Dorong Pemberian ASI, DPR Minta Pemerintah Gandeng Tokoh Agama

Senin, 27 Juli 2020 - 19:58 WIB
loading...
Dorong Pemberian ASI, DPR Minta Pemerintah Gandeng Tokoh Agama
Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengatakan, minimnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi di Indonesia disebabkan persoalan pola asuh. FOTO/DOK.SINDOnews/ABDUL ROCHIM
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini mengatakan, minimnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi di Indonesia disebabkan persoalan pola asuh. Menurutnya, dalam agama para ulama Islam sejak 300 tahun sebelum Masehi, sudah mengeluarkan fatwa yang mewajibkan para perempuan untuk memberikan kolostrum, ASI yang keluar pertama kali setelah melahirkan, kepada bayinya.

"Artinya kalau kita bicara konteks agama, sudah jelas. Di Alquran juga sudah jelas. Fatayat NU juga punya bukunya itu, tapi masalahnya adalah hal itu tidak tersampaikan kepada masyarakat," tutur Ketua Umum PP Fatayat NU ini, Senin (28/7/2020).

Anggia mengatakan, hal yang harus dilakukan pemerintah adalah bagaimana terus menyosialisasikan pentingnya ASI untuk bayi. "Bicara soal gizi anak itu gak selalu kasih PMT, makanan tambahan. ASI itu justru lebih punya peran. Yang harus dilakukan ya kerja bareng dengan komunitas-komunitas. Gak bisa pemerintah bekerja sendiri," katanya.( )

Menurutnya, sosialisasi pemberian ASI yang dikemas dengan pendekatan keagamaan dan ideologi justru sangat efektif. Menurut Anggia, Fatayat NU sudah melakukan hal di di Brebes, Jawa Tengah. Hasilnya, berdasarkan survei yang dilakukan Bappenas, ternyata sangat efektif. "Kerja bareng dengan tokoh agama itu signifikan. Kita kasih informasi ke tokoh agama, ini loh landasannya bagini, strategi yang kita pakai. Kalau tokoh agama kan orang yang punya ilmu, jadi kita gak ngajarin, cuma kita kasih masalah, lalu sama-sama kita cari solusinya," katanya.

Untuk sosialisasi bisa dilakukan dengan memanfaatkan forum tingkepan empat bulanan, tujuh bulanan, saat resepsi pernikahan, dan juga saat acara akikahan. "Itu yang kita benar-benar manfaatkan. Jadi mereka nanti akan cerita ngomongin soal ASI. Kadang suami gak boleh istrinya kasih ASI karena khawatir payudara istrinya kendur, gak aduhai lagi, itu yang kita bongkar," katanya.

Pihaknya juga meminta pemerintah untuk membuat aturan yang membatasi iklan-iklan susu formula di berbagai media. "Fatayat gak pernah kerja sama dengan iklan-iklan susu so far. Memberikan susu (formula) setelah 18 bulan oke, fine lah itu, tetap kalau susu di bawah di 18 bulan, saya larang untuk kerja sama karena hanya ASI yang paling pantas untuk bayi," katanya.( )

Dikatakan Anggia, sebenarnya tidak ada cerita seorang ibu tidak bisa menyusui. "Kalau dia gak bisa menyusui, itu karena mungkin anak pertama makanya ibu harus belajar menyusui, dan anak belajar menyusu," tuturnya.

Karena itu, diperlukan dukungan dari pemerintah untuk mengedukasi secara masif. Pemerintah diminta untuk mengoptimalkan peran Puskesmas sebagai pusat untuk memberikan informasi kepada warganya mengenai pentingnya memberikan asupan ASI kepada bayi.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1271 seconds (0.1#10.140)