Kisah Mendebarkan Prada Pardjo, Menyamar Jadi Mayat saat Misi di Pedalaman Hutan Papua
loading...
A
A
A
JAKARTA - Prada Pardjo memiliki sebuah kisah mendebarkan dalam riwayat karier militernya. Hal itu terjadi saat dirinya menjalankan sebuah misi di pedalaman hutan Papua.
Dalam misi tersebut, ia pernah dihadapkan dalam situasi mendebarkan yang mengancam nyawanya. Kisahnya ini terjadi ketika Prada Pardjo menjadi salah satu prajurit yang masuk pasukan gabungan untuk tugas di Papua.
Kisah Prada Pardjo terjadi saat awal-awal perebutan Irian Barat, sekitar 1961-1962. Waktu itu, pasukan gabungan Kopassus dan Pasukan Gerak Tjepat (PGT) pimpinan Letnan Dua (Letda) Inf Agus Hernoto diterjunkan ke dalam hutan rimba Papua.
Rencana operasi pun dimulai. Saat berupaya melakukan penyusupan, Pardjo bersama rekan-rekannya disergap pasukan Korps Marinir Kerajaan Belanda di daerah Fakfak.
Melihat kekuatan yang tidak berimbang, pasukan gabungan pun terdesak. Maka dari itu, mereka pun mundur ke dalam hutan karena mengingat instruksi yang diberikan pimpinan sebelumnya.
Beberapa waktu berselang, pasukan gabungan merasa keadaan mulai tenang. Mereka pun memberanikan diri keluar dari hutan untuk kembali melakukan penyusupan.
Namun, pasukan gabungan dihadapkan kondisi tak terduga. Mereka melihat sebuah kampung yang telah diratakan tentara Belanda.
Melihat kondisi para anggotanya yang mulai menurun, Letda Inf Agus Hernoto memutuskan untuk beristirahat di sebuah kebun pala. Kurang beruntung, secara mendadak mereka justru kembali muncul serangan dari pasukan Marinir Belanda.
Setelah itu, kontak tembak pun terjadi. Karena kondisi tak terduga, pasukan gabungan terdesak.
Agus Hernoto sendiri bahkan mengalami luka tembak di kedua kakinya. Pertempuran sengit juga membuat tiga anggota PGT dan dua anggota RPKAD gugur di medan tempur.
Tak berbeda jauh, seorang prajurit bernama Pardjo juga mengalami kesulitan. Terkena terjangan peluru pasukan Belanda, ia roboh.
Berada dalam kondisi tak menguntungkan, Pardjo mencari cara untuk menyelamatkan diri. Ia mencoba merangkak dan mendekati mayat para rekan-rekannya yang gugur.
Ternyata, bukan tanpa alasan Pardjo mendekati jasad rekan-rekannya itu. Ia ingin bersembunyi dengan di tengah jenazah mereka.
Setelahnya, ia pun bergerak secara perlahan. Berada di antara rekan-rekannya yang sudah tewas, Pardjo menyamar seolah-olah telah mati juga.
Cara ini dianggap Pardjo sebagai langkah terbaik yang bisa dilakukan. Pasalnya, waktu itu tentara Belanda masih terus melakukan patroli setelah berjalannya pertempuran.
Tak sebentar, Pardjo harus menyamar sebagai mayat selama berhari hari. Di sampingnya, hanya ada mayat rekan-rekannya yang sudah tak bernyawa.
Setelah kurang lebih lima hari, Pardjo pun berhasil selamat. Ia akhirnya diselamatkan oleh warga setempat dan langsung dibawa ke permukiman untuk dirawat.
Beberapa waktu berselang, Prada Pardjo dibawa ke rumah sakit guna menjalani perawatan medis. Sempat takut ditangkap, untungnya ia tak dijadikan tawanan saat dirawat.
Dalam misi tersebut, ia pernah dihadapkan dalam situasi mendebarkan yang mengancam nyawanya. Kisahnya ini terjadi ketika Prada Pardjo menjadi salah satu prajurit yang masuk pasukan gabungan untuk tugas di Papua.
Kisah Mendebarkan Prada Pardjo saat Misi di Papua
Kisah Prada Pardjo terjadi saat awal-awal perebutan Irian Barat, sekitar 1961-1962. Waktu itu, pasukan gabungan Kopassus dan Pasukan Gerak Tjepat (PGT) pimpinan Letnan Dua (Letda) Inf Agus Hernoto diterjunkan ke dalam hutan rimba Papua.
Baca Juga
Rencana operasi pun dimulai. Saat berupaya melakukan penyusupan, Pardjo bersama rekan-rekannya disergap pasukan Korps Marinir Kerajaan Belanda di daerah Fakfak.
Melihat kekuatan yang tidak berimbang, pasukan gabungan pun terdesak. Maka dari itu, mereka pun mundur ke dalam hutan karena mengingat instruksi yang diberikan pimpinan sebelumnya.
Beberapa waktu berselang, pasukan gabungan merasa keadaan mulai tenang. Mereka pun memberanikan diri keluar dari hutan untuk kembali melakukan penyusupan.
Namun, pasukan gabungan dihadapkan kondisi tak terduga. Mereka melihat sebuah kampung yang telah diratakan tentara Belanda.
Melihat kondisi para anggotanya yang mulai menurun, Letda Inf Agus Hernoto memutuskan untuk beristirahat di sebuah kebun pala. Kurang beruntung, secara mendadak mereka justru kembali muncul serangan dari pasukan Marinir Belanda.
Setelah itu, kontak tembak pun terjadi. Karena kondisi tak terduga, pasukan gabungan terdesak.
Agus Hernoto sendiri bahkan mengalami luka tembak di kedua kakinya. Pertempuran sengit juga membuat tiga anggota PGT dan dua anggota RPKAD gugur di medan tempur.
Baca Juga
Tak berbeda jauh, seorang prajurit bernama Pardjo juga mengalami kesulitan. Terkena terjangan peluru pasukan Belanda, ia roboh.
Berada dalam kondisi tak menguntungkan, Pardjo mencari cara untuk menyelamatkan diri. Ia mencoba merangkak dan mendekati mayat para rekan-rekannya yang gugur.
Ternyata, bukan tanpa alasan Pardjo mendekati jasad rekan-rekannya itu. Ia ingin bersembunyi dengan di tengah jenazah mereka.
Setelahnya, ia pun bergerak secara perlahan. Berada di antara rekan-rekannya yang sudah tewas, Pardjo menyamar seolah-olah telah mati juga.
Cara ini dianggap Pardjo sebagai langkah terbaik yang bisa dilakukan. Pasalnya, waktu itu tentara Belanda masih terus melakukan patroli setelah berjalannya pertempuran.
Tak sebentar, Pardjo harus menyamar sebagai mayat selama berhari hari. Di sampingnya, hanya ada mayat rekan-rekannya yang sudah tak bernyawa.
Setelah kurang lebih lima hari, Pardjo pun berhasil selamat. Ia akhirnya diselamatkan oleh warga setempat dan langsung dibawa ke permukiman untuk dirawat.
Beberapa waktu berselang, Prada Pardjo dibawa ke rumah sakit guna menjalani perawatan medis. Sempat takut ditangkap, untungnya ia tak dijadikan tawanan saat dirawat.
(okt)