Demokrat Tolak RUU Kesehatan, Ibas Beberkan 2 Alasan

Rabu, 12 Juli 2023 - 00:08 WIB
loading...
Demokrat Tolak RUU Kesehatan, Ibas Beberkan 2 Alasan
Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Foto/SINDOphoto/Dok
A A A
JAKARTA - Fraksi Demokrat menjadi salah satu dari dua fraksi yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR, Selasa (11/7/2023) siang tadi.

Terkait penolakan ini, Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menjelaskan alasan fraksinya menolak RUU tersebut. Pertama, Ibas menyoroti aksi unjuk rasa para tenaga kesehatan (nakes) di depan Kompleks Gedung DPR siang tadi.

“Di saat ruang paripurna terasa sepi, di luar sana terlihat padat dan ramai, demonstrasi dari beberapa elemen yang poin utamanya adalah ingin menyampaikan pandangan, dan melakukan unjuk rasa terkait rencana DPR RI atau gedung parlemen ini (dalam) melakukan pengesahan terhadap Rancangan Undang-Undang Kesehatan,” kata Ibas kepada wartawan.

Menurut Ibas, hampir pasti RUU Kesehatan ini akan ditetapkan secara resmi sebagai Undang-Undang. Mayoritas fraksi yang mewakili partai politik akan memberikan persetujuannya terhadap rancangan undang-undang tersebut.

Sehingga, jikalau pun ada penolakan atau catatan-catatan keberatan, Undang-Undang tersebut bakal menjadi Undang-Undang yang sah.

“Saya selaku Ketua Fraksi Partai Demokrat, dan juga telah beberapa kali menerima audiensi dari organisasi profesi yang berhubungan dengan kesehatan, dan tentunya mendapatkan pandangan dari berbagai macam stakeholder, termasuk arahan dari Partai Demokrat, posisi Partai Demokrat memang belum menyetujuinya. Menolak,” tegas Ibas.

Ibas bersama Partai Demokrat ingin meminta sedikit waktu untuk DPR dan Pemerintah menyelesaikan sejumlah isu yang menurut Demokrat penting diwadahi di RUU Kesehatan tersebut.

Ibas menuturkan, penolakan Partai Demokrat tidak ada kaitannya dengan silang pendapat antara Pemerintah dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

“Materi penolakan Partai Demokrat terhadap RUU, sama sekali tidak terkait dengan silang pendapat antara Pemerintah dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan berbagai profesi di sektor kesehatan, itu poinnya,” terangnya.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini menjelaskan, ada dua poin utama yang disarankan oleh Partai Demokrat, yaitu terkait mandatory spending alokasi anggaran bidang kesehatan dan liberalisasi dokter dan tenaga medis.

Mandatory spending ini kewajiban negara dan pemerintah untuk mengalokasikan sejumlah anggaran untuk sektor kesehatan.


“Bukankah kita peduli dan ingin mendukung kemajuan bidang kesehatan? Bukankah kita ingin kesehatan di negeri kita semakin baik, maju, dan berkelas?,” ujarnya.

Ibas juga menyampaikan, UU Kesehatan Tahun 2009 di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebetulnya telah mengalokasikan mandatory spending kesehatan sebesar 5%.

“Demokrat berpandangan, anggaran pendidikan saja bisa memiliki mandatory spending sebanyak 20% ya karena kita tahu, angka dari kemajuan sumber daya manusia kita itu salah satunya, ya pendidikan. Maka kalau kita bicara usulan Demokrat, minimal tetap dipertahankan 5% itu sesungguhnya menunjukkan keberpihakan negara kepada kesehatan manusia dan masyarakat Indonesia,” jelasnya.

Wakil Ketua Banggar ini juga menyampaikan, masyarakat Indonesia sebagai salah satu pilar utama dalam Human Development Index, yang mana kalau dipelajari lebih lanjut dan didalami, sebetulnya segaris dengan SDGs (Sustainable Development Goals) yang dulu Pemerintahan SBY juga ikut menjadi bagian dalam menyusunnya.

“Jadi clear di situ bahwa Fraksi Partai Demokrat menginginkan mandatory spending 5% untuk bidang kesehatan kita tetap berjalan bahkan kalau perlu ditingkatkan,” tegas Ibas.

Selain itu, kata dia, materi terkait liberalisasi dokter dan tenaga medis asing untuk menjalankan praktik di Indonesia juga menjadi sorotan. Fraksi Demokrat tentu mendukung modernisasi hospital atau rumah sakit dan peningkatan kompetensi dokter dan tenaga medis. Pihaknya ingin adanya kemajuan tidak hanya infrastruktur kesehatan saja, tetapi juga sumber daya, para dokter, para perawat, dan para tenaga lainnya.

“Sama seperti kalau kita lihat, pergi ke rumah sakit RSPAD katakan lah, seperti itu juga, semakin hari semakin modern, semakin maju,” imbuhnya.

Akan tetapi, menurutnya, liberalisasi dokter dan tenaga medis asing yang sangat berlebihan, tidak tepat, dan tidak adil. Hal ini sama seperti saat protes dan marah rakyat ketika tenaga kerja asing terlalu melebihi kewajaran dalam satu bidang usaha skala tertentu.

“Ingat, dokter di Indonesia juga kalau mau berpraktik di luar negeri ada aturan-aturannya. Saya pikir tidak semudah dibayangkan pergi ke Singapura, Australia, Amerika, Tokyo, Eropa, dan seterusnya. Ada aturan-aturan yang saya pikir ketat yang tidak semudah dibayangkan bagi dokter dan tenaga medis kita untuk bekerja di luar negeri,” tegasnya

“Tentu kalimat ini bukan justru kita menghambat modernisasi dari aspek aturan bagi hospital atau rumah sakit dan tenaga medisnya, tetapi seluruh aturan yang adil bagi dokter-dokter Indonesia sebagaimana yang juga berlaku di negara-negara lain,” sambung Ibas.

Ibas juga menyampaikan bahwa dirinya sangat senang dan berterima kasih kepada para tenaga medis dan fasilitas kesehatan di Indonesia.

“Dan kita juga mengucapkan terima kasih kepada mereka para tenaga (medis) dan dokter yang telah menjalankan tugas fungsinya dengan sangat baik, termasuk memberikan masukan, saran, perbaikan, yang tidak sedikit mau juga dilakukan perbaikan, pembenahan, dan kritik,” harapnya.

(hab)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3758 seconds (0.1#10.140)