Konsumsi Susu Kental Manis Dinilai Pengaruhi Asupan Gizi Anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ratusan bahkan ribuan anak Indonesia terancam gizi buruk akibat pandemi virus Corona (Covid-19) yang hingga kini belum ditemukan vaksinnya. Kondisi ini semakin sulit karena pandemi juga mengakibatkan meningkatnya pengangguran dan turunnya penghasilan keluarga Kondisi yang berakibat terancamnya pemenuhan gizi anak.
(Baca juga: PJJ Tak Efektif dan Banyak Kendala, Orang Tua Ingin Anak Sekolah Tatap Muka)
Nenek Amah yang tinggal di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten, mengaku hanya bisa pasrah dengan keadaan sulit ini. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan gizi sang cucu Mutia, Dia menyediakan susu kental manis (SKM). "Harga susu mahal yang penting cucu saya bisa makan. Kalau enggak ada uang kadang cucu saya makan nasi, saya kasih lembek-lembek seperti bubur," ujarnya.
(Baca juga: Kekerasan pada Anak Marak, Kak Seto: Melindungi Anak Perlu Orang Sekampung)
Aktivis kesehatan anak, Yuli Supriati mengatakan tak hanya di Banten, namun masih banyak daerah-daerah lainnya yang sama seperti nenek Amah yang tidak tahu bahwa susu kental manus (SKM) itu tidak baik untuk dikonsumsi anak-anak. Bukannya malah sehat, tapi berdampak kepada gizi buruk pada anak-anak karena rendah protein dan tinggi gula.
"Hasil kunjungan kami ke Puskesmas Tigaraksa beberapa waktu lalu, didiapati 36 anak usia di bawah 5 tahun berada dalam status gizi kurang. Sebanyak 21 anak di antaranya berada pada rentang usia 1-2 tahun," ungkap komisioner Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) itu dalam pernyataannya di Jakarta, Senin (27/7/2020).
Kunjungan lapangan yang dilakukan pihaknya di desa Cileleus, Tigaraksa Tangerang, menemukan dua balita penerima program pemberian makanan tambahan (PMT) dari Puskesmas Tigaraksa. Kedua anak berusia 2 tahun itu memiliki berat badan yang hanya 7 kg. Padahal, untuk anak normal, di usia dua tahun seharusnya memiliki berat badan 14 kg untuk perempuan dan 15 kg untuk laki-laki.
Menanggapi hasil temuan YAICI ini, dokter spesialis anak yang juga tim ahli Satgas Covid-19 Tangerang Selatan (Tangsel) Tubagus Rachmat Sentika, membenarkan bahwa susu kental manis (SKM) tidak untuk diberikan kepada anak-anak, baik untuk pelezat makanan apalagi untuk pengganti ASI.
"Karena kandungan gulanya yang tinggi, kental manis tidak untuk anak-anak. Anak yang meminum kental manis akan mengalami kegemukan, gigi keropos dan tidak sehat," katanya.
Mantan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu mengungkapkan calon ibu perlu memperhatikan gizi lengkap dan seimbang seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air. Sebab hal itu akan mempengaruhi bayi mereka yang akan lahir kelak.
"Baik bayi, balita, ibu hamil, sampai lansia semuanya memerlukan gizi, cuma bentuknya berbeda-beda. Kalau bayi itu bentuknya cair makanan pendamping ASI tapi setelah 6 bulan 1 tahun harus ditambahkan dengan makanan-makanan lain," ucap dr Tubagus Rachmat Sentika.
Khusus untuk ibu hamil, yang perlu diperhatikan adalah pembentukan organ-organ setelah 8 minggu atau 4 bulan 10 hari. Di sini sangat dibutuhkan asam folat, tablet zat besi (Fe) untuk pembentukan 25% perkembangan otak calon bayi. Setelah 2- 3 tahun otak anak akan berkembang menjadi menjadi 80% dan setelah 6 tahun jadi 95%.
"Ini yang dinamakan golden period, yaitu masa emas atau 1000 hari pertama kehidupan atau masa-masa pembentukan otak. Karena itu, protein asam amino harus cukup, karbohidrat cukup, semua harus cukup," paparnya.
Selanjutnya, harus dipantau sesuai dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Dijelaskan, badannya waktu lahir 3 kg, 1 tahun jadi 9 kg atau 3 kali berat badan lahir, 5 atau 6 bulan 2 kali berat badan lahir atau 9 kg dan 3 tahun seharusnya 11 kg lebih. Tentunya, semua ada grafiknya untuk menjadi panduan dan antisipasi pada pertumbuhan anak.
"Kalau dia di bawah garis merah, jadi gizi buruk dan nanti setelah 3 tahun jadi stunting," tuturnya.
Dia juga mengkritisi langkah Kemenkes yang membiarkan pemberian makanan tambahan berupa biskuit dan SKM dalam setiap sembako yang diberikan kepada masyarakat. Menurutnya, keduanya itu tidak bisa digunakan untuk anak yang mengalami gizi buruk.
Selain di Tangerang, kasus gizi buruk akibat pemberian susu kental manus ke anak juga terjadi pada korban banjir di Konawe, Sulaeesi Tenggara. Sebagaimana dilaporkan beberapa media setemoat, dari sekian banyak korban, ada salah seorang balita perempuan berusia 3,3 tahun yang ikut berdesak-desakan di bangsal penampungan.
Dia bernama Iluh Suriani, sekilas dia nampak sehat dan sedang tertidur pulas di dalam tenda. Setelah didekati, bayi yang sudah terbaring 7 hari di pengungsian tak seperti anak lainnya. Seharusnya, sejak berusia setahun lebih, dia sudah bisa berjalan atau berlari. Namun, hingga hari ini tulangnya masih lemah, ia juga belum mampu berceloteh menyebut nama ayah dan ibunya.
Kedua orang tuanya, Komang Suryawan (34) dan Komang Suarsih (20) mengungkapkan, bayinya mengalami gizi buruk. Hal itu terungkap saat keduanya memeriksakan kondisinya di RSUD Unaaha, 2019 lalu. Komang, yang bekerja sebagai buruh sawah? bercerita bahwa sejak putri tunggalnya itu berusia delapan bulan, dia hanya mampu memberi minuman susu kaleng kental manis.
Penghasilannya sebagai buruh, membuatnya hanya bisa membeli susu formula hingga dia berusia 8 bulan. Harga susu anak terlalu mahal bagi saya, karena saya juga tak bekerja tetap. Kadang ada uang kadang tidak, jelas Komang. Agar anaknya tetap bisa mendapat asupan gizi, dia nekat membelikan anaknya kental manis kaleng. Apalagi kondisi istrinya, tak memiliki asupan ASI yang cukup banyak sejak dia melahirkan. Akibatnya, anaknya jadi menderita gizi buruk dan tidak tumbuh normal seperti bayi lainnya.
(Baca juga: PJJ Tak Efektif dan Banyak Kendala, Orang Tua Ingin Anak Sekolah Tatap Muka)
Nenek Amah yang tinggal di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten, mengaku hanya bisa pasrah dengan keadaan sulit ini. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan gizi sang cucu Mutia, Dia menyediakan susu kental manis (SKM). "Harga susu mahal yang penting cucu saya bisa makan. Kalau enggak ada uang kadang cucu saya makan nasi, saya kasih lembek-lembek seperti bubur," ujarnya.
(Baca juga: Kekerasan pada Anak Marak, Kak Seto: Melindungi Anak Perlu Orang Sekampung)
Aktivis kesehatan anak, Yuli Supriati mengatakan tak hanya di Banten, namun masih banyak daerah-daerah lainnya yang sama seperti nenek Amah yang tidak tahu bahwa susu kental manus (SKM) itu tidak baik untuk dikonsumsi anak-anak. Bukannya malah sehat, tapi berdampak kepada gizi buruk pada anak-anak karena rendah protein dan tinggi gula.
"Hasil kunjungan kami ke Puskesmas Tigaraksa beberapa waktu lalu, didiapati 36 anak usia di bawah 5 tahun berada dalam status gizi kurang. Sebanyak 21 anak di antaranya berada pada rentang usia 1-2 tahun," ungkap komisioner Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) itu dalam pernyataannya di Jakarta, Senin (27/7/2020).
Kunjungan lapangan yang dilakukan pihaknya di desa Cileleus, Tigaraksa Tangerang, menemukan dua balita penerima program pemberian makanan tambahan (PMT) dari Puskesmas Tigaraksa. Kedua anak berusia 2 tahun itu memiliki berat badan yang hanya 7 kg. Padahal, untuk anak normal, di usia dua tahun seharusnya memiliki berat badan 14 kg untuk perempuan dan 15 kg untuk laki-laki.
Menanggapi hasil temuan YAICI ini, dokter spesialis anak yang juga tim ahli Satgas Covid-19 Tangerang Selatan (Tangsel) Tubagus Rachmat Sentika, membenarkan bahwa susu kental manis (SKM) tidak untuk diberikan kepada anak-anak, baik untuk pelezat makanan apalagi untuk pengganti ASI.
"Karena kandungan gulanya yang tinggi, kental manis tidak untuk anak-anak. Anak yang meminum kental manis akan mengalami kegemukan, gigi keropos dan tidak sehat," katanya.
Mantan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu mengungkapkan calon ibu perlu memperhatikan gizi lengkap dan seimbang seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air. Sebab hal itu akan mempengaruhi bayi mereka yang akan lahir kelak.
"Baik bayi, balita, ibu hamil, sampai lansia semuanya memerlukan gizi, cuma bentuknya berbeda-beda. Kalau bayi itu bentuknya cair makanan pendamping ASI tapi setelah 6 bulan 1 tahun harus ditambahkan dengan makanan-makanan lain," ucap dr Tubagus Rachmat Sentika.
Khusus untuk ibu hamil, yang perlu diperhatikan adalah pembentukan organ-organ setelah 8 minggu atau 4 bulan 10 hari. Di sini sangat dibutuhkan asam folat, tablet zat besi (Fe) untuk pembentukan 25% perkembangan otak calon bayi. Setelah 2- 3 tahun otak anak akan berkembang menjadi menjadi 80% dan setelah 6 tahun jadi 95%.
"Ini yang dinamakan golden period, yaitu masa emas atau 1000 hari pertama kehidupan atau masa-masa pembentukan otak. Karena itu, protein asam amino harus cukup, karbohidrat cukup, semua harus cukup," paparnya.
Selanjutnya, harus dipantau sesuai dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Dijelaskan, badannya waktu lahir 3 kg, 1 tahun jadi 9 kg atau 3 kali berat badan lahir, 5 atau 6 bulan 2 kali berat badan lahir atau 9 kg dan 3 tahun seharusnya 11 kg lebih. Tentunya, semua ada grafiknya untuk menjadi panduan dan antisipasi pada pertumbuhan anak.
"Kalau dia di bawah garis merah, jadi gizi buruk dan nanti setelah 3 tahun jadi stunting," tuturnya.
Dia juga mengkritisi langkah Kemenkes yang membiarkan pemberian makanan tambahan berupa biskuit dan SKM dalam setiap sembako yang diberikan kepada masyarakat. Menurutnya, keduanya itu tidak bisa digunakan untuk anak yang mengalami gizi buruk.
Selain di Tangerang, kasus gizi buruk akibat pemberian susu kental manus ke anak juga terjadi pada korban banjir di Konawe, Sulaeesi Tenggara. Sebagaimana dilaporkan beberapa media setemoat, dari sekian banyak korban, ada salah seorang balita perempuan berusia 3,3 tahun yang ikut berdesak-desakan di bangsal penampungan.
Dia bernama Iluh Suriani, sekilas dia nampak sehat dan sedang tertidur pulas di dalam tenda. Setelah didekati, bayi yang sudah terbaring 7 hari di pengungsian tak seperti anak lainnya. Seharusnya, sejak berusia setahun lebih, dia sudah bisa berjalan atau berlari. Namun, hingga hari ini tulangnya masih lemah, ia juga belum mampu berceloteh menyebut nama ayah dan ibunya.
Kedua orang tuanya, Komang Suryawan (34) dan Komang Suarsih (20) mengungkapkan, bayinya mengalami gizi buruk. Hal itu terungkap saat keduanya memeriksakan kondisinya di RSUD Unaaha, 2019 lalu. Komang, yang bekerja sebagai buruh sawah? bercerita bahwa sejak putri tunggalnya itu berusia delapan bulan, dia hanya mampu memberi minuman susu kaleng kental manis.
Penghasilannya sebagai buruh, membuatnya hanya bisa membeli susu formula hingga dia berusia 8 bulan. Harga susu anak terlalu mahal bagi saya, karena saya juga tak bekerja tetap. Kadang ada uang kadang tidak, jelas Komang. Agar anaknya tetap bisa mendapat asupan gizi, dia nekat membelikan anaknya kental manis kaleng. Apalagi kondisi istrinya, tak memiliki asupan ASI yang cukup banyak sejak dia melahirkan. Akibatnya, anaknya jadi menderita gizi buruk dan tidak tumbuh normal seperti bayi lainnya.
(maf)