Dukung Pencegahan Korupsi, Kominfo Sosialisasikan Survei Penilaian Integritas KPK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyosialisasikan Survei Penilaian Integritas (SPI) yang sedang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) . Hasil SPI nantinya untuk mengukur risiko korupsi di instansi publik.
Sosialisasi SPI digelar secara hybrid yang dihadiri sekitar 150 pesera luring dan 1.500 peserta melalui daring. Para peserta merupakan merupakan perwakilan humas kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan Diskominfo di seluruh Indonesia, juga perwakilan Penyuluh Informasi Publik dan SPI.
Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan, korupsi di Indonesia perlu ditangani dari hulu ke hilir. Mengutip pesan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Budi menyampaikan pentingnya pendidikan antikorupsi, yang harus diperluas untuk melahirkan generasi masa depan yang antikorupsi.
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik akan menjadi modal utama dalam pembangunan bangsa dan negara. Dalam hal ini, termasuk di lingkup pemerintahan.
"Kami bersama Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas) dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) seluruh Indonesia, mempunyai tanggung jawab untuk ikut menyosialisasikan, mempromosikan, dan mendiseminasikan segala informasi terkait kebijakan pemerintah termasuk tentang pencegahan dan pembentukan budaya antikorupsi. Salah satunya dengan berpartisipasi mengisi SPI yang diselenggarakan KPK," kata Budi Arie dalam Forum Sosialisasi Survei Penilaian Integritas 2023 dengan tema "Mengawal SPI Demi Negeri" di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Untuk diketahui, KPK tahun ini kembali mengadakan SPI untuk mengukur risiko korupsi di instansi publik. Survei ini menyasar pegawai instansi publik, masyarakat pengguna layanan publik dan pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lain seperti auditor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan media massa.
Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo, Usman Kansong, saat menyampaikan laporan kegiatan turut mengajak untuk segera menyebarkan informasi soal SPI.
"Saya berharap kepada teman-teman humas kementerian dan lembaga, pemerintah daerah serta diskominfo di seluruh Indonesia beserta penyuluh informasi publik, setelah kita mengikuti acara ini, kita langsung implementasikan apa yang kita dapat," kata Usman.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, SPI adalah cerminan sejauh mana upaya pencegahan korupsi berjalan di Indonesia. Hasil yang didapatkan dari SPI nantinya akan dipilah dan diteruskan ke unit-unit yang perlu diperbaiki.
"Hasil yang didapatkan, untuk kemudian memberi cermin pada kita, sejauh mana yang kita kerjakan. Semua apakah sudah baik atau sedang tidak baik-baik saja," ujar Ghufron.
Selain untuk memetakan risiko korupsi, SPI juga digunakan untuk menilai pengelolaan anggaran dan mengukur efektivitas pencegahan korupsi yang dilakukan masing-masing instansi.
Semakin rendah nilai SPI, maka menunjukkan semakin tinggi risiko korupsinya. Hasil SPI yang dipublikasikan ke masyarakat juga akan mendesak dilakukannya perbaikan sistem pada organisasi agar tidak ada lagi celah korupsi.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menjelaskan lebih dalam tentang pentingnya partisipasi dari berbagai instansi turut mengisi SPI. Sebab, SPI dapat mengukur perbandingan efektivitas berbagai upaya pencegahan korupsi di Indonesia dan dapat dikatakan sebagai indikator pengukuran dampak.
"Sejak 2016, KPK terpikir bersama BPS untuk membuat SPI, yang ingin mengukur seberapa dalam korupsi di Indonesia. Caranya jangan di-sampling, namun seluruh lembaga harus ikut. SPI ini ada dan dilakukan untuk seluruh pemerintah daerah, kabupaten, kota, provinsi, hingga seluruh kementerian lembaga di tingkat pusat," kata Pahala.
Di tahun ketiga pelaksanaan SPI, Pahala menjelaskan soal pentingnya kejujuran dalam mengisi survei. Satu-satunya yang paling diandalkan selama ini adalah CPI (Corruption Perception Index) dan SPI hadir untuk melengkapi dengan memberikan perspektif yang lebih objektif dan terfokus pada aspek korupsi.
"Kalau SPI respondennya jelek dan tidak jujur, hasilnya juga akan jelek," katanya.
Selain itu, hasil SPI juga dijelaskan Pahala dapat diakses langsung oleh publik lewat situs jaga.id sehingga lebih transparan. Lewat situs tersebut, masyarakat dapat turut berpartisipasi dengan mendaftar sebagai responden SPI. Jika terpilih, maka masyarakat akan dihubungi untuk kemudian mengisi survei.
Hasil SPI ini akan menjadi rekomendasi perbaikan sistem layanan di instansi publik. Masyarakat tidak perlu khawatir karena KPK tetap menjaga kerahasiaan semua responden.
Sosialisasi SPI digelar secara hybrid yang dihadiri sekitar 150 pesera luring dan 1.500 peserta melalui daring. Para peserta merupakan merupakan perwakilan humas kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan Diskominfo di seluruh Indonesia, juga perwakilan Penyuluh Informasi Publik dan SPI.
Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan, korupsi di Indonesia perlu ditangani dari hulu ke hilir. Mengutip pesan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Budi menyampaikan pentingnya pendidikan antikorupsi, yang harus diperluas untuk melahirkan generasi masa depan yang antikorupsi.
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik akan menjadi modal utama dalam pembangunan bangsa dan negara. Dalam hal ini, termasuk di lingkup pemerintahan.
"Kami bersama Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas) dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) seluruh Indonesia, mempunyai tanggung jawab untuk ikut menyosialisasikan, mempromosikan, dan mendiseminasikan segala informasi terkait kebijakan pemerintah termasuk tentang pencegahan dan pembentukan budaya antikorupsi. Salah satunya dengan berpartisipasi mengisi SPI yang diselenggarakan KPK," kata Budi Arie dalam Forum Sosialisasi Survei Penilaian Integritas 2023 dengan tema "Mengawal SPI Demi Negeri" di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Untuk diketahui, KPK tahun ini kembali mengadakan SPI untuk mengukur risiko korupsi di instansi publik. Survei ini menyasar pegawai instansi publik, masyarakat pengguna layanan publik dan pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lain seperti auditor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan media massa.
Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo, Usman Kansong, saat menyampaikan laporan kegiatan turut mengajak untuk segera menyebarkan informasi soal SPI.
"Saya berharap kepada teman-teman humas kementerian dan lembaga, pemerintah daerah serta diskominfo di seluruh Indonesia beserta penyuluh informasi publik, setelah kita mengikuti acara ini, kita langsung implementasikan apa yang kita dapat," kata Usman.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, SPI adalah cerminan sejauh mana upaya pencegahan korupsi berjalan di Indonesia. Hasil yang didapatkan dari SPI nantinya akan dipilah dan diteruskan ke unit-unit yang perlu diperbaiki.
"Hasil yang didapatkan, untuk kemudian memberi cermin pada kita, sejauh mana yang kita kerjakan. Semua apakah sudah baik atau sedang tidak baik-baik saja," ujar Ghufron.
Selain untuk memetakan risiko korupsi, SPI juga digunakan untuk menilai pengelolaan anggaran dan mengukur efektivitas pencegahan korupsi yang dilakukan masing-masing instansi.
Semakin rendah nilai SPI, maka menunjukkan semakin tinggi risiko korupsinya. Hasil SPI yang dipublikasikan ke masyarakat juga akan mendesak dilakukannya perbaikan sistem pada organisasi agar tidak ada lagi celah korupsi.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menjelaskan lebih dalam tentang pentingnya partisipasi dari berbagai instansi turut mengisi SPI. Sebab, SPI dapat mengukur perbandingan efektivitas berbagai upaya pencegahan korupsi di Indonesia dan dapat dikatakan sebagai indikator pengukuran dampak.
"Sejak 2016, KPK terpikir bersama BPS untuk membuat SPI, yang ingin mengukur seberapa dalam korupsi di Indonesia. Caranya jangan di-sampling, namun seluruh lembaga harus ikut. SPI ini ada dan dilakukan untuk seluruh pemerintah daerah, kabupaten, kota, provinsi, hingga seluruh kementerian lembaga di tingkat pusat," kata Pahala.
Di tahun ketiga pelaksanaan SPI, Pahala menjelaskan soal pentingnya kejujuran dalam mengisi survei. Satu-satunya yang paling diandalkan selama ini adalah CPI (Corruption Perception Index) dan SPI hadir untuk melengkapi dengan memberikan perspektif yang lebih objektif dan terfokus pada aspek korupsi.
"Kalau SPI respondennya jelek dan tidak jujur, hasilnya juga akan jelek," katanya.
Selain itu, hasil SPI juga dijelaskan Pahala dapat diakses langsung oleh publik lewat situs jaga.id sehingga lebih transparan. Lewat situs tersebut, masyarakat dapat turut berpartisipasi dengan mendaftar sebagai responden SPI. Jika terpilih, maka masyarakat akan dihubungi untuk kemudian mengisi survei.
Hasil SPI ini akan menjadi rekomendasi perbaikan sistem layanan di instansi publik. Masyarakat tidak perlu khawatir karena KPK tetap menjaga kerahasiaan semua responden.
(hab)