Dapat Karma, Jenderal Kopassus Orang Kepercayaan Jokowi Ini Meneteskan Air Mata
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menjalani kehidupan sebagai seorang prajurit TNI bukanlah hal yang mudah. Karena itu, tidak sedikit orang tua yang mengarahkan putra-putrinya untuk tidak menjadi seorang tentara.
Hal itu dialami Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) sekaligus orang kepercayaan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Luhut tidak ingin pengalaman pahitnya selama mengabdi sebagai tentara dialami oleh anak-anaknya. Keinginan itu sangat wajar, sebab pria kelahiran Toba Samosir, Sumatra Utara pada 28 September 1947 hampir tidak pernah menduduki jabatan strategis di TNI.
Tidak pernah menjadi Kasdam, menjadi Pangdam, Danjen Kopassus. Apalagi menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Panglima TNI. Padahal, peraih Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil) 1970 dari kesatuan Infanteri Kopassus ini memiliki segudang prestasi dan kualifikasi kepangkatan untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut.
Luhut tidak pernah mencapai puncak karier militernya sebagai seorang prajurit TNI hanya karena dulu dianggap sebagai golden boy atau anak emas Jenderal TNI Leonardus Benny Moerdani. Karena dianggap sebagai bagian dari L.B Moerdani, Luhut masuk dalam “de-Benny-sasi”.
Luhut menyematkan lencana di dada putra bungsunya Paulus Pandjaitan. Foto/ist
Getirnya perjalanan hidup sebagai seorang tentara itulah yang membuatnya Luhut tidak ingin anak-anaknya mengikuti jejaknya. Namun alangkah terkejutnya Luhut ketika anak ketiganya, Paulus Pandjaitan menyatakan keinginannya menjadi seorang prajurit TNI.
Permohonannya untuk menjadi tentara itu dilontarkan Paulus pertama kali saat Luhut menjadi Duta Besar (Dubes) RI untuk Singapura pada 1999. Tidak pungkiri, keinginan Paulus menjadi seorang tentara tidak lepas dari pengalamannya saat diajak kemanapun ayahnya bertugas. Luhut bahkan pernah membawa Paulus ke Timor Timur (Timtim) sekarang bernama Timor Leste.
”Barangkali kenangan itulah yang terpatri dalam benak Paulus. Bahwa menjadi militer itu sesuatu yang keren dan gagah,” ujar Luhut dikutip dari buku bigorafi Luhut Binsar Pandjaitan berjudul “Luhut” dikutip SINDOnews, Minggu (5/11/2023).
Permintaan itupun ditolak mentah-mentah oleh Luhut meskipun Paulus sudah memohonnya dengan menangis agar direstui menjadi seorang tentara. ”Pokoknya dia harus jadi seorang Sarjana,” tegas mantan Dansat 81 Kopassus ini.
Meski dilarang, namun hal itu tidak pernah mengendorkan niat Paulus untuk menjadi tentara. Mengikuti keinginan Luhut, Paulus memang mendaftar di Universitas Pelita Harapan (UPH), dan lulus sebagai Sarjana Hukum, empat tahun kemudian.
Menjelang wisuda pada 2002, Paulus kembali meminta waktu untuk berbicara dengan Luhut. Saat itu, Paulus kembali meminta izin ayahnya agar diperbolehkan masuk tentara. Luhut menjawab sudah terlambat bagi Paulus untuk masuk Akmil karena bakal tertinggal empat tahun di belakang teman-teman seangkatannya.
Mantan Danrem terbaik se-Indonesia ini justru menyarankan agar Paulus mengambil S2 di Amerika Serikat. Namun, Paulus bersikeras dan menyatakan masih memiliki minat untuk menjadi tentara. "Kau masuk tentara mau diapain kau nanti?" kata Luhut membatin.
Luhut menghadiri kelulusan Paulus dari Seskoad USA di Kansas, Amerika. Foto/ist
Luhut menyadari dirinya sangat keras menentang kemauan Paulus sampai dia menangis pada ibunya. Namun, Luhut tetap bersikukuh supaya putra tercintanya itu menjadi sarjana saja. Di balik sikap tegas itu, sebenarnya Luhut menyimpan rasa sedih yang mendalam. Sebagai seorang ayah, Luhut tidak mau melihat anaknya nanti mengalami kesusahan seperti yang pernah dialaminya sebagai tentara. Maka, kemudian Luhut berpikir, menjadi pengusaha atau politisi adalah jalan yang lebih baik.
"Pokoknya saya ingin masuk tentara, masuk Kopassus, karena itu adalah cita-cita saya!" kata Paulus bersikukuh sembari menekankan kalaupun dia tidak mungkin masuk lewat jalur Akademi Militer, melalui jalur Sepa PK (Sekolah Perwira Prajurit Karier) pun, tidak masalah. Kendati melalui jalur itu pun sebenarnya Luhut tetap tidak rela.
Akhirnya, karena tidak mampu lagi menolak, dengan berat hati Luhut mengirimkan Paulus ke Mayjen TNI Dr. Heriyono, Kepala Dinas Psikologi Angkatan Darat (Dispiad) untuk menjalani psikotes.
Hasilnya, Paulus dinilai mumpuni, baik secara kepribadian maupun intelektual. Dan, sesuai dengan janjinya, Luhut pun akhirnya mengizinkan Paulus masuk tentara, karena sudah lolos psikotes. Paulus pun mendaftar melalui jalur Perwira Prajurit Karier (PaPK) TNI.
Paulus akhirnya masuk Kopassus dan bergabung dalam Satuan Tugas Batalyon Mekanik TNI Kontingen Garuda XXIII-B/Unifil pada 2007. Lalu, ia mengambil Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa), dan melanjutkan S2 di Australia, hingga akhirnya dia lulus tes Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) sebelum akhirnya dikirim ke Amerika Serikat.
Seskoad adalah tahapan pendidikan di lingkungan TNI-AD yang sangat sulit, terseleksi, dan amat menentukan perkembangan karier selanjutnya. Ada satu momen yang tidak akan pernah terlupakan oleh Luhut, yaitu ketika Paulus mengatakan, "Pak, saya sudah selesaikan Seskoad." Ucapan itu mungkin biasa saja bila didengar oleh orang lain. Namun bagi Luhut, pernyataan Paulus itu cukup membuat air matanya menitik.
Luhut merasakan sikapnya dalam menghadapi Paulus seperti deja vu dalam hidupnya. Dulu, Luhut nekat masuk Akademi Militer Nasional (AMN), padahal tidak diperbolehkan oleh Bapaknya, yang juga seorang tentara pejuang. Saat itu, ayahnya menginginkan Luhut masuk ke ITB Bandung.
Nah, sekarang Luhut dibalas oleh anaknya, Paulus, yang bersikeras mau jadi tentara, padahal Luhut, sebagai ayah, menginginkannya menjadi pengusaha atau politisi. Memang agak berbeda, tetapi hal itu terulang seperti deja vu. "Sebagai seorang ayah, ada kalanya keinginan kita bertolak belakang dengan cita-cita anak," ucap Luhut.
Hal itu dialami Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) sekaligus orang kepercayaan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Luhut tidak ingin pengalaman pahitnya selama mengabdi sebagai tentara dialami oleh anak-anaknya. Keinginan itu sangat wajar, sebab pria kelahiran Toba Samosir, Sumatra Utara pada 28 September 1947 hampir tidak pernah menduduki jabatan strategis di TNI.
Tidak pernah menjadi Kasdam, menjadi Pangdam, Danjen Kopassus. Apalagi menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Panglima TNI. Padahal, peraih Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil) 1970 dari kesatuan Infanteri Kopassus ini memiliki segudang prestasi dan kualifikasi kepangkatan untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut.
Luhut tidak pernah mencapai puncak karier militernya sebagai seorang prajurit TNI hanya karena dulu dianggap sebagai golden boy atau anak emas Jenderal TNI Leonardus Benny Moerdani. Karena dianggap sebagai bagian dari L.B Moerdani, Luhut masuk dalam “de-Benny-sasi”.
Luhut menyematkan lencana di dada putra bungsunya Paulus Pandjaitan. Foto/ist
Getirnya perjalanan hidup sebagai seorang tentara itulah yang membuatnya Luhut tidak ingin anak-anaknya mengikuti jejaknya. Namun alangkah terkejutnya Luhut ketika anak ketiganya, Paulus Pandjaitan menyatakan keinginannya menjadi seorang prajurit TNI.
Baca Juga
Permohonannya untuk menjadi tentara itu dilontarkan Paulus pertama kali saat Luhut menjadi Duta Besar (Dubes) RI untuk Singapura pada 1999. Tidak pungkiri, keinginan Paulus menjadi seorang tentara tidak lepas dari pengalamannya saat diajak kemanapun ayahnya bertugas. Luhut bahkan pernah membawa Paulus ke Timor Timur (Timtim) sekarang bernama Timor Leste.
”Barangkali kenangan itulah yang terpatri dalam benak Paulus. Bahwa menjadi militer itu sesuatu yang keren dan gagah,” ujar Luhut dikutip dari buku bigorafi Luhut Binsar Pandjaitan berjudul “Luhut” dikutip SINDOnews, Minggu (5/11/2023).
Permintaan itupun ditolak mentah-mentah oleh Luhut meskipun Paulus sudah memohonnya dengan menangis agar direstui menjadi seorang tentara. ”Pokoknya dia harus jadi seorang Sarjana,” tegas mantan Dansat 81 Kopassus ini.
Meski dilarang, namun hal itu tidak pernah mengendorkan niat Paulus untuk menjadi tentara. Mengikuti keinginan Luhut, Paulus memang mendaftar di Universitas Pelita Harapan (UPH), dan lulus sebagai Sarjana Hukum, empat tahun kemudian.
Menjelang wisuda pada 2002, Paulus kembali meminta waktu untuk berbicara dengan Luhut. Saat itu, Paulus kembali meminta izin ayahnya agar diperbolehkan masuk tentara. Luhut menjawab sudah terlambat bagi Paulus untuk masuk Akmil karena bakal tertinggal empat tahun di belakang teman-teman seangkatannya.
Mantan Danrem terbaik se-Indonesia ini justru menyarankan agar Paulus mengambil S2 di Amerika Serikat. Namun, Paulus bersikeras dan menyatakan masih memiliki minat untuk menjadi tentara. "Kau masuk tentara mau diapain kau nanti?" kata Luhut membatin.
Luhut menghadiri kelulusan Paulus dari Seskoad USA di Kansas, Amerika. Foto/ist
Luhut menyadari dirinya sangat keras menentang kemauan Paulus sampai dia menangis pada ibunya. Namun, Luhut tetap bersikukuh supaya putra tercintanya itu menjadi sarjana saja. Di balik sikap tegas itu, sebenarnya Luhut menyimpan rasa sedih yang mendalam. Sebagai seorang ayah, Luhut tidak mau melihat anaknya nanti mengalami kesusahan seperti yang pernah dialaminya sebagai tentara. Maka, kemudian Luhut berpikir, menjadi pengusaha atau politisi adalah jalan yang lebih baik.
"Pokoknya saya ingin masuk tentara, masuk Kopassus, karena itu adalah cita-cita saya!" kata Paulus bersikukuh sembari menekankan kalaupun dia tidak mungkin masuk lewat jalur Akademi Militer, melalui jalur Sepa PK (Sekolah Perwira Prajurit Karier) pun, tidak masalah. Kendati melalui jalur itu pun sebenarnya Luhut tetap tidak rela.
Akhirnya, karena tidak mampu lagi menolak, dengan berat hati Luhut mengirimkan Paulus ke Mayjen TNI Dr. Heriyono, Kepala Dinas Psikologi Angkatan Darat (Dispiad) untuk menjalani psikotes.
Hasilnya, Paulus dinilai mumpuni, baik secara kepribadian maupun intelektual. Dan, sesuai dengan janjinya, Luhut pun akhirnya mengizinkan Paulus masuk tentara, karena sudah lolos psikotes. Paulus pun mendaftar melalui jalur Perwira Prajurit Karier (PaPK) TNI.
Paulus akhirnya masuk Kopassus dan bergabung dalam Satuan Tugas Batalyon Mekanik TNI Kontingen Garuda XXIII-B/Unifil pada 2007. Lalu, ia mengambil Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa), dan melanjutkan S2 di Australia, hingga akhirnya dia lulus tes Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) sebelum akhirnya dikirim ke Amerika Serikat.
Seskoad adalah tahapan pendidikan di lingkungan TNI-AD yang sangat sulit, terseleksi, dan amat menentukan perkembangan karier selanjutnya. Ada satu momen yang tidak akan pernah terlupakan oleh Luhut, yaitu ketika Paulus mengatakan, "Pak, saya sudah selesaikan Seskoad." Ucapan itu mungkin biasa saja bila didengar oleh orang lain. Namun bagi Luhut, pernyataan Paulus itu cukup membuat air matanya menitik.
Luhut merasakan sikapnya dalam menghadapi Paulus seperti deja vu dalam hidupnya. Dulu, Luhut nekat masuk Akademi Militer Nasional (AMN), padahal tidak diperbolehkan oleh Bapaknya, yang juga seorang tentara pejuang. Saat itu, ayahnya menginginkan Luhut masuk ke ITB Bandung.
Nah, sekarang Luhut dibalas oleh anaknya, Paulus, yang bersikeras mau jadi tentara, padahal Luhut, sebagai ayah, menginginkannya menjadi pengusaha atau politisi. Memang agak berbeda, tetapi hal itu terulang seperti deja vu. "Sebagai seorang ayah, ada kalanya keinginan kita bertolak belakang dengan cita-cita anak," ucap Luhut.
(cip)