Debat Capres Pertama: Anies dan Ganjar Ungguli Prabowo

Jum'at, 15 Desember 2023 - 18:05 WIB
loading...
Debat Capres Pertama: Anies dan Ganjar Ungguli Prabowo
Yasmin Muntaz, Praktisi Media. Foto/Dok. Pribadi
A A A
Yasmin Muntaz
Praktisi Media

DEBAT capres Selasa (12/12/2023) malam berlangsung menarik. Kalau dalam banyak acara debat sebelumnya, Kita kerap disuguhi perdebatan sengit antara timses Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran, maka dalam debat capres pertama, justru Prabowo dan dan Anies beberapa kali head to head cukup sengit. Debat yang diprediksi akan berlangsung ewuh pakewuh, ternyata berlangsung menarik.

Anies Baswedan dianggap tancap gas sejak sesi pertama karena 'menyenggol' Gibran ketika mengkontradiksikan: di saat ada milenial menjadi cawapres, di luar sana banyak anak muda dan Gen Z yang berhadapan dengan kekerasan ketika mengkritik pemerintah, soal hukum yang bengkok (tajam ke bawah dan tumpul ke atas) juga penegasan bahwa Indonesia adalah negara hukum (di mana kekuasaan diatur oleh hukum) dan bukan negara kekuasaan/machtstaat (di mana hukum diatur oleh penguasa).

Prabowo Subianto bernarasi keberhasilan pemerintah dan komitmen pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya. Ganjar Pranowo ke luar dari narasi keberlanjutan atau perubahan (seperti yang sebelumnya kerap dinarasikan oleh Mahfud MD).

Dia lebih banyak menyoroti pelayanan publlk yang awalnya terkesan ke luar dari topik Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi dan Penguatan Demokrasi. Pelayanan publik adalah bagian dari Pemerintahan, lalu di bagian akhir Ganjar menyinggung kebebasan berpendapat dan pemberantasan korupsi.

Dalam penyampaian visi misi Ganjar menggunakan gaya bercerita (story telling), sedangkan Anies menggunakan gaya komunikasi pemaparan-asertif sedangkan Prabowo bergaya lugas-agresif. Ganjar nampak tidak mau terjebak mengkritisi masalah hukum seperti yang pernah diakukan sebelumnya (dengan memberi skor 5 penegakan hukum di era Presiden Jokowi), karena cawapresnya adalah Menkopolhukam yang sedang menjabat. Dari sisi ketepatan substansi dan juga cara penyampaian, Anies unggul di sesi pertama.

Saya ingin membahas hal yang non substansi terlebih dulu, di sesi pertanyaan panelis dan tanggapan. Di awal sesi kedua, Anies tampak minim dalam membangun kontak dengan lawan bicara ketika diminta menanggapi dan banyak melihat ke depan (ke kamera).

Sedangkan 2 capres lainnya, tertangkap camera lebih banyak melakukan eye contact ke lawan bicara (capres yang akan ditanggapi). Kondisi ini terjadi di sesi 2 dan pada saat Anies memberi tanggapan. Sedangkan pada saat menerima tanggapan dan juga di sesi selanjutnya, Anies sudah lebih banyak berhadapan dengan lawan bicaranya.

Yang saya sampaikan ini adalah yang tampak di layar kaca. Dalam beberapa kali menanggapi, capres juga terkesan seperti memberi paparan. Ke depannya, mungkin ini bisa menjadi perhatian, agar ketika menanggapi jangan seolah disisipkan visi misi tambahan. Perlu menjadi catatan untuk KPU, agar para kontestan diminta untuk mengawali tanggapannya dengan menyatakan setuju atau tidak setuju/mengkoreksi/menyanggah terlebih dahulu, agar jelas posisinya.

Selain itu, dalam 2 kali Ganjar menanggapi jawaban Anies atas pertanyaan panelis, Anies tidak merespons kembali. Hal itu karena, waktu 1 menit digunakan Anies untuk meresponse tanggapan/pertanyaan Prabowo (soal izin rumah ibadah dan soal oposisi).

Idealnya perlu ada response balik walau hanya sekedar menjawab setuju (jika waktu masih cukup), agar tidak terkesan mengabaikan tanggapan. Ketika menjawab soal oposisi, waktu memang digunakan pas 1 menit, namun ketika menjawab soal izin rumah ibadah, waktu masih tersisa sekitar 5 detik.

Di sini peran moderator diperlukan. Jika ke depannya ada tanggapan yang belum direspons dan masih ada waktu, capres/cawapres perlu diingatkan untuk meresponse tanggapan. Di sesi pertanyaan panelis, Ganjar unggul dari sisi gestur, penerapan jalannya debat dan menanggapi, serta pemanfaatan waktu dan kelugasan dalam menjawab.

Secara keseluruhan Ganjar juga terlihat paling santai. Hal itu bisa jadi karena pertanyaan yang diterimanya tidak seberapa menohok, dibandingkan 2 capres lainnya.

Prabowo beberapa kali terlihat emosional dan lebih menyerang Anies, ketimbang Ganjar. Di awal sesi 2, ia terkesan berusaha membangun aliansi dengan Ganjar (mungkin karena menganggap sebagai sesama Capres yang awalnya dipersepsikan sebagi 'orangnya Jokowi'), dengan langsung setuju atas tanggapan Ganjar soal Papua.

Namun di sisi lain, Ganjar terkesan tidak ingin membangun aliansi dengan Prabowo dan beberapa kali melontarkan pertanyaan menohok. Ganjar memulainya dengan bertanya soal putusan MK namun ditegur moderator karena belum saatnya sesi tanya jawab.

Padahal, nenurut catatan saya, itu adalah pertanyaan ketiga yang timbul di sesi pertanyaan dari panelis. Pertama, pertanyaan Ganjar ke Prabowo soal penyelesaian Papua dan kedua, pertanyaan Prabowo ke Anies soal izin rumah ibadah. Namun baru di saat pertanyaan soal putusan MK-lah, moderator menegur.

Kritik untuk moderator agar tegas sejak awal dan agar jangan baru menertibkan ketika ada pertanyaan yang menohok. Jika memang belum sesi bertanya, capres pun bisa diminta untuk tidak menanggapi.

Di sesi tanya jawab, jawaban Anies kurang to the point (lugas), ketika menjawab pertanyaan Prabowo soal polusi. Jawaban yang kurang lugas tersebut, kemudian 'ditangkap' oleh Prabowo untuk 'attacking' soal angin dan hujan ketika menanggapi jawaban Anies.

Menurut saya ini akibat Anies kurang lugas dalam menjawab pertanyaan soal polusi. Ketika meresponse 'serangan' hujan dan angin dari Prabowo, Anies lebih berani dan ke luar dari pakemnya, dengan mengawali respons: "inilah bedanya bicara berdasarkan fiksi, dibandingkan bicara berdasarkan data".

Padahal, tanpa mengawali dengan sindiran soal fiksi, meng-counter dengan 'gaya Anies' yang santun, sudah cukup. Karena jawaban langsung ke substansi dengan bicara by data, lebih tepat dan fokus. Daripada mengkritik bicara berdasarkan fiksi, lebih pas dengan bicara tanpa data.

Sejak berstrategi mengurangi serangan terhadap Jokowi, Ganjar diprediksi akan bertanya soal Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Anies. Dan ternyata benar. Anies memilih menjawab soal IKN secara diplomatis dan tidak terjebak untuk menjawab dengan jawaban tertutup: ya atau tidak.

Kali ini ketidaklugasan Anies diaplikasikan secara tepat menjadi jawaban yang diplomatis dan cerdas dari perspektif hukum. UU IKN memang mendapat kritik dari para pengamat hukum karena terkesan terburu-buru diundangkan dan tanpa melibatkan partisipasi publik.

Seperti yang sudah diduga, Prabowo akan diserang dengan pertanyaan terkait pelanggaran HAM dan juga Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi karpet merah untuk Gibran sebagai cawapres. Walaupun 2 pertanyaan tersebut sudah dapat diprediksi, sayangnya Prabowo masih terlihat tidak sepenuhnya siap, baik dengan jawaban, maupun dalam mengatur ekspresi.

Prabowo sebenarnya bisa bertanya soal E-KTP dan Wadas ke Ganjar atau Formula E ke Anies. Namun ketiga pertanyaan tersebut tidak muncul dalam debat pertama ini. Wadas tidak ditanyakan, diprediksi karena akan menyeret nama Presiden Jokowi. Namun soal E-KTP dan Formula E, sebenarnya bisa ditanyakan. Karena debat pada hakikatnya adalah untuk ‘menguliti’ (potensi) kelemahan seorang kandidat.

Pertanyaan soal pelanggaran HAM dan soal makam para korban, menjadi best moment Ganjar. Ketika menjawab pertanyaan Ganjar soal pelanggaran HAM di sesi tanya jawab, alih-alih menjawabnya secara tegas, Prabowo menyebut nama politisi partai Demokrat Andi Arief, yang dulu menjadi korban penculikan dan kini duduk di barisan pendukungnya. Juga nama Budiman Sujatmiko yang dulu menjadi tahanan politik (tapol).

Prabowo bahkan mencontohkan dengan banyaknya kasus orang hilang pada saat ini (yang nota bene merupakan kasus pidana). Padahal kasus pelanggaran HAM tidak sama dengan tindak pidana pada umumnya. Contoh-contoh pelanggaran HAM adalah penyiksaan dan perlakuan merendahkan martabat, eksekusi mati tanpa proses hukum yang adil, penghilangan paksa atau penghilangan orang, pelecehan seksual dan kekerasan gender, penahanan sembarang atau penahanan tanpa pengadilan, dan diskriminasi ras, agama, gender atau kelompok lainnya. Prabowo terlihat tidak siap meng-counter pertanyaan yang disebutkan sendiri olehnya, sebagai pertanyaan klasik 5 tahunan.

Ketika menjawab putusan MKMK dari Anies, Prabowo menangkisnya dengan dalih Putusan MK bersifat final, sehingga tinggal dilaksanakan saja. Yang melanggar etika (Ketua MK) sudah dihukum bersadarkan putusan MKMK. Jadi tidak ada masalah jika diputuskan tidak ada pergantian cawapres.

Namun ketika menjawab ke Ganjar soal putusan MK, Prabowo seolah ambigu terkait tidak adanya intervensi. Di kedua jawaban tersebut narasi Prabowo kurang lebih sama: tahu sama tahulah (padahal Kami sebagai penonton sama sekali tidak paham apa maksudnya) dan jangan seperti anak kecil (yang menunjukkan ketidaksiapan dalam menjawab pertanyaan yang sudah dapat diprediksi).

Prabowo juga beberapa kali kehabisan waktu dan terlihat tak sabar untuk menjawab sebelum waktunya. Di sisi lain, Prabowo beberapa kali seolah kehabisan kata sehingga berhenti bicara sebelum waktu habis.

Sapaan dengan intonasi khusus Prabowo ke Anies : Mas Anies.. Mas Anies..atau Pak Anies..Pak Anies.. terasa kurang proper karena intonasinya terkesan meremehkan (underestimate). Prabowo seolah ingin menunjukan superior terhadap Anies, namun tidak demikian terhadap Ganjar. Terkesan diskriminatif karena tidak mendudukkan 2 lawan bicara secara setara.

Bahkan dalam tanggapan soal oposisi dibawa Prabowo ke wilayah personal, ketika bicara : "Saya mendukung Anda” dan “Anda ke rumah Saya" dan seterusnya. Anies pun langsung menyerang balik dengan mengatakan: "Pak Prabowo tidak tahan menjadi oposisi".

Momen ini merupakan salah satu best moment Anies yang membuat debat capres malam itu menjadi 'pecah' dan cuplikan balas berbalas soal oposisi itulah yang banyak dikutip di medsos. Berdasarkan laporan Drone Emprit, Anies paling banyak menjadi topik percakapan di media sosial. Drone Emprit menganalisa kata kunci di X (dulunya Twitter).

Sedangkan data dari Cakradata pasca debat menyebutkan, Anies paling banyak mendapat sentiment positif, yakni 62%, disusul Ganjar 57% dan Prabowo 41%. Sedangkan yang paling banyak mendapat sentiment negatif adalah Prabowo, yakni 26%, disusul Anies 7%, dan Ganjar 6%.

Baik Anies maupun Ganjar, ketika visi misi menyebut sejumlah nama. Namun tidak semua nama yang disebutkan langsung 'nyantol' di ingatan penonton. Banyak yang tidak paham dengan kasus mereka sehingga perlu googling terlebih dulu untuk mencari tahu kasusnya. Walaupun, ada disebutkan latar belakang atau kasusnya.

Penyebutan nama Ketua BEM UI Melki Sedek Huang sampai 2 kali oleh Ganjar (disebutkan saat visi misi dan closing statement), rasanya tidak perlu, mengingat magnitude kasusnya tidak besar dan tidak semua orang paham. Juga penyebutan 'ordal' oleh Anies ketika tanya jawab, mungkin hanya dipahami oleh generasi milenial dan anak muda. Next mungkin perlu menyebut kepanjangannya terlebih dahulu sebelum menyingkat.

Ketika closing, kata 'orang dalam' memang muncul, namun tanpa langsung digandengkan dengan kependekannya : 'ordal'. Tapi dengan banyaknya pengamat yang membahas pasca debat, mestinya 'misteri ordal’ bisa terpecahkan bagi yang belum paham.

Dalam debat para Capres juga berbeda-beda dalam penyebutan orang pertama: ada yang lebih dominan menyebut ‘Saya’, ada yang banyak menggunakan kata ‘Kami’, dan ada pula yang menggunakan ‘Kita’. Ke depan, penggunaan Saya perlu dimimalkan, mengingat capres satu paket dengan cawapres.

Dalam beberapa konteks, penggunaan Kita lebih baik daripada Kami, sebagai bentuk ajakan partisipasi rakyat. Closing statement Anies yang ditutup dengan: Wakanda No More, Indonesia Forever, merupakan best moment lainnya dari Anies dan menjadikan kemenangan debat ini miliknya.

Saya menganggap Anies unggul dalam debat kali ini karena relatif beberapa kali digedor dan dari substansi jawabannya serta aksi gedor baliknya. Sedangkan Ganjar unggul dari sisi gesture dan ekspresi serta menjalankan mekanisme debat juga pemanfaatan waktu dalam merespons tanggapan.

Namun karena posisinya relatif ‘aman’, amunisinya terasa belum ke luar secara maksimal. Karena dalam debat pertama ini, posisi Ganjar terkesan diuntungkan sebab relatif minim serangan menohok dari kedua Capres lainnya. Ganjar seolah diposisikan sebagai 'kawan bersama'.

Sedangkan sebagai kandidat yang sudah beberapa kali ikut debat capres, performa Prabowo belum sesuai ekspektasi karena secara substansi tidak kuat. Prabowo seolah terjebak pada fokus menyerang Anies yang diawali dengan sapaan : Mas Anies..Mas Anies..yang terkesan meremehkan dan mestinya tidak dilontarkan lagi di debat capres mendatang. Semoga tulisan ini dapat dimanfaatkan oleh semua paslon untuk debat mendatang.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1462 seconds (0.1#10.140)