Menanamkan Wawasan Komprehensif Bentuk Karakter Toleran Anak

Jum'at, 06 Oktober 2023 - 21:40 WIB
loading...
Menanamkan Wawasan Komprehensif Bentuk Karakter Toleran Anak
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Pancasila, Maharani Ardi Putri. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Pembentukan karakter anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain lingkungan pergaulannya, orang tua memiliki peranan yang besar terhadap penanaman nilai yang dianut oleh anaknya. Jangan sampai seorang anak ditanamkan nilai yang terdistorsi, sehingga perbuatan buruk yang ia lakukan dianggap sebagai suatu kebaikan.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Pancasila, Maharani Ardi Putri menjelaskan, pembentukan perilaku anak didasarkan oleh banyak faktor. Pola orang tua dalam mendidik dan menanamkan nilai pada anak-anaknya juga penting, tetapi perlu diingat bahwa bagaimanapun anak-anak punya proses kehidupannya sendiri.

Terkait kasus bullying atau perundungan yang sudah beberapa kali meramaikan berbagai media, Putri menjelaskan, hal tersebut disebabkan karena pelaku bullying tidak ditanamkan pemahaman tentang konsep toleransi terhadap pihak yang berbeda atau berseberangan. Pelaku perundungan cenderung melakukan hal yang agresif, merugikan orang lain, bahkan berani menentang hukum karena ia memiliki nilai yang salah untuk dirinya ikuti.

"Ketika seorang anak memasuki usia remaja hingga dewasa, mereka akan mencari sendiri jalan hidupnya. Pengalaman si anak yang didapatkan ketika bertemu orang-orang yang berbeda pandangan atau perspektif, akan ikut menentukan orientasi hidup dari anak itu sendiri. Seorang anak akan mengikuti pandangan yang dirasa sesuai dengan apa yang ia yakini," kata Putri dalam keterangan tertulis dikutip, Jumat (6/10/2023).

Kepala Biro Humas dan Ventura Universitas Pancasila ini menambahkan pada usia remaja, anak juga sudah menentukan apakah dia lebih percaya pada lingkungan sosialnya yang baru, ataukah pada keluarganya sendiri.

"Pada akhirnya, semua orang akan mengembangkan value/nilainya masing-masing, walaupun kebanyakan anak akan mengadopsi sebagian besar nilai yang sama dengan milik orang tua mereka. Terkadang pula, ketika anak-anak menerima aliran atau perspektif yang berseberangan dengan apa yang ditanamkan oleh orang tua, bisa jadi nanti dalam prosesnya mereka justru kembali lagi pada original value (nilai asli) keluarganya," katanya.

Ia menggarisbawahi kebanyakan guru atau tenaga pendidik di Indonesia seringkali terburu-buru melihat anak didiknya punya perilaku yang agamis. Keinginan ini menyebabkan lingkungan pendidikan anak di Indonesia akhirnya lebih banyak dikemas oleh aspek ritual semata, seperti cara berpakaian, sikap yang terlihat santun, tetapi pemahaman agamanya sangat dangkal.

"Bahkan masih ada saja guru yang memaksakan persepsinya terhadap agama yang ia yakini. Beberapa sekolah juga masih ada yang hanya menitikberatkan pada perspektif agama. Sebagai contoh, kadang-kadang anak di usia remaja itu ada kalanya bicara tentang pacaran, tapi seringkali ditanggapi dengan cepat bahwa pacaran itu dosa, tanpa diberikan pemahaman dari sudut pandang yang lebih mudah untuk dicerna para remaja. Persoalan pahala dan dosa adalah hal yang abstrak sehingga perlu diimbangi dengan pendekatan akademis dan logis agar mudah untuk mengajak dan membentuk karakter anak-anak kita menjadi lebih baik lagi," kata Putri.

Ketika penjelasan yang orang tua atau guru berikan sulit diterima oleh anak, maka mereka menjadi malas untuk mengikuti ajakan baik yang datang. Ajakan orang tua atau guru kepada anak untuk beribadah dengan lebih giat tentu tidak salah, namun perlu diingat bahwa anak harus merasa dilibatkan dan tidak hanya seperti diperintah saja.

"Contohnya, ada anggapan bahwa jika anak rajin salat, maka ia akan berperilaku baik. Adanya anggapan seperti ini berarti ada cara berpikir yang tidak komprehensif dan sering dipaksakan pada yang anak belum paham korelasi antara ibadah dan akhlak yang baik. Anak-anak kita jadi tidak terbiasa berpikir kritis karena mereka lebih diharapkan untuk menerima saja apa yang diberikan padanya. Ironisnya, ini adalah praktik pendidikan agama di Indonesia selama bertahun-tahun," katanya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1827 seconds (0.1#10.140)