MKMK Temukan 2 Masalah Baru: Kebohongan dan Pembiaran

Rabu, 01 November 2023 - 21:07 WIB
loading...
MKMK Temukan 2 Masalah Baru: Kebohongan dan Pembiaran
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie memberikan keterangan kepada media usai sidang pemeriksaan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023). FOTO/MPI/IRFAN MAULANA
A A A
JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi ( MKMK ) rampung memeriksa tiga hakim pada gelombang kedua sidang laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman Cs. Tiga hakim konstitusi yang diperiksa adalah Saldi Isra, Manahan MP Sitompul, dan Suhartoyo.

Dalam sidang pemeriksaan itu, MKMK menemukan dua masalah baru atas putusan perkara batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres), yakni soal kebohongan dan pembiaran.

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan dugaan kebohongan itu yakni soal alasan hakim hadir dan tidak hadir dalam sidang tersebut.



"Satu, ada alasan karena konflik kepentingan yaitu waktu kasus Partai PSI dan beberapa yang ditolak," ucapnya usai sidang pemeriksaan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).

"Selanjutnya hadir, kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir ada dua versi, ada bilang karena menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit," tambah Jimly.

Berbagai versi alasan tersebut membuat sejumlah pihak melaporkan Anwar Usman cs ke MKMK atas dugaan pelanggaran kode etik. "Ini kan pasti salah satu bener, dan kalau satu bener berarti satunya tidak bener. Nah pada mempersoalkan 'oh ini bohong nih' itu yang tadi, dua-duanya pada mempersoalkan itu," jelasnya.

Kemudian soal pembiaran. Kata Jimly, pembiaran yang dimaksud adalah berkaitan dengan para hakim yang tak mengingat Anwar Usman soal konfilik kepentingan pada perkara batas usia capres-cawapres 40 tahun atau punya pengalaman jadi kepala daerah.



"Padahal ini kan ada konflik kepentingan. Kok ada sidang dihadiri oleh ketua yang punya hubungan kekeluargaan, kan itu kan semua orang tahu bahwa ada hubungan kekeluargaan. Kok dibiarin, nggak diingatkan," katanya.

"Sehingga itu dituduh, semua melanggar semua karena membiarkan itu. Makanya kita tanyain satu satu. Ya masing-masing punya alasan," tambah Jimly.

Dengan begitu, tercatat ada 11 masalah pada Putusan tersebut. Sebelumnya, Jimly merangkum isu yang dipermasalahkan dalam laporan pelanggaran kode etik dalam putusan perkara batas usia Capres Cawapres 40 tahun atau punya pengalaman menjabat sebagai kepala daerah.

Pertama, soal dugaan konflik kepentingan Anwar Usman dalam perkara tersebut. Anwar tidak mundur dari perkara tersebut padahal dia merupakan paman Gibran Rakabuming Raka.

Kedua, soal hakim yang membicarakan subtansi perkara tersebut di ruang publik. Anwar Usman membicarakan hal tersebut saat mengisi materi di salah satu kampus di Semarang beberapa waktu lalu.

"Ketiga, ini ada hakim yang menulis dissenting opinion tapi bukan mengenai substansi. Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah internal," kata Jimly.

Keempat, soal hakim yang berbicara terkait permasalahan di internal MK. Hakim yang dimaksud yakni Arief Hidayat yang mengatakan ada prahara di MK saat mengisi acara Kemenkumham, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kelima, soal pelanggaran prosedur registrasi dan persidangan yang diduga ada intervensi dari Anwar Usman. Perkara tersebut kata dia sudah dicabut dan pokoknya diperiksa. Oleh sebab itu, MKMK berencana memeriksa paniteranya usai hakim.

"Ini ada masalah Yudisial Government. Ini nggak boleh terjadi. Ini berpengaruh ke mana-mana. Salah etika, profesionalisme, dan juga mempengaruhi putusan," tuturnya.

Keenam, soal pembentukan MKMK yang dinilai lambat. MKMK dibentuk setelah banyaknya laporan soal kode etik banyak yang masuk. Padahal, laporan pertama masuk pada Agustus 2023 oleh Denny Indrayana. Hal itu dipersoalkan oleh Zico Simanjuntak.

"Dia persoalkan, dia minta ada saksi-saksi karena dia mengajukan laporan kode etik tapi tidak diproses. sengaja tidak dibentuk. Nah itu soal etik juga," katanya.

Ketujuh, soal semerawutnya mekanisme pengambilan keputusan. Kedelapan, soal MK yang diduga dijadikan alat politik praktis.

"MK dijadikan alat politik. Politik praktis dan lain-lain, memberi kesempatan kekuatan dari luar menginerfensi kedalam dengan nada kesengajaan. Itu ada juga yang mempersoalkan kaya gitu," katanya.

Kesembilan, berita di sebuah majalah terkait permasalahan sidang putusan perkara tersebut. Kata Jimly, media tersebut menjelaskan secara rinci yang sebenarnya hanya internal MK saya yabg seharusnya mengetahui.

"Artinya ada masalah serius di dalam. Kan gak boleh yang rahasia kok ketahuan kaya CCTV. Kaya pak petrus ini punya CCTV nonton bagaimana beedebatnya hakim. Sampe begitu kok tau semua. Berarti ada masalah. Sumber dari dalam. Bisa hakimnya bisa karyawannya," kata Jimly.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1206 seconds (0.1#10.140)