DEEP Dorong KPU, Bawaslu, Aparat Penegak Hukum Usut Tuntas Dugaan Transaksi Mencurigakan ke Bendahara Parpol

Senin, 18 Desember 2023 - 22:56 WIB
loading...
DEEP Dorong KPU, Bawaslu, Aparat Penegak Hukum Usut Tuntas Dugaan Transaksi Mencurigakan ke Bendahara Parpol
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati. Foto: Ist
A A A
JAKARTA - PPATK menemukan transaksi mencurigakan di rekening bendahara partai politik yang mencapai setengah triliun rupiah. Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan, tampaknya ini sudah menjadi fenomena gunung es setiap kali perhelatan pemilihan umum digelar.

“Potret ini mengindikasikan bahwa aktivitas pemilu mengeluarkan anggaran yang jumlahnya sangat fantastis mulai dari pencalonan, kampanye kemudian nanti sengketa hasil,” ujar Neni, Senin (18/12/2023).

Sebagaimana diungkapkan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana bahwa indikasi transaksi mencurigakan muncul dari kejanggalan aktivitas rekening khusus dana kampanye (RKDK). Arus transaksi di RKDK seharusnya naik karena uang yang tersimpan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan. Namun, saat ini, transaksi melalui RKDK cenderung tak bergerak. Pergerakan uang justru diduga terjadi pada rekening lain.



“DEEP memandang bahwa ini menjadi permasalahan yang sangat serius dan tidak bisa dibiarkan. Jika praktik ini terus didiamkan maka jangan berharap bisa tercipta kontestasi yang free and fair election, karena transaksi janggal tersebut dapat berpotensi digunakan jual beli suara yang akan merusak demokrasi ke depan dan pemilu gagal menjadi momentum untuk melahirkan pemimpin bangsa yang berintegritas dan profetik,” ungkapnya.

Atas kondisi tersebut, DEEP Indonesia mendorong beberapa hal sebagai berikut:

1. Mendorong KPU dan Bawaslu mengusut tuntas kasus transaksi janggal temuan PPATK dengan melibatkan aparat penegakan hukum lainnya dan menyampaikan hasil kajiannya kepada publik dengan transaparan dan akuntabel.

KPU dan Bawaslu semestinya tidak terjebak pada UU Pemilu yang tekstual dan tafsir minimalis. Seharusnya penyelenggara pemilu dan aparat penegak hukum dapat menggunakan instrumen lain di luar UU Pemilu untuk penindakan yang progresif dan jika terbukti tidak segan untuk memberikan sanksi.

Harapannya proses kajian tidak dilakukan secara asal-asalan hanya untuk menenangkan publik secara
sesaat. Dalam Pasal 496 UU No 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atan ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

2. Sosialisasi regulasi kampanye dan dana kampanye lebih terstruktur, sistematis, dan massif kepada peserta pemilu oleh penyelenggara pemilu dengan mendorong agar peserta pemilu melaporkan bukan hanya sekadar menggugurkan kewajiban belaka tetapi yang jauh lebih substansi dari itu adalah pertanggungjawaban moral peserta pemilu kepada publik mewujudkan demokrasi yang beradab dan bermartabat

3. Mendorong peserta pemilu untuk menyampaikan laporan dana kampanye secara transparan dan akuntabel mulai dari RKDK, LADK, LPSDK dan LPPDK sehingga tidak banyak aliran dana yang tersimpan di rekening lain.

Hasil pemantauan DEEP di Pemilu 2019 lalu, peserta pemilu tidak serius dalam melaporkan dana kampanye, sehingga tidak heran ketika terjadi penyelewenangan dana dan banyaknya peredaran dana ilegal di luar yang dilaporkan kepada KPU.

4. Mendorong KPU dan Bawaslu memberikan akses kepada publik terkait laporan dana kampanye karena bukan termasuk informasi yang dikecualikan, jangan hanya nominalnya saja yang ditampilkan kepada publik.

5. Mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengawal laporan dana kampanye. Sebab, ini menjadi tantangan terbesar karena publik tidak terlalu memperhatikan soal dana kampanye dan ini menjadi isu yang termarginalkan.

Kondisi ini diperparah juga dengan masyarakat juga tak bisa mendapatkan akses untuk mengetahui laporan dana kampanye. Peserta pemilu hanya melaporkannya kepada KPU, tetapi tidak membukanya kepada publik. Padahal ini menjadi hal yang sangat fundamental dan menjadi indikator bagi pemilih memberikan hak pilihnya dengan menelusuri laporan dana kampanye peserta pemilu.
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1581 seconds (0.1#10.140)