Kisah LB Moerdani, Jenderal Kopassus yang Berjaya di Era 2 Presiden Namun Kesepian di Umur Tuanya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sosok LB Moerdani atau Benny tentu sudah tidak asing bagi sebagian masyarakat Tanah Air. Dalam perjalanan hidupnya, jenderal Kopassus ini memiliki banyak kisah menarik yang tiada habisnya.
Leonardus Benny (LB) Moerdani atau biasa dikenal Benny Moerdani lahir 2 Oktober 1932 di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Ayahnya yang bernama Raden Bagus Moerdani Sosrodirjo merupakan seorang pegawai jawatan kereta api.
Sementara ibunya, Jeanne Roech, adalah wanita berdarah Eropa kelahiran Magelang yang berprofesi sebagai guru taman kanak-kanak.
LB Moerdani memiliki banyak kisah menarik sepanjang hidupnya. Berbagai pengalaman atau kejadian semasa hidupnya pernah dituliskan pada buku “Benny Moerdani yang Belum Terungkap”.
Salah satu kisahnya yang menarik perhatian adalah ketika menghabiskan waktu senjanya dengan rasa kesepian. Padahal, sebelumnya Benny telah menjadi sosok penting di era pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.
Pada perjalanan karier militernya, Benny Moerdani memiliki riwayat yang moncer hingga melejit menyandang bintang empat. Sebelum menjadi orang kepercayaan di pemerintahan Soeharto, namanya juga telah dikenal oleh Bung Karno atas berbagai prestasinya dalam misi dan penugasan.
Benny Moerdani menjadi salah satu tentara yang menerima penghargaan Bintang Sakti. Sekitar November 1960, penghargaan bagi para serdadu yang berjasa dalam Operasi Pembebasan Irian Barat itu disematkan langsung oleh Presiden Soekarno.
Memasuki era pemerintahan Orde Baru bersama Presiden Soeharto, sosok Benny Moerdani makin dikenali banyak orang. Berbekal pengalaman dan kepiawaiannya, dia mulai dikenal sebagai salah satu tangan kanan Soeharto dalam keamanan presiden dan negara.
Sayang, kehidupannya mulai berubah ketika memasuki masa senja. Mendekati penghujung hidupnya, LB Moerdani hidup dengan kesepian.
Setelah pensiun dari militer, Benny tidak memiliki kantor atau menjadi komisaris sebagaimana kawannya yang sesama purnawirawan TNI. Lebih lanjut, dia banyak menghabiskan waktu untuk sekadar mengobrol bersama kawan-kawannya di CSIS seperti Harry Tjan Silalahi, Clara, dan Jusuf Wanandi.
Clara selaku mantan sekretaris Benny menyebut bahwa hanya pertemuan dengan geng CSIS yang menjadikan Benny Moerdani seperti "hidup kembali". Hanya kepada mereka juga, Benny bertanya tentang perubahan politik, kondisi negara, dan masalah dunia internasional.
Lebih jauh, Benny juga menghabiskan waktu untuk membaca segepok koran dan buku kiriman kawan-kawannya di Amerika Serikat. Sesekali, ia mencoba melukis sebagai terapi pasca-stroke hingga menonton film perang dari cakram optik di rumahnya.
Sisa hidupnya dihabiskan pada kediamannya di Hang Lekir, Jakarta Selatan. LB Moerdani ditemani istri, anak tunggalnya, dan juga seorang perawat. Sementara untuk berkomunikasi, ia hanya dibantu lonceng, karena memang kala itu hidupnya terpaksa dihabiskan di atas kursi roda.
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
Leonardus Benny (LB) Moerdani atau biasa dikenal Benny Moerdani lahir 2 Oktober 1932 di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Ayahnya yang bernama Raden Bagus Moerdani Sosrodirjo merupakan seorang pegawai jawatan kereta api.
Sementara ibunya, Jeanne Roech, adalah wanita berdarah Eropa kelahiran Magelang yang berprofesi sebagai guru taman kanak-kanak.
LB Moerdani di Era 2 Presiden Berbeda
LB Moerdani memiliki banyak kisah menarik sepanjang hidupnya. Berbagai pengalaman atau kejadian semasa hidupnya pernah dituliskan pada buku “Benny Moerdani yang Belum Terungkap”.
Salah satu kisahnya yang menarik perhatian adalah ketika menghabiskan waktu senjanya dengan rasa kesepian. Padahal, sebelumnya Benny telah menjadi sosok penting di era pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.
Pada perjalanan karier militernya, Benny Moerdani memiliki riwayat yang moncer hingga melejit menyandang bintang empat. Sebelum menjadi orang kepercayaan di pemerintahan Soeharto, namanya juga telah dikenal oleh Bung Karno atas berbagai prestasinya dalam misi dan penugasan.
Benny Moerdani menjadi salah satu tentara yang menerima penghargaan Bintang Sakti. Sekitar November 1960, penghargaan bagi para serdadu yang berjasa dalam Operasi Pembebasan Irian Barat itu disematkan langsung oleh Presiden Soekarno.
Memasuki era pemerintahan Orde Baru bersama Presiden Soeharto, sosok Benny Moerdani makin dikenali banyak orang. Berbekal pengalaman dan kepiawaiannya, dia mulai dikenal sebagai salah satu tangan kanan Soeharto dalam keamanan presiden dan negara.
Sayang, kehidupannya mulai berubah ketika memasuki masa senja. Mendekati penghujung hidupnya, LB Moerdani hidup dengan kesepian.
Setelah pensiun dari militer, Benny tidak memiliki kantor atau menjadi komisaris sebagaimana kawannya yang sesama purnawirawan TNI. Lebih lanjut, dia banyak menghabiskan waktu untuk sekadar mengobrol bersama kawan-kawannya di CSIS seperti Harry Tjan Silalahi, Clara, dan Jusuf Wanandi.
Clara selaku mantan sekretaris Benny menyebut bahwa hanya pertemuan dengan geng CSIS yang menjadikan Benny Moerdani seperti "hidup kembali". Hanya kepada mereka juga, Benny bertanya tentang perubahan politik, kondisi negara, dan masalah dunia internasional.
Lebih jauh, Benny juga menghabiskan waktu untuk membaca segepok koran dan buku kiriman kawan-kawannya di Amerika Serikat. Sesekali, ia mencoba melukis sebagai terapi pasca-stroke hingga menonton film perang dari cakram optik di rumahnya.
Sisa hidupnya dihabiskan pada kediamannya di Hang Lekir, Jakarta Selatan. LB Moerdani ditemani istri, anak tunggalnya, dan juga seorang perawat. Sementara untuk berkomunikasi, ia hanya dibantu lonceng, karena memang kala itu hidupnya terpaksa dihabiskan di atas kursi roda.
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
(okt)