Indonesia Perkuat Dialog Asia Afrika, Siap Angkat Isu Palestina
loading...
A
A
A
JAKARTA - Negara-negara Asia-Afrika yang tergabung dalam Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO) diharapkan mengambil langkah aktif untuk menjadi mitra dialog yang sejajar dengan organisasi lain di tingkat global. Hal ini dikatakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly.
Dijelaskan Yasonna, beberapa agenda pembahasan utama pada gelaran The 61st AALCO Annual Session antara lain isu-isu terkait di Palestina, isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, hukum dagang dan investasi internasional, asset recovery, dan hukum laut yang mencakup pula isu illegal fishing.
"Forum ini menjadi wadah yang tepat bagi Indonesia dan negara anggota AALCO lainnya untuk membahas isu penting terkait kebijakan hukum internasional dan menyuarakan kepentingan negara-negara Asia Afrika di tingkat global," kata Yasonna dalam keterangannya, Senin (9/10/2023).
"Harus bisa menjadi mitra sejajar dengan organisasi global lain yang memiliki posisi tawar kuat. Kekuatan tawar ini menjadi penting agar kita tidak tunduk pada kebijakan yang merugikan kepentingan negara-negara Asia-Afrika," tambahnya.
Pada kesempatan tersebut, Yasonna menegaskan bahwa AALCO sebagai organisasi antara pemerintah di Asia Afrika memiliki kekuatan besar untuk menyuarakan kepentingan negara-negara Asia Afrika di berbagai bidang.
Terkait illegal fishing kata Yasonna, Indonesia mengajukan concept note untuk mengkategorikan illegal fishing sebagai Transnational Organized Crime (TOC) atau kejahatan terorganisir lintas negara.
"Selama ini, isu illegal fishing dipandang sebagai masalah administratif dan bukan masalah hukum. Pada Annual Session kali ini, Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mendorong negara-negara anggota AALCO untuk memasukkan illegal fishing sebagai kejahatan terorganisir," jelasnya.
Dampak finansial illegal fishing di Asia dan Afrika terbilang cukup besar. Kerugian ekonomi akibat illegal fishing di wilayah ASEAN pada 2019 mencapai US$6 miliar, di mana Indonesia dan Vietnam menjadi negara yang mengalami kerugian terbesar.
Sebuah laporan lain menyatakan illegal fishing mengakibatkan kerugian USD2,3 miliar per tahun di empat negara Afrika, termasuk Gambia dan Senegal yang merupakan negara anggota AALCO.
"Melihat besarnya dampak finansial kegiatan illegal fishing, kami mengajak negara-negara anggota AALCO untuk memasukkan illegal fishing sebagai sebuah kejahatan terorganisir lintas negara yang bisa dijerat hukum internasional," ungkapnya.
"Harus bisa melindungi kepentingan anggotanya dari tekanan pihak lain yang menyatakan bahwa illegal fishing adalah masalah administratif semata. Kerja sama dan dukungan antar negara menjadi kata kunci untuk memastikan bahwa kekayaan laut negara-negara anggota AALCO, termasuk Indonesia, tidak semakin tergerus," tutup Yasonna.
Dijelaskan Yasonna, beberapa agenda pembahasan utama pada gelaran The 61st AALCO Annual Session antara lain isu-isu terkait di Palestina, isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, hukum dagang dan investasi internasional, asset recovery, dan hukum laut yang mencakup pula isu illegal fishing.
"Forum ini menjadi wadah yang tepat bagi Indonesia dan negara anggota AALCO lainnya untuk membahas isu penting terkait kebijakan hukum internasional dan menyuarakan kepentingan negara-negara Asia Afrika di tingkat global," kata Yasonna dalam keterangannya, Senin (9/10/2023).
"Harus bisa menjadi mitra sejajar dengan organisasi global lain yang memiliki posisi tawar kuat. Kekuatan tawar ini menjadi penting agar kita tidak tunduk pada kebijakan yang merugikan kepentingan negara-negara Asia-Afrika," tambahnya.
Pada kesempatan tersebut, Yasonna menegaskan bahwa AALCO sebagai organisasi antara pemerintah di Asia Afrika memiliki kekuatan besar untuk menyuarakan kepentingan negara-negara Asia Afrika di berbagai bidang.
Terkait illegal fishing kata Yasonna, Indonesia mengajukan concept note untuk mengkategorikan illegal fishing sebagai Transnational Organized Crime (TOC) atau kejahatan terorganisir lintas negara.
"Selama ini, isu illegal fishing dipandang sebagai masalah administratif dan bukan masalah hukum. Pada Annual Session kali ini, Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mendorong negara-negara anggota AALCO untuk memasukkan illegal fishing sebagai kejahatan terorganisir," jelasnya.
Dampak finansial illegal fishing di Asia dan Afrika terbilang cukup besar. Kerugian ekonomi akibat illegal fishing di wilayah ASEAN pada 2019 mencapai US$6 miliar, di mana Indonesia dan Vietnam menjadi negara yang mengalami kerugian terbesar.
Sebuah laporan lain menyatakan illegal fishing mengakibatkan kerugian USD2,3 miliar per tahun di empat negara Afrika, termasuk Gambia dan Senegal yang merupakan negara anggota AALCO.
"Melihat besarnya dampak finansial kegiatan illegal fishing, kami mengajak negara-negara anggota AALCO untuk memasukkan illegal fishing sebagai sebuah kejahatan terorganisir lintas negara yang bisa dijerat hukum internasional," ungkapnya.
"Harus bisa melindungi kepentingan anggotanya dari tekanan pihak lain yang menyatakan bahwa illegal fishing adalah masalah administratif semata. Kerja sama dan dukungan antar negara menjadi kata kunci untuk memastikan bahwa kekayaan laut negara-negara anggota AALCO, termasuk Indonesia, tidak semakin tergerus," tutup Yasonna.
(maf)