAD Berdarah Batak, Nomor 1 Jenderal Bintang 5 Penyandang Gelar Pahlawan Nasional

Minggu, 14 Januari 2024 - 06:09 WIB
loading...
KSAD Berdarah Batak,...
KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak dalam upacara Puncak Peringatan Hari Juang TNI AD pada 16 Desember 2023. FOTO/TWITTER/TNI AD
A A A
JAKARTA - Sejumlah Perwira TNI yang menjabat KSAD memiliki darah keturunan Batak . Salah satunya merupakan Pahlawan Nasional Indonesia yang menyandang jenderal bintang 5.

KSAD atau Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) merupakan pemimpin tertinggi di organisasi TNI AD. Jabatan itu diemban oleh Perwira Tinggi (Pati) TNI AD berpangkat Jenderal TNI (bintang empat). Namun di masa lampau, jabatan KSAD pernah diemban oleh seorang tentara berpangkat Kolonel.

Dalam sejarahnya, jabatan KSAD hingga saat ini telah diemban oleh 35 perwira TNI. Dari jumlah itu, beberapa di antaranya berasal dari suku Batak. Suku Batak merupakan kelompok etnik terbesar ketiga di Indonesia yang dulu banyak bermukim di Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera Utara.



Suku Batak terbagi dalam beberapa kelompok, yakni Angkola, Karo, Mandailing, Pakpak, Simalungun, Toba, dan Pardembanan. Masing-masing kelompok memiliki sub marga yang biasanya disematkan ke dalam akhiran nama sebagai identitas. Lalu siapa saja KSAD yang berdarah Batak?

Berikut ini KSAD berdarah Batak:

1. Jenderal Besar TNI (Purn) Dr (HC) Abdul Haris Nasution

KSAD Berdarah Batak, Nomor 1 Jenderal Bintang 5 Penyandang Gelar Pahlawan Nasional

FOTO/WIKIPEDIA

KSAD berdarah Batak yang pertama adalah Abdul Haris Nasution. Tentara kelahiran Kotanopan, Mandailing, Hindia Belanda, 3 Desember 1918 ini menjabat KSAD dua kali, yakni periode 27 Desember 1949–18 Oktober 1952 dan 1 November 1955-21 Juni 1962.

Nasution di akhir namanya menunjukkan bahwa jenderal bintang 5 ini berasal dari Suku Batak. Nasution digunakan oleh kelompok Marga Batak Angkola dan Mandailing.

Abdul Haris Nasution awalnya bukan seorang tentara. Ia merupakan guru yang tertarik ke dunia politik dan militer setelah membaca buku karya Soekarno. Paa 1940, ia mengikuti pelatihan korps perwira cadangan yang dibuka oleh pemerintah Belanda. Ia bersama beberapa pemuda Indonesia kemudian dikirim ke Akademi Militer Bandung.

Berkat kemampuannya, tak lama kemudian Abdul Haris Nasution meraih pangkat Kopral, Sersan, dan menjadi seorang perwira di Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL). Setelah invasi Jepang, ia bergabung dengan pasukan Pembela Tanah Air (PETA).

Setelah prokalmasi kemerdekaan Republik Indonesia, Abdul Haris Nasution bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan diangkat menjadi Panglima Regional Divisi Siliwangi yang menjaga keamanan Jawa Barat. Pada 1948, Abdul Haris ditunjuk menjadi Wakil Panglima TKR, mendampingi Jenderal Soedirman.

Di akhir 1949, Abdul Haris Nasution diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal TNI (HOR) Goesti Pangeran Harjo Djatikoesoemo. Namun pada Oktober 2952, ia dicopot dari jabatan KSAD karena memprotes campur tangan sipil dalam urusan militer, dengan menginstruksikan pasukan mengelilingi Istana Kepresidenan dan mengarahkan moncong meriam ke Istana Negara. Abdul Haris Nasution kembali diangkat menjadi KSAD pada November 1955.

Presiden Soekarno melakukan restrukturisasi ABRI pada 1962 dan menunjuk Abdul Haris Nasution sebagai Kepala Staf ABRI yang bertugas dalam urusan administrasi tanpa memiliki pasukan. Hal ini dilakukan untuk melemahkan Abdul Haris Nasution yang terindikasi menyukai kedekatan Presiden Soekarno dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Abdul Haris Nasution termasuk jenderal yang menjadi sasaran Gerakan 30 September 1965 oleh PKI (G30S/PKI). Namun ia berhasil menyelamatkan diri. Dalam perjalanannya, Abdul Haris diangkat menjadi Ketua MPRS yang membantu Soeharto menjadi Presiden RI.

Setelah Soeharto menjadi orang pertama di Republik Indonesia, Abdul Haris Nasution sempat menjadi lawan politik Orde Baru. Hubungan keduanya kembali dekat pada 1990-an. Pada perayaan HUT ke-52 ABRI tahun 1997, Abdul Haris Nasution bersama Soedirman dan Soeharto mendapat pangkat Jenderal Besar atau jenderal bintang 5 atas jasa-jasanya.

Abdul Haris Nasution meninggal dunia pada 6 September 2000 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. Ia kemudia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2002 berdasarkan S.K. Presiden No.073/TK/2002.

2. Kolonel Inf (Purn) Zulkifli Lubis

KSAD Berdarah Batak, Nomor 1 Jenderal Bintang 5 Penyandang Gelar Pahlawan Nasional

FOTO/BUKU Djawatan Topografi AD

Selanjutnya ada Zulkifli Lubis, KSAD berdarah Batak. Tentara kelahiran Banda Aceh, Hindia Belanda, 26 Desember 1923 itu menjabat KSAD cukup singkat dari 8 Mei hingga 26 Juni 1955.

Lubis di akhir namanya menunjukkan bahwa Zulkifli berasal dari Suku Batak. Lubis banyak dipakai orang dari kelompok marga Batak Angkola, Mandailing, dan Toba.

Zulkifli Lubis awalnya tak sengaja masuk tentara. Setelah menyelesaikan pendidikan Algemeene Middlebare School (AMS) B di Yogyakarta, ia diajak temannya ikut latihan yang digelar oleh tentara Jepang bagi pemuda Indonesia. Dua bulan dia latihan di Seinen Kurensho. Selanjutnya Zulkifli ditawari masuk pendidikan perwira militer di Seinen Dojo. Rampung pendidikan, Zulkifli berpangkat Letnan Dua (Letda).

Bersama rekan-rekannya, seperti Kemal Idris, Daan Mogot, dan Sabirin Mochtar, Zulkifli Hasan dilibatkan dalam pembetukan pasukan Pembela Tanah Air (PETA). Zulkifli kemudian mendapat kesempatan belajar intelijen di luar negeri.

Pulang ke Tanah Air, Zulkifli kemudian terlibat dalam pembentukan kelompok intelijen di berbagai tempat di Jawa. Namun setelah Jepang dinyatakan menyerah dan Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, ia mempersiapkan pembentukan intelijen bernama Badan Istimewa.

Ia juga membentuk Penyelidikan Militer Chusus (PMC) yang bertanggung jawab langsung ke Presiden Soekarno. Namun PMC kemudian dibubarkan karena Mabes TKR karena dianggap melakukan penangkapan dan penyitaan semena-mena.

Konflik internal di TNI AD membawa Zulkifli ke jajaran elite tentara. Ia ditunjuk menjadi Wakil KSAD oleh Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri pada Desember 1953. Ia kemudian diangkat menjadi penjabat (Pj) KSAD pada Mei 1955 menggantikan Bambang Sugeng yang mengundurkan diri. Namun satu setengah bulan kemudian, ia digantikan Bambang Utoyo karena dinilai lebih intelijen dibanding militer dan pro-Barat.

Zulkifli Lubis meninggal dunia di Jakarta pada 23 Juni 1993 dan dimakamkan di Pusaka Makam Pahlawan Dreded, Kota Bogor, Jawa Barat.

3. Jenderal TNI (Purn) Maraden Saur Halomoan Panggabean

KSAD Berdarah Batak, Nomor 1 Jenderal Bintang 5 Penyandang Gelar Pahlawan Nasional

FOTO/BUKU Irian Barat dari Masa ke Masa

Ada juga nama Maraden Saur Halomoan Panggaeban dalam daftar KSAD berdarah Batak. Tentara kelahiran Pansur Napitu, Tarutung, Keresidenan Tapanuli, Hindia Belanda, 29 Juni 1922 itu menjabat KSAD pada periode 1 Mei 1967-25 November 1969.

Panggabean di akhir namanya merupakan marga dari kelompok Batak Toba. Marga-marga ternama lainnya dari kelompok Batak Toba adalah Panjaitan, Batubara, dan Simanjuntak.

Maraden Panggabean mengawali karier militernya dengan bergabung Organisasi Kelaskaran Pemuda Sosialis Indonesia sebagai Komandan Pasukan. Setelah itu, ia diangkat menjadi Kepala Staf Batalyon I Resimen IV Tentara Republik Indonesia (TRI) Divisi X, Kepala Staf Resimen I TRI Divisi VI Komandemen Sumatera, dan Komandan Resimen I TNI Divisi VI Komandemen Sumatera.

Pada 1957, ia dimutasi menjadi Pamen diperbantukan Itjen Pendidikan Umum Angkatan Darat. Lalu dipindah menjadi Asisten Inspektur Jenderal Pendidikan Umum AD Bidang Diklat, Komandan RTP III Kodam Sulawesi Selatan dan Tenggara (Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin), Kepala Staf Komando Antar Daerah Indonesia Timur.

Pada 1966, Maraden Panggabean diangkat menjadi Wakil Panglima Angkatan Darat. Setahun kemudian dipromosikan menjadi Panglima Angkatan Darat, lalu Panglima Kopkamtib.

Nama Maraden masuk dalam Kebinet Pembangunan I Presiden Soeharto. Ia diangkat menjadi Menteri Negara Urusan Pertahanan dan Keamanan/Wakil Panglima ABRI. Selanjutnya di Kabinet Pembangunan II menjadi
Menteri Pertahanan dan Keamaman/Panglima ABRI. Lalu Pelaksana Harian Panglima Kopkamtib. Ia pensiun dari militer pada 1978.

Setelah pensiun, Maraden ditunjuk Presiden Soeharto menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan pada Kabinet Pembangunan III. Kemudian pada periode selanjutnya menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung.

Maraden Panggabena terjun di dunia politik sejak masih aktif di TNI. Ia menjabat Anggota Dewan Pembina Partai Golkar (1973), Ketua Dewan Pembina Golkar (1974-1978), dan Wakil Ketua Dewan Pembina/Ketua Presidium Harian Dewan Pembina Golkar (1979-1988).

Jenderal bintang empat itu meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta akibat stroke pada 28 Mei 2000. Maraden Panggabena dimakamkan di TMP Kalibata.

4. Jenderal TNI Maruli Simanjuntak

KSAD Berdarah Batak, Nomor 1 Jenderal Bintang 5 Penyandang Gelar Pahlawan Nasional

FOTO/TNI AD

KSAD berdarah Batak selanjutnya adalah Maruli Simanjuntak. Tentara kelahiran Bandung, Jawa Barat, 27 Februari 1970 itu menempati kursi KSAD sejak 29 November 2023 hingga saat ini.

Simanjuntak merupakan marga dari kelompok Batak Toba. Maruli merupakan menantu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Maruli yang sebelumnya menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis (Pangkostrad) dilantik berdasarkan Keppres Nomor 103/TNI/2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala Staf Angkatan Darat.

Mantan Danpaspampres ini lahir pada 27 Februari 1970. Penunjukannya sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad TNI AD) oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pada 2022 lalu. Maruli Simanjuntak merupakan jenderal bintang 3 Pangkostrad, dalam kariernya, dia merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) 1992 dan berpengalaman di bidang Infanteri (Kopassus) dan Detasemen Tempur Cakra.

Sepanjang kariernya di militer, dia telah mencicipi beberapa jabatan penting seperti Komandan Detasemen Tempur Cakra (2002), Danseko Pusdikpassus (2009—2010), hingga Asops Danjen Kopassus (2014). Pada tahun 2014 hingga 2016 dirinya masuk dalam jajaran Pasukan Pengamanan Presiden dan menjadi Komandan Grup A.

Sebelum akhirnya dia dipercaya menjadi Wakil Komandan Paspampres pada 2017 hingga 2018. Kemudian pada tahun 2018 dirinya diangkat menjadi Komandan Paspampres masa Presiden Joko Widodo. Jabatannya ini berakhir pada tahun 2020 yang kemudian kariernya melejit setelah itu. Dimulai dari diberi kepercayaan untuk mengemban amanah sebagai Pangdam IX/Udayana hingga 2022 dan dipercaya sebagai Pangkostrad setelah meraih pangkat Jenderal Bintang 3 nya atau Letnan Jenderal.

Menantu Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan tersebut memang dikenal sebagai sosok yang cerdas, akademik, rendah hati dan memiliki kemampuan intelijen yang baik. Sebagai seorang Pangkostrad dia telah mengoleksi beberapa brevet dan penghargaan mentereng. Di antaranya yaitu brevet militer dalam negeri seperti Brevet Kualifikasi Komando Kopassus, Brevet Kualifikasi Cakra Kostrad, Brevet Para Utama, dan Brevet Kualifikasi Intai Tempur (Taipur).

Tak kalah mentereng, pria asal Bandung, Jawa Barat ini juga memiliki beberapa brevet dari militer asing, di antaranya Special Forces Distinctive Unit Insignia (US Army), Master Parachutist Badge (Royal Thai Army), Master Parachutist Badge (Singapore Army), dan Advanced Military Free Fall Parachutist Badge (Singapore Army).
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1915 seconds (0.1#10.140)