Pemerintah Diminta Waspadai Sindikat Pengungsi Rohingya

Jum'at, 29 Desember 2023 - 16:07 WIB
loading...
Pemerintah Diminta Waspadai Sindikat Pengungsi Rohingya
Pemerintah diingatkan untuk mewaspadai gelombang pengungsi Rohingya yang terus masuk ke wilayah Indonesia. Kewaspadaan ini penting agar tidak terjadi masalah. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah diingatkan untuk mewaspadai gelombang pengungsi Rohingya yang terus masuk ke wilayah Indonesia. Kewaspadaan ini penting agar tidak terjadi masalah besar dan lebih serius di kemudian hari.

"Belakangan ini arus pengungsi yang mengatasnamakan Rohingya semakin deras. Mereka diduga sengaja ke Indonesia sebagai negara tujuan, bukan negara transit. Dugaan kuat mereka adalah berasal dari Camp Cox Bazar, lokasi pengungsian terbesar di Bangladesh," katanya Analis intelijen, Pertahanan, dan Keamanan, Ngasiman Djoyonegoro di Jakarta, Jumat (29/12/2023).

Simon, sapaan akrab Ngasiman Djoyonegro, menegaskan, keresahan dan protes rakyat Aceh terhadap perilaku para pengungsi Rohingya seharusnya lebih didengarkan sebagai prioritas. Sebab, menurut Simon, warga Aceh telah dirugikan dengan berbagai perilaku para pengungsi.

"Gelombang pengungsian ini bukan alamiah, tetapi ada upaya penyelundupan para pengungsi ke Indonesia," ujarnya.



Simon menjelaskan, para pengungsi ini diduga berasal dari Camp Cox Bazar, kamp pengungsian di Bangladesh yang telah penuh sesak dan banyak persoalan sosial, kesehatan, dan kriminalitas yang tinggi, sehingga mereka berbondong-bondong ke Indonesia.

"Ada indikasi bahwa para pengungsi sengaja merusak kapal mereka mendekati pantai Aceh dengan memanfaatkan celah aturan pada Perpres 125 Tahun 2016, yaitu bahwa aparat wajib menolong kapal pengungsi jika dalam situasi darurat," kata Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal itu.

"Ada jaringan sindikat di balik pengungsian ini. Saat ini pihak kepolisian telah menangani lima kasus," katanya.

Ia mencontohkan temuan Polres Aceh Timur, dari 50 pengungsi yang masuk laki-laki semua, 28 pengungsi berkewarganegaraan Bangladesh, 3 berpaspor Bangladesh. Persoalannya, tambah Simon, Indonesia bukan negara yang meratifikasi Konvensi Pengungsian 1951. Artinya tidak ada kewajiban bagi Indonesia untuk menampung para pengungsi Rohingya.

"Indonesia sadar sejak awal bahwa negara kepulauan dengan pintu masuk yang sangat terbuka, rawan terjadi penyelundupan manusia yang dapat mengganggu ketertiban sosial. Maka dari itu, Indonesia tidak meratifikasi," kata Simon.

"Kita harus bersimpati kepada Warga Aceh yang baru pulih dari berbagai ujian (bencana Tsunami dan Gerakan Aceh Merdeka/GAM) tiba-tiba datang pengungsi yang bikin rusuh di wilayahnya," kata Simon.

Bagaimana menangani situasi ini? Simon menyarankan agar pemerintah Indonesia mendesak Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) bertanggung jawab atas situasi ini sebagai persoalan internasional. Jangan sampai hubungan Indonesia dengan negara-negara yang terlibat, seperti Myanmar dan Bangladesh menjadi tidak baik.

Simon juga menyarankan peran Dirjen Keimigrasian lebih proaktif dalam menyelesaikan persoalan ini. Beban pemerintah daerah sudah cukup berat saat menangani perilaku para pengungsi dengan warga lokal.

"Intervensi Dirjen Keimigrasian saya kira akan bisa menurunkan tensi di Aceh terkait persoalan pengungsi Rohingya ini. Karena, Dirjen Keimigrasian merupakan garda depan dalam deteksi dini terhadap ancaman dari warga negara asing yang berupaya masuk ke Indonesia," katanya.

Pengungsi Rohingya merupakan persoalan bersama yang harus menjadi perhatian semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintahan, termasuk aparatur pertahanan, keamanan, dan intelijen. Sebab, kalau tidak segera ditangani, masalah ini akan semakin membesar dan berpotensi menjadi ancaman nasional.

"Kita harus selalu waspada terhadap bahaya dan ancaman yang mengintai negara kita ini, jangan sampai kita kecolongan pada saat situasi sudah sulit untuk ditangani, apalagi saat ini seluruh aparat keamanan berkonsentrasi pada pengamanan Nataru dan suksesnya pesta demokrasi Pemilu 2024," katanya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1215 seconds (0.1#10.140)