Ridwan Kamil Balas Kritikan Cak Imin, Timnas Amin Membela
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar ( Timnas Amin ) membela calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 Cak Imin yang kritikannya terkait pembangunan jalan tol dibalas Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jawa Barat Prabowo-Gibran, Ridwan Kamil. Timnas Amin menilai balasan Ridwan Kamil atas kritikan Cak Imin keluar dari konteks.
Deputi Profesional dan Alumni Perguruan Tinggi Timnas Amin Hendry Harmen menjelaskan bahwa Cak Imin hanya menyampaikan unek-unek tukang becak yang mengeluh karena tidak bisa menikmati jalan tol yang dibangun termasuk dari pajak para tukang becak untuk pembangunan. “Saya melihat kritik Ridwan Kamil bukan hanya keluar dari konteks, tetapi juga sesat dalam berpikir,” kata Hendry, Kamis (21/12/2023).
Hendry Harmen menilai, Ridwan Kamil melewatkan satu hal bahwa sembako sebelum mencapai jalan tol harus melalui jalan biasa alias jalan non-tol yang seringnya macet. "Berapa banyak biaya bahan bakar dan waktu yang terbuang karena kemacetan?" ucap Hendry, mantan Ketua Alumni ITB dan mantan Staf Ahli Menteri BUMN ini.
Alumni magister studi pembangunan ITB dan ahli infrastruktur serta pengembangan wilayah itu menjelaskan, kemacetan terjadi utamanya karena penambahan jumlah jalan tidak seimbang dengan penambahan jumlah kendaraan. Dia melihat delapan tahun pemerintahan Jokowi, pembangunan jalan tol lebih panjang dari jalan nasional yang bisa dinikmati oleh semua kalangan dan semua jenis kendaraan dan tidak berbayar.
Ia juga mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan penambahan jalan nasional dari 2014-2022 = 1.385 km. Sedangkan penambahan jalan tol sepanjang 2014-2022 = 1.500 km.
"Dari data ini tergambar, paradigma pembangunan era Jokowi bukan untuk memudahkan mobilitas rakyat secara umum, tetapi lebih pada mendapatkan keuntungan dari mobilitas tersebut,” tutur Hendry.
Karena itu, Hendry Harmen mengkritik cara berpikir Ridwan Kamil dalam merespons kritikan Cak Imin karena terlalu menyederhanakan masalah dengan melewatkan akar masalah. "Akar masalahnya adalah kurangnya ketersediaan jalan nasional yang tidak berbayar, yang merupakan urat nadi mobilitas barang dan orang antardaerah, yang murah dan lancar," tegas Hendry.
Dia menambahkan, jalan nasional bahkan jalan provinsi atau jalan kabupaten yang banyak dan berkualitas akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi rakyat di sepanjang jalan tersebut, dan umumnya bagi rakyat secara luas. "Pada akhirnya, Mang Becak makan di warteg jadi murah, bukan karena adanya jalan tol, tetapi karena tersedianya jumlah jalan nasional yang cukup sehingga membuat biaya distribusi sembako menjadi lebih lancar dan murah,” jelas Hendry.
Hendry juga mengingatkan laporan Bank Dunia 2023 bahwa Logistic Performance Index Indonesia turun tajam dari peringkat 46 di 2018 menjadi peringkat 63 di 2023 dari 139 negara. "Indonesia jauh berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Dan hanya berada di atas Kamboja dan Laos,” tegasnya.
Deputi Profesional dan Alumni Perguruan Tinggi Timnas Amin Hendry Harmen menjelaskan bahwa Cak Imin hanya menyampaikan unek-unek tukang becak yang mengeluh karena tidak bisa menikmati jalan tol yang dibangun termasuk dari pajak para tukang becak untuk pembangunan. “Saya melihat kritik Ridwan Kamil bukan hanya keluar dari konteks, tetapi juga sesat dalam berpikir,” kata Hendry, Kamis (21/12/2023).
Hendry Harmen menilai, Ridwan Kamil melewatkan satu hal bahwa sembako sebelum mencapai jalan tol harus melalui jalan biasa alias jalan non-tol yang seringnya macet. "Berapa banyak biaya bahan bakar dan waktu yang terbuang karena kemacetan?" ucap Hendry, mantan Ketua Alumni ITB dan mantan Staf Ahli Menteri BUMN ini.
Alumni magister studi pembangunan ITB dan ahli infrastruktur serta pengembangan wilayah itu menjelaskan, kemacetan terjadi utamanya karena penambahan jumlah jalan tidak seimbang dengan penambahan jumlah kendaraan. Dia melihat delapan tahun pemerintahan Jokowi, pembangunan jalan tol lebih panjang dari jalan nasional yang bisa dinikmati oleh semua kalangan dan semua jenis kendaraan dan tidak berbayar.
Ia juga mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan penambahan jalan nasional dari 2014-2022 = 1.385 km. Sedangkan penambahan jalan tol sepanjang 2014-2022 = 1.500 km.
"Dari data ini tergambar, paradigma pembangunan era Jokowi bukan untuk memudahkan mobilitas rakyat secara umum, tetapi lebih pada mendapatkan keuntungan dari mobilitas tersebut,” tutur Hendry.
Karena itu, Hendry Harmen mengkritik cara berpikir Ridwan Kamil dalam merespons kritikan Cak Imin karena terlalu menyederhanakan masalah dengan melewatkan akar masalah. "Akar masalahnya adalah kurangnya ketersediaan jalan nasional yang tidak berbayar, yang merupakan urat nadi mobilitas barang dan orang antardaerah, yang murah dan lancar," tegas Hendry.
Dia menambahkan, jalan nasional bahkan jalan provinsi atau jalan kabupaten yang banyak dan berkualitas akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi rakyat di sepanjang jalan tersebut, dan umumnya bagi rakyat secara luas. "Pada akhirnya, Mang Becak makan di warteg jadi murah, bukan karena adanya jalan tol, tetapi karena tersedianya jumlah jalan nasional yang cukup sehingga membuat biaya distribusi sembako menjadi lebih lancar dan murah,” jelas Hendry.
Hendry juga mengingatkan laporan Bank Dunia 2023 bahwa Logistic Performance Index Indonesia turun tajam dari peringkat 46 di 2018 menjadi peringkat 63 di 2023 dari 139 negara. "Indonesia jauh berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Dan hanya berada di atas Kamboja dan Laos,” tegasnya.