Atasi Masalah Lingkungan, Pihak Terkait Diharapkan Taati PP 22/2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Untuk mengatasi masalah lingkungan terutama dengan limbah, maka pihak terkait diharapkan bisa menaati Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Karenanya, setiap industri yang dalam aktivitas produksinya menghasilkan limbah diwajibkan mengelola limbahnya dengan baik dan benar.
Pandangan ini terungkap dalam dalam webinar yang bertajuk Penyimpanan dan Pengemasan Limbah B3 yang disiarkan secara daring, pekan lalu.
"Perusahaan penghasil limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) wajib mengelola hasil limbah yang dihasilkan. Hal itu, tertuang di PP Nomor 22 Tahun 2021," kata Executive Advisor PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI), Syarif Hidayat, saat menjadi narasumber tunggal dalam diskusi yang diikuti lebih dari 1.200 peserta dari pelanggan PPLI dan perwakilan industri di Tanah Air itu.
Syarif menjelaskan, pentingnya pihak terkait untuk mengetahui regulasi PP Nomor 22 Tahun 2021. Tepatnya, di Pasal 274. Di poin pertama tertulis, setiap orang yang menghasilkan limbah, wajib melakukan pengolahan limbah yang dihasilkan.
Selanjutnya, di poin kedua tertulis pengelolaan sebagaimana dimaksud meliputi pengelolaan limbah B3 dan non B3. Di dalam webinar ini, Syarif memberikan kata kunci bahwa pengelolaan limbah yang paling utama itu adalah pengurangan dan penyimpanan sementara.
Maksudnya, penghasil limbah itu, baik perorangan maupun perusahaan bisa mengurangi limbah yang dihasilkan. "Dua poin itu yang diutamakan. Selain itu, ada pengangkutan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan akhir," ungkapnya.
Jadi lanjut Syarif kegiatan, mengolah B3 adalah kewajiban penghasil limbah B3, bukan kewajiban pihak lain. Meski begitu, Advisor perusahaan pengolah limbah industri ini menyebut penghasil limbah bisa mendelegasikan ke pihak ketiga ihwal pengelolaan limbah.
Namun tekannya, penghasil limbah tidak bisa melepas tanggung jawab atas limbah yang dihasilkan sebagaimana aturan main di PP Nomor 22 Tahun 2021.
"Jadi pihak penghasil limbah wajib tahu proses pengolahan limbah hingga akhir. Karena pertanggungjawabannya tetap ada pada penghasil limbah, bukan pada pihak ketiga," terangnya.
"Pengemasan ini merupakan cara menempatkan atau mewadahi limbah berbahaya agar mudah dalam melakukan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, sehingga aman bagi lingkungan hidup dan kesehatan manusia," tambahnya.
Pengemasan limbah B3, lanjut pria berkacamata tersebut, dibutuhkan untuk mencegah terlepasnya limbah berbahaya ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan.
Tidak kalah penting, imbuh Syarif, usai dikemas dengan baik perlu dilakukan pemberian tanda dalam kemasan. "Tujuannya, untuk penelusuran dan penentuan pengelolaan limbah B3. Tanda yang digunakan ada dua jenis yaitu pertama simbol dan kedua Label Limbah B3," terangnya.
"Dijelaskannya, simbol limbah B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik Limbah B3. Sedangkan label limbah B3 adalah setiap keterangan mengenai limbah yang berbentuk tulisan berisi informasi penghasil, alamat penghasil, waktu pengemasan, jumlah, dan karakteristik limbah B3," tutupnya.
Pandangan ini terungkap dalam dalam webinar yang bertajuk Penyimpanan dan Pengemasan Limbah B3 yang disiarkan secara daring, pekan lalu.
"Perusahaan penghasil limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) wajib mengelola hasil limbah yang dihasilkan. Hal itu, tertuang di PP Nomor 22 Tahun 2021," kata Executive Advisor PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI), Syarif Hidayat, saat menjadi narasumber tunggal dalam diskusi yang diikuti lebih dari 1.200 peserta dari pelanggan PPLI dan perwakilan industri di Tanah Air itu.
Syarif menjelaskan, pentingnya pihak terkait untuk mengetahui regulasi PP Nomor 22 Tahun 2021. Tepatnya, di Pasal 274. Di poin pertama tertulis, setiap orang yang menghasilkan limbah, wajib melakukan pengolahan limbah yang dihasilkan.
Selanjutnya, di poin kedua tertulis pengelolaan sebagaimana dimaksud meliputi pengelolaan limbah B3 dan non B3. Di dalam webinar ini, Syarif memberikan kata kunci bahwa pengelolaan limbah yang paling utama itu adalah pengurangan dan penyimpanan sementara.
Maksudnya, penghasil limbah itu, baik perorangan maupun perusahaan bisa mengurangi limbah yang dihasilkan. "Dua poin itu yang diutamakan. Selain itu, ada pengangkutan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan akhir," ungkapnya.
Jadi lanjut Syarif kegiatan, mengolah B3 adalah kewajiban penghasil limbah B3, bukan kewajiban pihak lain. Meski begitu, Advisor perusahaan pengolah limbah industri ini menyebut penghasil limbah bisa mendelegasikan ke pihak ketiga ihwal pengelolaan limbah.
Namun tekannya, penghasil limbah tidak bisa melepas tanggung jawab atas limbah yang dihasilkan sebagaimana aturan main di PP Nomor 22 Tahun 2021.
"Jadi pihak penghasil limbah wajib tahu proses pengolahan limbah hingga akhir. Karena pertanggungjawabannya tetap ada pada penghasil limbah, bukan pada pihak ketiga," terangnya.
"Pengemasan ini merupakan cara menempatkan atau mewadahi limbah berbahaya agar mudah dalam melakukan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, sehingga aman bagi lingkungan hidup dan kesehatan manusia," tambahnya.
Pengemasan limbah B3, lanjut pria berkacamata tersebut, dibutuhkan untuk mencegah terlepasnya limbah berbahaya ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan.
Tidak kalah penting, imbuh Syarif, usai dikemas dengan baik perlu dilakukan pemberian tanda dalam kemasan. "Tujuannya, untuk penelusuran dan penentuan pengelolaan limbah B3. Tanda yang digunakan ada dua jenis yaitu pertama simbol dan kedua Label Limbah B3," terangnya.
"Dijelaskannya, simbol limbah B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik Limbah B3. Sedangkan label limbah B3 adalah setiap keterangan mengenai limbah yang berbentuk tulisan berisi informasi penghasil, alamat penghasil, waktu pengemasan, jumlah, dan karakteristik limbah B3," tutupnya.
(maf)