Atasi Polusi Udara di Jabodetabek, Modifikasi Cuaca Tahap II Digelar 24 Agustus-2 September
loading...
A
A
A
JAKARTA - Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Tahap I telah selesai dilakukan dengan menaburkan sebanyak 800 Kg garam di langit Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Penaburan garam ini untuk mengurangi polusi udara yang melanda wilayah tersebut.
Berdasarkan laporan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) penyemaian mulai dilakukan sejak Sabtu 19 hingga 21 Agustus dengan 1 sorti penerbangan di atas ketinggian 9.000-10.000 kaki. Setelah ini, tahap II akan digelar pada 24 Agustus hingga 2 September 2023.
Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo mengatakan TMC untuk mengurangi polusi udara di wilayah Jabodetabek baru pertama dilakukan. Posko TMC dipusatkan di Bandara Lanud Husein Sastranegara Bandung.
"Sabtu kemarin sudah dilaksanakan satu sorti penerbangan dengan target penyemaian di wilayah Kabupaten Cianjur, Depok, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat," ujar Budi, Selasa (22/8/2023).
Kegiatan TMC, kata Budi, sudah pernah dilakukan oleh beberapa negara yaitu Cina, Korea Selatan, Thailand, dan India. Sementara di Indonesia baru pertama kali dilaksanakan di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan dana siap pakai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Menurutnya, cara yang lebih efektif untuk mengurangi polutan di daerah tertentu memang dengan menjatuhkan atau mengguyurnya dengan air hujan. Namun jika hal tersebut tidak memungkinkan dilakukan, maka TMC dapat dilakukan dengan menargetkan mengganggu stabilitas atmosfer.
Caranya dengan menaburkan bahan semai dalam bentuk dry ice atau es kering di ketinggian tertentu di udara. Di situ terdapat semacam hamparan awan serupa karpet panjang. Hal itu terjadi karena tidak adanya perbedaan temperatur di titik ketinggian tersebut atau isotherm yang kemudian menimbulkan lapisan inversi.
"Nah, ini yang akan kita ganggu, dibuka ibaratnya, sehingga kumpulan-kumpulan polutan yang terkungkung di sekitar wilayah Jakarta bisa terus naik ke atas," katanya.
Namun, metode TMC tanpa hujan tersebut memerlukan persiapan matang. Untuk saat ini kata Budi, pihaknya belum siap, masih perlu mendesain dan membuat konsul untuk menempatkan dry ice di dalam kabin pesawat. "Dry ice ini yaitu CO2. Jika packaging dan handling di pesawat sembarangan, kru bisa kehabisan oksigen atau hypoksia," ujarnya.
Menurut Budi, ada satu alternatif bahan semai lain yang bisa dicoba dan lebih memungkinkan untuk diimplementasikan, yaitu menggunakan kapur tohor.
Bedanya, kalau dry ice mengondisikan udara agar menjadi lebih dingin, sementara dengan kapur tohor sebaliknya, mengkondisikan udara menjadi lebih panas. "Tapi prinsipnya sama, mengkondisikan suhu di lapisan isotherm pada ketinggian tertentu untuk mengganggu kestabilan atmosfer," katanya.
Berdasarkan laporan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) penyemaian mulai dilakukan sejak Sabtu 19 hingga 21 Agustus dengan 1 sorti penerbangan di atas ketinggian 9.000-10.000 kaki. Setelah ini, tahap II akan digelar pada 24 Agustus hingga 2 September 2023.
Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo mengatakan TMC untuk mengurangi polusi udara di wilayah Jabodetabek baru pertama dilakukan. Posko TMC dipusatkan di Bandara Lanud Husein Sastranegara Bandung.
"Sabtu kemarin sudah dilaksanakan satu sorti penerbangan dengan target penyemaian di wilayah Kabupaten Cianjur, Depok, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat," ujar Budi, Selasa (22/8/2023).
Kegiatan TMC, kata Budi, sudah pernah dilakukan oleh beberapa negara yaitu Cina, Korea Selatan, Thailand, dan India. Sementara di Indonesia baru pertama kali dilaksanakan di wilayah Jabodetabek dengan menggunakan dana siap pakai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Menurutnya, cara yang lebih efektif untuk mengurangi polutan di daerah tertentu memang dengan menjatuhkan atau mengguyurnya dengan air hujan. Namun jika hal tersebut tidak memungkinkan dilakukan, maka TMC dapat dilakukan dengan menargetkan mengganggu stabilitas atmosfer.
Baca Juga
Caranya dengan menaburkan bahan semai dalam bentuk dry ice atau es kering di ketinggian tertentu di udara. Di situ terdapat semacam hamparan awan serupa karpet panjang. Hal itu terjadi karena tidak adanya perbedaan temperatur di titik ketinggian tersebut atau isotherm yang kemudian menimbulkan lapisan inversi.
"Nah, ini yang akan kita ganggu, dibuka ibaratnya, sehingga kumpulan-kumpulan polutan yang terkungkung di sekitar wilayah Jakarta bisa terus naik ke atas," katanya.
Namun, metode TMC tanpa hujan tersebut memerlukan persiapan matang. Untuk saat ini kata Budi, pihaknya belum siap, masih perlu mendesain dan membuat konsul untuk menempatkan dry ice di dalam kabin pesawat. "Dry ice ini yaitu CO2. Jika packaging dan handling di pesawat sembarangan, kru bisa kehabisan oksigen atau hypoksia," ujarnya.
Menurut Budi, ada satu alternatif bahan semai lain yang bisa dicoba dan lebih memungkinkan untuk diimplementasikan, yaitu menggunakan kapur tohor.
Bedanya, kalau dry ice mengondisikan udara agar menjadi lebih dingin, sementara dengan kapur tohor sebaliknya, mengkondisikan udara menjadi lebih panas. "Tapi prinsipnya sama, mengkondisikan suhu di lapisan isotherm pada ketinggian tertentu untuk mengganggu kestabilan atmosfer," katanya.
(cip)