Aktivis JARI 98 Sebut Polisi RW Bukan Alat Politik Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (JARI) 98 menilai Polisi RW tidak akan menjadi alat politik pada Pemilu 2024. Keberadaannya bisa mendeteksi dini persoalan yang muncul di tengah masyarakat.
Ketua Presidium JARI 98 Willy Prakarsa menyebut Polisi RW merupakan Polri Presisi di era milenial dengan kemasan lebih humanis, dekat, dan melekat kepada masyarakat.
"Polisi RW lebih dekat rakyat. Polisi RW itu memelihara ketertiban dan deteksi dini. Jadi sesat berpikir jika ada yang menuding Polisi RW jadi alat politik Pemilu 2024," kata Willy dalam diskusi publik JARI 98 bertema Polisi RW Jaga Pemilu Damai, Selasa (18/7/2023).
Menurutnya, Polisi RW tidak terkait politik, justru keberadaannya untuk mengecilkan persoalan besar dan menghentikan masalah kecil. Sebab, Polisi RW memprioritaskan pada aspek keamanan.
Sekjen JARI 98 Arwandi menambahkan, kehadiran Polisi RW di tengah masyarakat menjadi pengayom, pendidik, dan jembatan komunikasi untuk menciptakan situasi kondusif. Keberadaan Polisi RW adalah bentuk konkret mendekteksi segala bentuk ancaman dan gangguan di masyarakat seperti terorisme, peredaran narkoba, hingga memburu para koruptor.
"Polisi RW juga melakukan pendekatan, sehingga masyarakat dapat memahami bagaimama mengedepankan keamanan dan ketertiban terutama dalam turut serta bersama-sama menciptakan pemilu damai," katanya.
Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI), Fernando Emas menegaskan, dalam menciptakan pemilu damai perlu keterlibatan di luar unsur TNI-Polri. Semua elemen, termasuk aktor politik harus memiliki tujuan yang sama untuk menciptakan pemilu damai. Kepolisian, TNI, ASN, penyelenggara pemilu juga harus netral supaya tidak mengganggu stabilitas keamanan di masyarakat.
"Hoaks kemudian SARA karena bagaimana pun juga isu agama itu yang sangat riskan untuk membuat konflik di masyarakat," katanya.
Karena itu, menjaga ketertiban dan keamanan serta pertahanan bukan hanya tugas TNI-Polri.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto menilai peran Polisi RW kembali ke filosofi kepolisian itu sendiri, yakni menjaga keamanan dan ketertiban. "Menjaga pemilu damai, kepentingannya dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pemaknaan ini sebagai jembatan komunikasi masyarakat dan kepolisian menjaga kondusifitas," ujarnya.
Pemilu selayaknya harus dilakukan secara riang gembira. Siapa pun pemenangnya, kata dia, tujuannya adalah untuk Indonesia Raya. Hari menegaskan menjaga kondusifitas keamanan tidak hanya satu insititusi atau satu kelompok.
"Polisi RW ini juga bisa jadi kekuatan rakyat juga, tinggal bagaimana kita memaknai ini terutama di lingkungan. Pemilu ini gak perlu dibikin momok yang menakutkan. Namanya pemilu ya kita bikin aja riang gembira," katanya.
Menurut Hari, Polisi RW bisa efektif ketika mampu melibatkan publik. Sebab, tantangan terbesar bangsa ini adalah pecah-belah dan polarisasi. "Jangan lagi ada politik polarisasi di masyarakat dengan cara-cara tidak manusiawi," katanya.
Sementara itu, aktivis 98 Yogyakarta, Roy Ferdinan Martin Sitorus mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam terbosan program Polisi RW. Menurutnya, terobosan ini sebagai alat untuk memastikan pemilu damai.
Model Polisi RW banyak diterapkan di banyak negara. Para personel langsung masuk ke tengah-tengah masyarakat, sehingga bekerja efisien.
"Polisi RW ini harus tetap didukung dari sisi anggaran dan teknologi. Tentu harus didukung pemerintah. Polisi RW juga harus diimbangi kompetensi dan intergratas yang diimbangi teknologi juga," katanya.
Menurut Roy, tantangan terbesar saat ini adalah polarisasi, identintas, dan pihaknya mengajak untuk hadapi bersama-sama dan tidak berhenti di Polisi RW.
"Kita harus dukung tentu tantangan ini akan semakin berat di berikutnya. Pemilu kan tidak berhenti di 2024 saja. Kita sama-sama menyaring hoaks minimal dari kita sendiri. Berita yang kecil negatif itu bisa ke mana-mana dan jadi besar," katanya.
Ketua Presidium JARI 98 Willy Prakarsa menyebut Polisi RW merupakan Polri Presisi di era milenial dengan kemasan lebih humanis, dekat, dan melekat kepada masyarakat.
"Polisi RW lebih dekat rakyat. Polisi RW itu memelihara ketertiban dan deteksi dini. Jadi sesat berpikir jika ada yang menuding Polisi RW jadi alat politik Pemilu 2024," kata Willy dalam diskusi publik JARI 98 bertema Polisi RW Jaga Pemilu Damai, Selasa (18/7/2023).
Menurutnya, Polisi RW tidak terkait politik, justru keberadaannya untuk mengecilkan persoalan besar dan menghentikan masalah kecil. Sebab, Polisi RW memprioritaskan pada aspek keamanan.
Sekjen JARI 98 Arwandi menambahkan, kehadiran Polisi RW di tengah masyarakat menjadi pengayom, pendidik, dan jembatan komunikasi untuk menciptakan situasi kondusif. Keberadaan Polisi RW adalah bentuk konkret mendekteksi segala bentuk ancaman dan gangguan di masyarakat seperti terorisme, peredaran narkoba, hingga memburu para koruptor.
"Polisi RW juga melakukan pendekatan, sehingga masyarakat dapat memahami bagaimama mengedepankan keamanan dan ketertiban terutama dalam turut serta bersama-sama menciptakan pemilu damai," katanya.
Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI), Fernando Emas menegaskan, dalam menciptakan pemilu damai perlu keterlibatan di luar unsur TNI-Polri. Semua elemen, termasuk aktor politik harus memiliki tujuan yang sama untuk menciptakan pemilu damai. Kepolisian, TNI, ASN, penyelenggara pemilu juga harus netral supaya tidak mengganggu stabilitas keamanan di masyarakat.
"Hoaks kemudian SARA karena bagaimana pun juga isu agama itu yang sangat riskan untuk membuat konflik di masyarakat," katanya.
Karena itu, menjaga ketertiban dan keamanan serta pertahanan bukan hanya tugas TNI-Polri.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto menilai peran Polisi RW kembali ke filosofi kepolisian itu sendiri, yakni menjaga keamanan dan ketertiban. "Menjaga pemilu damai, kepentingannya dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pemaknaan ini sebagai jembatan komunikasi masyarakat dan kepolisian menjaga kondusifitas," ujarnya.
Pemilu selayaknya harus dilakukan secara riang gembira. Siapa pun pemenangnya, kata dia, tujuannya adalah untuk Indonesia Raya. Hari menegaskan menjaga kondusifitas keamanan tidak hanya satu insititusi atau satu kelompok.
"Polisi RW ini juga bisa jadi kekuatan rakyat juga, tinggal bagaimana kita memaknai ini terutama di lingkungan. Pemilu ini gak perlu dibikin momok yang menakutkan. Namanya pemilu ya kita bikin aja riang gembira," katanya.
Menurut Hari, Polisi RW bisa efektif ketika mampu melibatkan publik. Sebab, tantangan terbesar bangsa ini adalah pecah-belah dan polarisasi. "Jangan lagi ada politik polarisasi di masyarakat dengan cara-cara tidak manusiawi," katanya.
Sementara itu, aktivis 98 Yogyakarta, Roy Ferdinan Martin Sitorus mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam terbosan program Polisi RW. Menurutnya, terobosan ini sebagai alat untuk memastikan pemilu damai.
Model Polisi RW banyak diterapkan di banyak negara. Para personel langsung masuk ke tengah-tengah masyarakat, sehingga bekerja efisien.
"Polisi RW ini harus tetap didukung dari sisi anggaran dan teknologi. Tentu harus didukung pemerintah. Polisi RW juga harus diimbangi kompetensi dan intergratas yang diimbangi teknologi juga," katanya.
Menurut Roy, tantangan terbesar saat ini adalah polarisasi, identintas, dan pihaknya mengajak untuk hadapi bersama-sama dan tidak berhenti di Polisi RW.
"Kita harus dukung tentu tantangan ini akan semakin berat di berikutnya. Pemilu kan tidak berhenti di 2024 saja. Kita sama-sama menyaring hoaks minimal dari kita sendiri. Berita yang kecil negatif itu bisa ke mana-mana dan jadi besar," katanya.
(abd)