Megawati Minta Peneliti BRIN Bekerja Keras dan Tak Banyak Mengeluh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional ( BRIN ) Megawati Soekarnoputri meminta para peneliti lembaga itu untuk tak banyak mengeluh dan bekerja keras mengingat transisi BRIN ini baru berjalan dua tahun.
Hal itu diungkapkan Megawati saat melakukan dialog dengan para periset yang hadir dalam acara bertajuk “BRIN Mendengar” yang diadakan di Gedung Nayaka Loka, di lingkungan Kebun Raya Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali, Senin (7/8/2023).
Megawati meminta penggabungan dari sejumlah lembaga yang ada ke dalam BRIN sudah dilakukan sehingga jangan kembali menatap masa lalu. “Sudah harus diingat, jangan membedakan masa lalu. Karena tadi ada (peneliti) yang membedakan, masa dulu begini. Nah sekarang ini masa transisi, yang namanya baru dua tahun, tapi sudah terbentuk yang namanya struktur. Jadi sekarang yang ada dan harus kalian (lakukan), kerja keras, semangat,” kata Megawati.
Presiden Kelima RI ini menyinggung para periset yang memikirkan honor terlebih dahulu daripada riset untuk kepentingan bangsa dan negara. “Tadi kan belum apa-apa, udah nanya apa sama Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani)? Honor opo iku. Tolong dong kalian nih orang Indonesia apa bukan?,” tanya Megawati yang kemudian disambut dengan teriakan “Indonesia” oleh seluruh peserta Indonesia.
“Kalau enggak disuruh, mana semangatnya. Saya sudah jengkel saja. Rakyat Indonesia sekarang lupa perjuangan kenapa bisa merdeka? Kenapa saya suruh salam Pancasila? Kenapa saya suruh selalu merdeka, merdeka, merdeka? Supaya kalian (mengingat Indonesia pernah) dijajah tiga setengah abad. Coba, apa tidak merasakan susahnya?” ungkapnya.
Megawati juga mengingatkan bahwa semangat para pejuang kemerdekaan bangsa itu harusnya dihidupi oleh orang Indonesia saat ini, khususnya para peneliti. Motivasi itu ia sampaikan bukan agar nama dirinya sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN menjadi harum. Ataupun untuk demi kepentingan material, mendapatkan harta dari BRIN. Tapi melainkan untuk Indonesia.
“Kalian belum apa-apa hanya mikirin berapa duitnya, berapa ini-nya. Saya mengerti itu perlu, tapi ada yang lebih penting, untuk apa? Yakni bakti kalian pada negara dan bangsa,” lanjutnya.
Megawati menceritakan kembali bagaimana sejarah BRIN. Berawal dari diskusi-diskusi dirinya sejak Jokowi menjadi presiden di 2014. “Beliau bertanya gampang. Ibu, kenapa research kita amburadul? Jangan nanya saya, saya bilang. Tanya aja sama para pejabat yang ada di pemerintahan Anda, satu. Yang kedua, lalu kalau menurut Ibu sebaiknya bagaimana? Ini betul mau dengerin saya. Itu dari Pak Jokowi sejak periode satu, loh,” kata Megawati.
Dia pun menceritakan, bagaimana pengalamannya saat di Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, peternakan, perkebunan, transmigrasi serta lingkungan hidup. “Saya sendiri mengalami secara praktis lapangan memang amburadul. Nah, jadi saya hanya bilang ke beliau, kalau (lembaga riset) tidak disatukan Pak, boro-boro Indonesia mau maju, karena apa? Egosentris daripada researcher itu berkembang, karena mereka berada di tempat masing-masing, lain-lain. Padahal dengan ilmu yang sama,” ungkap Megawati.
“Karena beliau baru mengerti, coba bapak lihatlah di kementerian, banyak litbang-litbang saling tumpuk. Saya pernah presiden loh, Saya pernah wapres, lho. Saya ingin mengubah itu tapi hanya 3 tahun saya jadi presiden. Jadi, Bapak Jokowi yang harus mengubah. Jadi usul ibu apa? Jadi satu bentuk lembaga. Bentuknya apa? Harus sebuah badan yang langsung ke presiden,” beber Megawati.
Megawati mengaku dirinya takkan tinggal duduk diam di belakang meja sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, bahkan akan berkeliling untuk bertemu para peneliti. Sebab Megawati ingin ada perubahan mindset soal riset dan inovasi.
Megawati mencontohkan berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia juga jadi bahan utama kerja periset BRIN. Misalnya, pembicaraannya dengan Presiden Jokowi mengenai memastikan hulu hingga hilir produk tikar Indonesia yang dibutuhkan luar negeri. Atau soal ancaman bencana akibat pemanasan global terhadap pangan rakyat Indonesia.
“Karena saya mau yang ada di sini kompak jadi satu. Bukan untuk kalian, tapi Republik Indonesia. Lihat taman pahlawan. Saya selalu mengatakan seperti ini, ingatlah anak cucu kalian nanti mau makan apa, ayo kalau namanya orang asing ngambilin punya kita,” tandasnya.
Total sebanyak 127 periset BRIN yang hadir dalam acara tersebut. Di mana Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dan Wakil Kepala BRIN Laksamana Madya (Laksdya) TNI Amarulla Octavian turut mendampingi. Tak hanya itu, jajaran Dewan Pengarah BRIN hadir lengkap, seperti Sri Mulyani, Suharso Monoarfa, Bambang Kesowo, hingga Emil Salim.
Hal itu diungkapkan Megawati saat melakukan dialog dengan para periset yang hadir dalam acara bertajuk “BRIN Mendengar” yang diadakan di Gedung Nayaka Loka, di lingkungan Kebun Raya Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali, Senin (7/8/2023).
Megawati meminta penggabungan dari sejumlah lembaga yang ada ke dalam BRIN sudah dilakukan sehingga jangan kembali menatap masa lalu. “Sudah harus diingat, jangan membedakan masa lalu. Karena tadi ada (peneliti) yang membedakan, masa dulu begini. Nah sekarang ini masa transisi, yang namanya baru dua tahun, tapi sudah terbentuk yang namanya struktur. Jadi sekarang yang ada dan harus kalian (lakukan), kerja keras, semangat,” kata Megawati.
Presiden Kelima RI ini menyinggung para periset yang memikirkan honor terlebih dahulu daripada riset untuk kepentingan bangsa dan negara. “Tadi kan belum apa-apa, udah nanya apa sama Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani)? Honor opo iku. Tolong dong kalian nih orang Indonesia apa bukan?,” tanya Megawati yang kemudian disambut dengan teriakan “Indonesia” oleh seluruh peserta Indonesia.
“Kalau enggak disuruh, mana semangatnya. Saya sudah jengkel saja. Rakyat Indonesia sekarang lupa perjuangan kenapa bisa merdeka? Kenapa saya suruh salam Pancasila? Kenapa saya suruh selalu merdeka, merdeka, merdeka? Supaya kalian (mengingat Indonesia pernah) dijajah tiga setengah abad. Coba, apa tidak merasakan susahnya?” ungkapnya.
Megawati juga mengingatkan bahwa semangat para pejuang kemerdekaan bangsa itu harusnya dihidupi oleh orang Indonesia saat ini, khususnya para peneliti. Motivasi itu ia sampaikan bukan agar nama dirinya sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN menjadi harum. Ataupun untuk demi kepentingan material, mendapatkan harta dari BRIN. Tapi melainkan untuk Indonesia.
“Kalian belum apa-apa hanya mikirin berapa duitnya, berapa ini-nya. Saya mengerti itu perlu, tapi ada yang lebih penting, untuk apa? Yakni bakti kalian pada negara dan bangsa,” lanjutnya.
Megawati menceritakan kembali bagaimana sejarah BRIN. Berawal dari diskusi-diskusi dirinya sejak Jokowi menjadi presiden di 2014. “Beliau bertanya gampang. Ibu, kenapa research kita amburadul? Jangan nanya saya, saya bilang. Tanya aja sama para pejabat yang ada di pemerintahan Anda, satu. Yang kedua, lalu kalau menurut Ibu sebaiknya bagaimana? Ini betul mau dengerin saya. Itu dari Pak Jokowi sejak periode satu, loh,” kata Megawati.
Dia pun menceritakan, bagaimana pengalamannya saat di Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, peternakan, perkebunan, transmigrasi serta lingkungan hidup. “Saya sendiri mengalami secara praktis lapangan memang amburadul. Nah, jadi saya hanya bilang ke beliau, kalau (lembaga riset) tidak disatukan Pak, boro-boro Indonesia mau maju, karena apa? Egosentris daripada researcher itu berkembang, karena mereka berada di tempat masing-masing, lain-lain. Padahal dengan ilmu yang sama,” ungkap Megawati.
“Karena beliau baru mengerti, coba bapak lihatlah di kementerian, banyak litbang-litbang saling tumpuk. Saya pernah presiden loh, Saya pernah wapres, lho. Saya ingin mengubah itu tapi hanya 3 tahun saya jadi presiden. Jadi, Bapak Jokowi yang harus mengubah. Jadi usul ibu apa? Jadi satu bentuk lembaga. Bentuknya apa? Harus sebuah badan yang langsung ke presiden,” beber Megawati.
Megawati mengaku dirinya takkan tinggal duduk diam di belakang meja sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, bahkan akan berkeliling untuk bertemu para peneliti. Sebab Megawati ingin ada perubahan mindset soal riset dan inovasi.
Megawati mencontohkan berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia juga jadi bahan utama kerja periset BRIN. Misalnya, pembicaraannya dengan Presiden Jokowi mengenai memastikan hulu hingga hilir produk tikar Indonesia yang dibutuhkan luar negeri. Atau soal ancaman bencana akibat pemanasan global terhadap pangan rakyat Indonesia.
“Karena saya mau yang ada di sini kompak jadi satu. Bukan untuk kalian, tapi Republik Indonesia. Lihat taman pahlawan. Saya selalu mengatakan seperti ini, ingatlah anak cucu kalian nanti mau makan apa, ayo kalau namanya orang asing ngambilin punya kita,” tandasnya.
Total sebanyak 127 periset BRIN yang hadir dalam acara tersebut. Di mana Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dan Wakil Kepala BRIN Laksamana Madya (Laksdya) TNI Amarulla Octavian turut mendampingi. Tak hanya itu, jajaran Dewan Pengarah BRIN hadir lengkap, seperti Sri Mulyani, Suharso Monoarfa, Bambang Kesowo, hingga Emil Salim.
(cip)