Dahsyat! Jenderal Kopassus Ini Andalkan Perang Psikologis untuk Lumpuhkan Ratusan Anggota GAM

Minggu, 23 Juli 2023 - 05:00 WIB
loading...
Dahsyat! Jenderal Kopassus Ini Andalkan Perang Psikologis untuk Lumpuhkan Ratusan Anggota GAM
Letjen TNI (Purn) Sutiyoso paling kanan bersama kelompok GAM pimpinan Din Minimi pada Desember 2015. Foto/OKEZONE
A A A
JAKARTA - Keberhasilan dalam sebuah operasi militer tak melulu melalui desingan peluru. Menerapkan perang psikologis, Jenderal TNI ini sukses mengajak sisa-sisa kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Dia adalah Letjen TNI (Purn) Sutiyoso , tentara yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di Kopassus. Prajurit kelahiran Semarang, 6 Desember 1944 itu mencatatkan prestasi gemilang karena berhasil membujuk Din Minimi alias alias Nurdin bin Ismail, pimpinan kelompok bersenjata mantan anggota GAM paling dicari pascapenandatanganan kesepakatan Helsinki di Finlandia pada 15 Agustus 2005.

Menariknya, tinta emas itu ditorehkan saat Sutiyoso tak lagi aktif di militer tapi ketika menjabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada 29 Desember 2015. Saat itu usia Sutiyoso sudah 71 tahun. Seperti kata Jenderal Besar Amerika Serikat, Daouglas Mc Arthur, "The old soldier never die, they just fade away".



Sutiyoso menceritakan alasannya terpanggil turun langsung meredam pergerakan mantan kombatan GAM Din Minimi di Aceh.

"Saya pikir yang belum aman di Aceh dan Papua. Ini cuma satu kelompok maka saya selesaikan dulu ini," kenang Sutiyoso dalam kanal YouTube Refly Harun yang dikutip SINDOnews, Minggu (23/7/2023).

"Din Minimi, kelompok GAM yang masih ada jumlahnya 120 orang. Nama aslinya Nurdin, sedangkan Minimi itu sebutan senjata tangguh. Sudah 4 tahun lebih dia diburu aparat," ucap Bang Yos, sapaan akrabnya.

Mantan Wadanjen Kopassus itu memilih terjun langsung ke medan operasi hanya ditemani dua anak buahnya, yakni Kapten Desna dan Sersan Wayan. Ketiganya masuk hutan mencari tempat persembunyian Din Minimi. Setelah melalui perjalanan panjang dengan medan yang berat, mantan Pangdam Jaya ini akhirnya berhasil menemukan markas Din Minimi di tengah hutan.

"Waktu saya sampai di gubuknya jam 6.30, sudah gelap gulita di tengah hutan. Dia di atas pakai kaus loreng, celana loreng, dan senjata sudah ditrigger, senjatanya," tuturnya.



Din Minimi tidak sendiri. Ia bersama ratusan pengikutnya dengan senjata lengkap. Anggota GAM itu pun langsung mengepung Sutiyoso bersama dua anaknya.

"Akhirnya saya bertiga aja. Kita ke tempat dia. Dikepung 120 orang di tempat Din Minimi. Kalau mau populer bantai saja atau saya disandera tetapi kan saya bukan bonek (bondo nekat). Saya ada latar belakang, ada keyakinan gitu," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Sutiyoso yang kenyang pengalaman menghadapi situasi genting dan memiliki kemampuan intelijen, tak gentar dikepung ratusan orang bersenjata. Dengan tenang, mantan Danrem 061/Suryakencana itu lalu mengajak Din Minimi untuk berdialog.

"Saat itu saya bawa pistol, anak buah saya bawa AK. Saya juga bawa cadangan magazine penuh, sudah saya kokang saya kunci. Untuk jaga-jaga," tuturnya.

Perang psikologi pun mulai dilakukan Sutiyoso.

"Sempat saya ngomong, Din, aku ini hanya 3 orang mana menang lawan 120 orang. Kenapa saya berani, karena saya percaya kamu, maka saya minta kamu percaya juga," katanya.

"Tapi aku juga ngomong, Din, aku bertiga bawa senjata enggak apa-apakan? itu semuanya saya declare aja, supaya dia paham macam-macam, kamu mati juga, kira-kira begitu. Saya bilang sama mereka jangan konyol," ujar Sutiyoso.

Dialog berlangsung cukup lama dan alot hingga akhirnya Din Minimi menyerah dan bersedia kembali ke pangkutan Ibu Pertiwi.

"Jam 5 pagi dia baru final menyerah. Walaupun dia kaku tapi sempat bilang kepada anak buahnya untuk menyerah. Kemudian 10 orang mambawa senjata 60 senjata, diserahkan langsung ke Jakarta diantar bupatinya," kata Sutiyoso.

Senjata yang dimiliki kelompok Din Minimi, kata Sutiyoso, merupakan peninggalan sisa-sisa konflik dahulu karena masih ada senjata yang belum diserahkan. Tidak menutup kemungkinan senjata yang diselundupkan dari perbatasan.

"Karena saya pernah tugas 10 bulan tahun 1978 dulu ya, mengawasi pantai utara itu amat sulit, tidak tercover. (senjata) bisa dari Thailand, bisa dari Filipina," ujarnya.

Kemampuan Sutiyoso melumpuhkan Din Minimi tanpa sebutir peluru meletus dan jatuh korban jiwa menunjukkan lulusan Akmil 1968 tersebut sebagai sosok pemberani yang berhati nurani. Din Minimi pun sangat menghormati Sutiyoso.

"Waktu penyerahan senjata terakhir, Bang Din (Din Minimi) menangis. Dia memeluk Pak Sutiyoso dan mengatakan, 'Pak Sutiyoso, jangan tinggalkan saya, Pak," ujar Ketua Aceh Human Foundation (AHF) Abdul Hadi menirukan ucapan Din Minimi.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1395 seconds (0.1#10.140)