MUI Dorong NII Masuk Daftar Organisasi Teroris
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik Pondok Pesantren Al Zaytun menyegarkan ingatan banyak orang tentang Negara Islam Indonesia (NII). Banyak pihaknya menduga adanya keterkaitan antarkeduanya.
Wakil Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) M Najih Arromadloni menjelaskan, keterkaitan Al Zaytun dengan NII adalah fakta sejarah yang tidak bisa dibantah. Sebab, saksi dan informasi terkait hal ini sangat banyak.
"Suatu fakta yang tidak terbantahkan bahwa NII adalah induk organisasi teror di Indonesia. Semua kelompok teror yang ada di Indonesia hari ini adalah turunan NII. Genealogisnya pasti bisa dilacak sampai ke NII," kata Gus Najih, sapaan akrab M Najih Arromadlono, Minggu (16/7/2023).
Menurutnya, dulu ketika ada Undang-Undang Subversif, aparat penegak hukum masih bisa menindak kelompok-kelompok yang terkati NII. Sayangnya, saat ini UU tersebut kini tidak ada lagi. Saat ini yang berlaku adalah UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme.
"Karena itu, supaya NII ini bisa dijangkau dengan undang-undang yang baru, NII harus dimasukkan ke dalam DTTOT (Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris)," katanya.
Menurutnya, aparat keamanan di Indonesia sudah memiliki data sebaran jaringan NII, tetapi payung hukumnya untuk menindak yang tidak ada. Kewenangan aparat keamanan adalah melaksanakan produk hukum, tetapi perancangan dan pembuatan hukum ada di wilayah eksekutif dan yudikatif. Eksekutif dan yudikatif seharusnya proaktif memberikan payung hukum supaya aparat bisa bekerja dengan efektif.
Eksistensi NII sebenarnya bisa ditarik mundur hingga pada zaman Orde Lama. Pada masa itu, Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno pernah beberapa kali menghadapi gerakan pemberontakan. Mereka yang memberontak pada pemerintahan yang sah melihat ada celah bergerak di saat Indonesia masih membangun stabilitas nasional pascapenjajahan Belanda dan Jepang.
"Sebetulnya NII ini kita semua sudah banyak yang tahu, didirikan oleh Sekarmadji Kartosoewirjo. Pendiri NII ini telah ditangkap dan dihukum mati pada zaman Presiden Soekarno. Setelah kejadian itu, NII mengubah strategi perjuangannya, dari perjuangan militer ke clandestine (gerakan bawah tanah), termasuk dengan membentuk gerakan civil society," katanya.
Gus Najih menyebutkan, kepemimpinan NII sempat beberapa kali mengalami regenerasi. Sepeninggalnya Kartosoewirjo, muncul nama Daud Beureueh dan Adah Jaelani, yang sampai saat ini bisa ditarik relasinya ke Panji Gumilang. Panji Gumilang berperan sebagai panglima tertinggi NII menjalankan perannya dari Ponpes Al-Zaytun yang masuk pada Komandemen Wilayah 9 atau yang biasa disebut juga dengan KW9.
NII yang sejatinya gerakan tersembunyi, tiba-tiba muncul kembali melalui kontroversi Al Zaytun yang muncul akibat tindakan Panji Gumilang. Gus Najih berpendapat, perjalanan Al Zaytun sangat panjang dan NII bersembunyi juga sudah sangat lama. Selama ini Panji Gumilang berjuang dari mulai tahun 1960-an. Kemudian Al Zaytun dirintis dari tahun 1992 dan diresmikan Presiden Habibie pada 1996.
"Panji Gumilang menganggap memang sudah saatnya. Dia sudah berhasil melakukan clandestine selama bertahun-tahun, sudah saatnya untuk show of force dan kemudian menawarkan ide-ide nya ke publik," kata Gus Najih.
Ia mengingatkan NII masih aktif dan akan terus membangun kekuatan. Hal ini harus dicegah jangan sampai seperti pecahan yang berupa Jamaah Islamiyah (JI) ataupun Jama'ah Ansharut Daulah (JAD) yang sudah menjadi laten.
"Saya kira pemerintah tidak boleh meremehkan dan saya sependapat dengan yang disampaikan oleh Komisi III maupun oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), bahwa penting untuk memasukkan NII ini sebagai DTTOT. Karena itu nantinya menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan hukum kepada orang-orang yang masih ada di dalam NII," katanya.
Wakil Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) M Najih Arromadloni menjelaskan, keterkaitan Al Zaytun dengan NII adalah fakta sejarah yang tidak bisa dibantah. Sebab, saksi dan informasi terkait hal ini sangat banyak.
"Suatu fakta yang tidak terbantahkan bahwa NII adalah induk organisasi teror di Indonesia. Semua kelompok teror yang ada di Indonesia hari ini adalah turunan NII. Genealogisnya pasti bisa dilacak sampai ke NII," kata Gus Najih, sapaan akrab M Najih Arromadlono, Minggu (16/7/2023).
Menurutnya, dulu ketika ada Undang-Undang Subversif, aparat penegak hukum masih bisa menindak kelompok-kelompok yang terkati NII. Sayangnya, saat ini UU tersebut kini tidak ada lagi. Saat ini yang berlaku adalah UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme.
"Karena itu, supaya NII ini bisa dijangkau dengan undang-undang yang baru, NII harus dimasukkan ke dalam DTTOT (Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris)," katanya.
Menurutnya, aparat keamanan di Indonesia sudah memiliki data sebaran jaringan NII, tetapi payung hukumnya untuk menindak yang tidak ada. Kewenangan aparat keamanan adalah melaksanakan produk hukum, tetapi perancangan dan pembuatan hukum ada di wilayah eksekutif dan yudikatif. Eksekutif dan yudikatif seharusnya proaktif memberikan payung hukum supaya aparat bisa bekerja dengan efektif.
Eksistensi NII sebenarnya bisa ditarik mundur hingga pada zaman Orde Lama. Pada masa itu, Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno pernah beberapa kali menghadapi gerakan pemberontakan. Mereka yang memberontak pada pemerintahan yang sah melihat ada celah bergerak di saat Indonesia masih membangun stabilitas nasional pascapenjajahan Belanda dan Jepang.
"Sebetulnya NII ini kita semua sudah banyak yang tahu, didirikan oleh Sekarmadji Kartosoewirjo. Pendiri NII ini telah ditangkap dan dihukum mati pada zaman Presiden Soekarno. Setelah kejadian itu, NII mengubah strategi perjuangannya, dari perjuangan militer ke clandestine (gerakan bawah tanah), termasuk dengan membentuk gerakan civil society," katanya.
Gus Najih menyebutkan, kepemimpinan NII sempat beberapa kali mengalami regenerasi. Sepeninggalnya Kartosoewirjo, muncul nama Daud Beureueh dan Adah Jaelani, yang sampai saat ini bisa ditarik relasinya ke Panji Gumilang. Panji Gumilang berperan sebagai panglima tertinggi NII menjalankan perannya dari Ponpes Al-Zaytun yang masuk pada Komandemen Wilayah 9 atau yang biasa disebut juga dengan KW9.
NII yang sejatinya gerakan tersembunyi, tiba-tiba muncul kembali melalui kontroversi Al Zaytun yang muncul akibat tindakan Panji Gumilang. Gus Najih berpendapat, perjalanan Al Zaytun sangat panjang dan NII bersembunyi juga sudah sangat lama. Selama ini Panji Gumilang berjuang dari mulai tahun 1960-an. Kemudian Al Zaytun dirintis dari tahun 1992 dan diresmikan Presiden Habibie pada 1996.
"Panji Gumilang menganggap memang sudah saatnya. Dia sudah berhasil melakukan clandestine selama bertahun-tahun, sudah saatnya untuk show of force dan kemudian menawarkan ide-ide nya ke publik," kata Gus Najih.
Ia mengingatkan NII masih aktif dan akan terus membangun kekuatan. Hal ini harus dicegah jangan sampai seperti pecahan yang berupa Jamaah Islamiyah (JI) ataupun Jama'ah Ansharut Daulah (JAD) yang sudah menjadi laten.
"Saya kira pemerintah tidak boleh meremehkan dan saya sependapat dengan yang disampaikan oleh Komisi III maupun oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), bahwa penting untuk memasukkan NII ini sebagai DTTOT. Karena itu nantinya menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan hukum kepada orang-orang yang masih ada di dalam NII," katanya.
(abd)