MPR Sebut Perlu Intervensi Kebijakan Pemerintah Cegah Diabetes Anak

Kamis, 06 Juli 2023 - 08:26 WIB
loading...
MPR Sebut Perlu Intervensi Kebijakan Pemerintah Cegah Diabetes Anak
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan perlunya peningkatan literasi kesehatan dan intervensi kebijakan perlindungan untuk mencegah anak-anak dari ancaman diabetes. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan perlunya peningkatan literasi kesehatan dan intervensi kebijakan perlindungan untuk mencegah anak-anak dari ancaman diabetes .

Hal itu disampaikan Rerie, sapaan akrab Lestari Moerdijat saat diskusi daring bertema 'Ancaman Diabetes Melitus pada Anak-Anak Indonesia Sangat Mencemaskan' yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu 5 Juli 2023.

Baca juga: Bisakah Anak-Anak Terkena Kolesterol? Simak Ulasannya Ini Ya Mom

"Pola hidup yang kurang sehat dengan konsumsi makanan dan minuman yang memiliki kandungan gula tinggi saat ini menjadi rutinitas kehidupan anak-anak. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan," ujarnya.

Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat kejadian Diabetes Melitus (DM) terhadap anak saat ini meningkat dua kali. "Kita tidak boleh menutup mata terhadap fenomena itu. Karena, DM terhadap anak bukan sekadar ancaman kesehatan saja, anak-anak adalah masa depan kita untuk melanjutkan kehidupan bangsa Indonesia," jelasnya.

Belum tuntas dengan masalah stunting, Legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu mengatakan lndonesia dihadapkan pada pola hidup yang mengancam anak dengan DM. Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem mengakui Indonesia belum memiliki kebijakan perlindungan yang menyeluruh terkait penerapan pola hidup sehat sejak dini.

"Dengan memperhatikan masalah yang dihadapi anak-anak, seperti ancaman DM ini, sejatinya kita sedang berupaya memperbaiki masa depan bangsa ke arah yang lebih baik. Karena itu kita harus bersama-sama mendorong berbagai langkah antisipatif hingga solusi untuk mencegah dan mengatasi ancaman DM terhadap anak di Indonesia," paparnya.

Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Esti Widiastuti mengungkapkan prevalensi DM pada rentang 2013-2022 meningkat drastis.

Pada 2021 tercatat 6,7 juta orang meninggal karena menderita diabetes. Pada tahun yang sama 1,2 juta anak menderita diabetes tipe 1. "Faktor risiko penyebab DM sangat erat dengan gaya hidup," katanya.

Esti memperkirakan jumlah penderita DM tipe 1 di Indonesia bisa jadi lebih tinggi dari yang tercatat karena rendahnya upaya deteksi dini sehingga tidak terdiagnosa. Secara keseluruhan biaya pelayanan kesehatan terkait DM dan sejumlah penyakit yang dipicunya seperti stroke, jantung dan kanker di Indonesia pada 2019 tercatat lebih dari Rp8 triliun.

"Pemerintah sudah melakukan transformasi sistem kesehatan yang salah satunya berupa transformasi layanan primer yang mengedepankan upaya preventif dan promotif," katanya.

Berbagai upaya peningkatan aktivitas fisik, edukasi terkait pola hidup sehat dan deteksi dini berupa pemeriksaan berat badan, tekanan darah, test kadar gula dalam darah, kata Esti, dilakukan dalam mengedepankan langkah preventif dan promotif.

Sementara itu, Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengungkapkan data IDAI mencatat penderita DM tipe 2 meningkat sampai 3% dan 77% di antaranya anak-anak yang obesitas.

Menurut Piprim, penderita DM tipe 2 di masa lalu adalah orang berusia 40 tahun ke atas. Namun saat ini DM tipe 2 ini sudah diderita oleh anak berusia 6-7 tahun. "Ini harus diwaspadai. Ini indikasi gaya hidup masyarakat kita yang tidak sehat," ujarnya.

Selain karena gaya hidup, tambah dia, konsumsi ultra processed food dengan glycemic index yang tinggi juga merupakan pemicu DM tipe 2. Apalagi, rasa manis yang ditimbulkan sangat adiktif.

"Kondisi ini merupakan wake up call bagi kita semua. Karena, satu dari delapan penduduk Indonesia menderita DM dan 80% penderita itu tidak sadar kalau mereka menderita DM. Pemerintah harus hadir untuk mengendalikan makanan yang tidak sehat," katanya.

Spesialis Gizi Klinik, dr Mulianah Daya mengatakan dampak meningkatnya jumlah penderita DM mengurangi angka harapan hidup suatu bangsa sekitar 5-10 tahun dan menjadi beban sosial ekonomi.

"Bila ada upaya deteksi dini, kondisi tersebut bisa dicegah. Peran orang tua dan keluarga sangat signifikan untuk membatasi pola asupan anak-anaknya," katanya.

Mulianah mengungkapkan berdasarkan rekomendasi WHO batasan konsumsi gula yang disarankan adalah 5-10% dari total asupan energi per orang per hari.

Diakuinya saat ini di Indonesia akses makanan sehat belum terjangkau oleh masyarakat, baik dari sisi literasi maupun dari sisi daya beli. "Konsumen belum sepenuhnya memahami informasi pada label makanan dan harga apel belum terjangkau masyarakat luas," ujarnya.

Founder & Chief Executive Officer CISDI, Diah Satyani Saminarsih menilai kondisi DM di Tanah Air dapat dikritisi melalui tiga hal yaitu data, kebijakan secara umum dan masyarakat yang terdampak.

Saat ini, ujar Diah, Indonesia tidak kekurangan data tentang DM. Bila masyarakat punya literasi tentang DM yang baik melalui sosialisasi yang masif pasti bisa diatasi.

"Kebijakan kesehatan dengan menerapkan layanan kesehatan primer melakukan skrining, dalam upaya pencegahan DM harus melakukan sejumlah upaya transformasi dulu," paparnya.



Karena, tegas Diah, kebijakan di sektor kesehatan juga harus sejalan dengan kebijakan di sektor lain. Terkait tingginya prevalensi DM, karena terjadi penerapan kebijakan yang bertolak belakang antara kebijakan kesehatan dan kebijakan perdagangan dan industri. "Penegakan hukum terhadap food labeling harus konsisten, untuk mewujudkan generasi penerus bangsa yang sehat," katanya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2052 seconds (0.1#10.140)