Fenomena El Nino Percepat Kepunahan Salju Abadi di Puncak Jaya Papua
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, tentang salju abadi di Puncak Jaya, Papua. Menurutnya, fenomena El Nino yang terjadi saat ini mempercepat kepunahan salju abadi di Puncak Jaya.
"Fenomena El Nino tahun 2023 ini berpotensi untuk mempercepat kepunahan tutupan es di Puncak Jaya," ungkap Dwikorita dalam seminar secara virtual, Selasa (22/8/2023).
Apalagi kata Dwikorita, sejak tahun 2010 BMKG melalui Puslitbang bekerja sama dengan Ohio State University di Amerika telah melakukan riset bersama terkait analisis paleoclimate berdasarkan inti es, di gletser di Puncak Jaya di Papua.
"Sejak itu kegiatan pemantauan terhadap luas dan tebal gletser di Puncak Jaya terus dilakukan oleh BMKG yang didukung oleh PT Freeport Indonesia. Hasilnya sejak pertama pengamatan hingga saat ini tutupan es di Puncak Jaya mengalami pencairan dan menuju kepunahan," katanya.
Bahkan Dwikorita mengungkapkan, pada tahun 2010 tebal es diperkirakan 32 meter, penipisan es sebesar 1 meter per tahun terjadi pada tahun 2010 hingga 2015. Saat El Nino kuat terjadi di tahun 2015-2016, penipisan es mencapai 5 meter per tahun.
"Sedangkan sejak 2016 sampai 2022 penipisan es sekitar 2,5 meter per tahun. Luas tutupan es pada tahun 2022 sekitar 0,23 kilometer persegi dan terus mengalami pencairan," katanya.
Pada kesempatan itu, Dwikorita mengatakan kepunahan salju abadi di Puncak Jaya memiliki dampak besar bagi aspek kehidupan di wilayah tersebut. Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam.
Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan perubahan iklim juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut.
"Dampak nyata lainnya dari pencairan es di puncak di pegunungan adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global. Oleh karena itu penting bagi kita semua untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga dan melindungi lingkungan kita," pungkasnya.
"Fenomena El Nino tahun 2023 ini berpotensi untuk mempercepat kepunahan tutupan es di Puncak Jaya," ungkap Dwikorita dalam seminar secara virtual, Selasa (22/8/2023).
Apalagi kata Dwikorita, sejak tahun 2010 BMKG melalui Puslitbang bekerja sama dengan Ohio State University di Amerika telah melakukan riset bersama terkait analisis paleoclimate berdasarkan inti es, di gletser di Puncak Jaya di Papua.
"Sejak itu kegiatan pemantauan terhadap luas dan tebal gletser di Puncak Jaya terus dilakukan oleh BMKG yang didukung oleh PT Freeport Indonesia. Hasilnya sejak pertama pengamatan hingga saat ini tutupan es di Puncak Jaya mengalami pencairan dan menuju kepunahan," katanya.
Bahkan Dwikorita mengungkapkan, pada tahun 2010 tebal es diperkirakan 32 meter, penipisan es sebesar 1 meter per tahun terjadi pada tahun 2010 hingga 2015. Saat El Nino kuat terjadi di tahun 2015-2016, penipisan es mencapai 5 meter per tahun.
"Sedangkan sejak 2016 sampai 2022 penipisan es sekitar 2,5 meter per tahun. Luas tutupan es pada tahun 2022 sekitar 0,23 kilometer persegi dan terus mengalami pencairan," katanya.
Pada kesempatan itu, Dwikorita mengatakan kepunahan salju abadi di Puncak Jaya memiliki dampak besar bagi aspek kehidupan di wilayah tersebut. Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam.
Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan perubahan iklim juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut.
"Dampak nyata lainnya dari pencairan es di puncak di pegunungan adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global. Oleh karena itu penting bagi kita semua untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga dan melindungi lingkungan kita," pungkasnya.
(maf)