Alumni Sekolah Tinggi Hukum Militer Sandang Pangkat Jenderal Bintang 3, Nomor 4 Mantan Wapres

Minggu, 03 September 2023 - 05:39 WIB
loading...
Alumni Sekolah Tinggi Hukum Militer Sandang Pangkat Jenderal Bintang 3, Nomor 4 Mantan Wapres
Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM). Foto/istimewa
A A A
JAKARTA - Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) adalah sebuah perguruan tinggi kedinasan TNI AD. Pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Staf Angkatan dan bertanggung jawab kepada Menteri Pertahanan (Menhan). STHM merupakan unit pelaksana Direktorat Hukum TNI Angkatan Darat (Ditkumad)

Berdasarkan informasi di laman resmi STHM http://www.sthmahmpthm.ac.id dijelaskan, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor 0.167/KASAD/Kpts/1952 perguruan tinggi STHM yang sebelumnya bernama Sekolah Hukum Militer (SHM) ini didirikan pada 5 Juni 1952.

Selanjutnya, dalam rangka memajukan SHM maka berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor 0/352/KSAD/Kpts/1952 dibentuk Dewan Guru SHM yang sekarang bernama Senat Dewan Guru Besar STHM dengan Ketua Dewan Guru SHM yang pertama adalah Prof. Mr. R. Djokosoetono yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) periode 1950-1962.



Dalam perkembangannya, SHM berubah menjadi Akademi Hukum Militer (AHM) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor MP/H/750/1953, dan kepada para lulusan AHM diberikan gelar Baccalaureat Hukum (Bc.Hk.)

Untuk mengisi jabatan-jabatan pada badan Peradilan Ketentaraan yang mensyaratkan keahlian Sarjana Hukum, maka berdasarkan Surat Keputusan Menteri/Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kpts-832/6/1962 didirikanlah lembaga Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM) yang merupakan kelanjutan dari AHM.



Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 65 Tahun 1963 tertanggal 10 Juli 1963 menetapkan PTHM berstatus sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Selanjutnya, dengan diundangkannnya UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PTHM pada 1994 berubah menjadi Sekolah Tinggi Hukum Militer “AHM-PTHM” berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1994, dan sebagai pimpinan lembaga adalah Ketua STHM.

STHM memiliki program studi Sarjana Hukum dengan konsentrasi di Bidang Hukum Pidana Militer, Hukum Tata Negara, Hukum Internasional dan Hukum Perdata. Selain itu, terdapat pula program studi Magister Hukum dengan konsentrasi di Bidang Hukum Militer dan Hukum Kesehatan.

Sejak didirikan STHM berhasil mencetak lulusan yang berkualitas. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya lulusan STHM yang mampu mencapai Perwira Tinggi (Pati) dengan menyandang pangkat Letnan Jenderal (Letjen) TNI. Berikut ini alumni STHM yang berhasil mencapai pangkat Letjen TNI:

Alumni Sekolah Tinggi Hukum Militer Sandang Pangkat Jenderal Bintang 3, Nomor 4 Mantan Wapres

1. Letnan Jenderal TNI (Purn) Ali Said

Ali Said merupakan salah satu tokoh militer di Indonesia. Pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 12 Juni 1927 ini tercatat sebagai alumni STHM yang berhasil meraih pangkat Letjen TNI.

Ali Said mengawali karier militernya di TNI Angkatan Darat (AD) dari kesatuan Korps Hukum. Penguasaannya dalam bidang hukum membuatnya dipercaya Presiden Soeharto untuk memimpin Korps Adhyaksa sebagai Jaksa Agung ke-9.

Ali Said menjabat sebagai Jaksa Agung selama delapan tahun sejak 1973 sampai 1981. Tidak hanya itu, Ali Said juga dipercaya menduduki jabatan strategis sebagai Menteri Kehakiman. Jabatan tersebut diemban sejak 1981 hingga 1984.

Kariernya di bidang hukum semakin lengkap setelah Presiden Soeharto memercayainya sebagai Ketua Mahkamah Agung (MA). Jabatan strategis tersebut diembannya sejak 1984 hingga 1992. Setelah lama berkecimpung di dunia hukum, selanjutnya Ali Said menjadi orang pertama yang menduduki jabatan sebagai Ketua Komnas HAM sejak 1993-1996.

Alumni Sekolah Tinggi Hukum Militer Sandang Pangkat Jenderal Bintang 3, Nomor 4 Mantan Wapres

2. Letjen TNI (Purn) Ismail Saleh

Ismail Saleh merupakan Perwira Tinggi (Pati) TNI Angkatan Darat (AD). Dia merupakan salah satu alumni STHM yang berhasil meraih pangkat Letjen TNI.

Pria kelahiran Pati, Jawa Tengah pada 7 September 1926 ini memiliki karier yang cukup cemerlang dalam bidang hukum. Mengawali kariernya sebagai prajurit TNI AD, Ismail Saleh kemudian dipercaya Presiden Soeharto sebagai Jaksa Agung menggantikan seniornya Ali Said.

Ismail Saleh menjabat sebagai Jaksa Agung selama tiga tahun mulai dari 1981 hingga 1984. Ismail Saleh pernah dijuluki "Trio Punakawan atau Pendekar Hukum" bersama Ketua MA Mudjono, dan Menteri Kehakiman Ali Said. Setelah menjadi Jaksa Agung, Ismail Saleh kemudian dipercaya mengemban jabatan strategis sebagai Menteri Kehakiman pada 1984 sampai 1993.

Ismail Saleh mengawali kariernya sebagai anggota intel Tentara Divisi III, Yogyakarta. Kemudian bertugas sebagai anggota Pasukan Ronggolawe Divisi V di Pati dan Wonosobo pada 1948-1949 sebelum bekerja di Direktorat Kehakiman AD pada 1952.

Setelah itu, dia bertugas sebagai Perwira Penasihat Hukum Resimen 16, Kediri pada 1957-1958 dan Jaksa Tentara di Surabaya selama setahun sejak 1959-1960. Kemudian menjabat Jaksa Tentara Pengadilan Tentara Daerah Pertempuran Indonesia Timur, Manado pada 1960-1962 dan Oditur Direktorat Kehakiman AD pada 1962.

Kariernya terus meningkat, Ismail Saleh kemudian menjabat sebagai Perwira Menengah Inspektorat Kehakiman AD 1964-1965. Kemudian bertugas di Sekretariat Negara sebagai Sekretariat Presidium Kabinet periode 1967-1968. Selanjutnya menjabat Wakil Sekretaris Kabinet/Asisten Sekneg Urusan Administrasi Pemerintahan pada 1972 dan Sekretaris Kabinet di 1978.

Alumni Sekolah Tinggi Hukum Militer Sandang Pangkat Jenderal Bintang 3, Nomor 4 Mantan Wapres

3. Letjen TNI (Purn) Andi Muhammad Ghalib

Lulusan STHM lainnya yang berhasil menyandang pangkat Letjen TNI adalah Andi Muhammad Ghalib. Pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan pada 3 Juni 1946 ini merupakan prajurit TNI Angkatan Darat (AD) dari kesatuan Korps Hukum (Chk).

Selama berdinas, Andi M Ghalib menduduki beberapa jabatan strategis di antaranya sebagai Jaksa Agung pada masa pemerintahan Presiden B.J Habibie pasca Reformasi 1998. Andi M Ghalib mengawali kariernya sebagai Staf Intel Hankam, Wakil Kepala Hukum Kostrad, kemudian Kepala Hukum Kodam Jaya dan Kepala Hukum Kodam I/Bukit Barisan Medan.

Sempat menjabat sebagai Asisten Athan RI di Republik Singapura, Andi M Ghalib dipercaya menduduki jabatan Direktur Akademi Hukum Militer/Perguruan Tinggi Hukum Militer. Lulusan Akademisi Hukum Militer/Perguruan Tinggi Hukum Militer/STHM ini kemudian dipercaya menduduki jabatan sipil sebagai Pjs. Bupati Jeneponto-Sulawesi Selatan. Selanjutnya, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Pjs. Walikotamadya Ujungpandang Sulawesi Selatan.

Setelah menduduki jabatan sipil, Andi M Ghalib yang pernah mengikuti pendidikan militer International Course The Law of Armed Forces Conflicts (Hukum Perang) di Sanremo, Italia ini diangkat menjadi Oditur Jenderal ABRI, kemudian Kepala Badan Pembinaan Hukum ABRI dan puncaknya sebagai Jaksa Agung.

Setelah pensiun, lulusan Seskoad dan Lemhannas ini kemudian terjun ke dunia politik dan bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Terpilih sebagai anggota DPR RI pada 2004-2009, Andi M Ghalib menjabat Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, Penasehat Fraksi PPP DPR RI, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PHP PPP.

Andi M Ghalib juga pernah diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh RI Untuk Republik India di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Andi M Ghalib juga kembali terpilih menjadi anggota DPR selama dua tahun pada 2014—2016. Sebab pada 9 Mei 2016 Andi M Ghalib meninggal dunia.

Alumni Sekolah Tinggi Hukum Militer Sandang Pangkat Jenderal Bintang 3, Nomor 4 Mantan Wapres

4. Letjen TNI (Purn) Soedharmono

Pria kelahiran Gresik, Jawa Timur, 12 Maret 1927 ini merupakan alumni STHM yang memiliki karier militer cukup cemerlang. Selama mengabdi di TNI, Soedharmono berhasil menyandang pangkat Letnan Jenderal.

Bahkan, bisa dikatakan Soedharmono merupakan satu-satunya lulusan STHM yang menjabat sebagai Wakil Presiden (Wapres) pada masa pemerintahan Orde Baru (Orba). Soedharmono tercatat sebagai Wapres ke-5 RI yang mendampingi Presiden Soeharto.

Pengabdian Soedharmono di dunia militer berawal ketika turut membantu mengumpulkan senjata dari tentara Jepang dalam persiapan pembentukan TNI setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 1945. Selama perang kemerdekaan, Soedharmono ditunjuk menjadi Panglima Divisi Ronggolawe dengan pangkat Kapten.

Pada 1952, Soedharmono bergabung dengan Akademi Hukum Militer. Dia berhasil menyelesaikan studinya pada 1956 sebelum bertugas di Medan, Sumatera Utara (Sumut)sebagai Jaksa Militer pada 1957–1961. Pada 1962, Soedharmono memperoleh gelar dalam bidang hukum setelah menyelesaikan studinya di Universitas Hukum Militer. Soedharmono kemudian diangkat sebagai Ketua Personel Pesanan Satuan Kerja Pemerintah Pusat dan memberikan bantuan administrasi kepada pemerintah.

Saat konfrontasi Indonesia-Malaysia, Presiden Soekarno membentuk Komando Operasi Tertinggi (KOTI). Pada 1963, Soedharmono kemudian bergabung KOTI. Karier militer Soedharmono semakin meningkat pascatragedi 1965 karena mendapat kepercayaan dari Soeharto yang ketika itu mendapat Supersemar dari Soekarno.

Ketika Soeharto menjadi Presiden RI, Soedharmono diangkat menjadi Sekretaris Kabinet serta Ketua Dewan Stabilitas Ekonomi. Pada 1970, Soedharmono kemudian dipindahkan menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg). Selain menjadi Mensesneg, Soedharmono juga menggantikan menteri yang tidak dapat melaksanakan tugasnya di antaranya, menjadi Menteri Penerangan dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) serta membantu untuk membuat pidato pertanggungjawaban Soeharto sebelum Sidang Umum MPR.

Kesetiaan dan loyalitasnya kepada Soeharto membuatnya ditunjuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Karier Soedharmono mencapai puncaknya saat diangkat menjadi Wakil Presiden (Wapres) mendampingi Presiden Soeharto. Soedharmono menjabat sebagai Wapres sejak 1988-1993.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1503 seconds (0.1#10.140)